Mohon tunggu...
Fitri AnnisaNuryadi
Fitri AnnisaNuryadi Mohon Tunggu... Human Resources - Mahasiswa fkm

Saya adalah mahasiswa semester 1 jurusan ilmu kesehatan masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Jangan Beri Perlakuan Kasar pada Anak

26 November 2019   20:02 Diperbarui: 26 November 2019   20:41 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

       Akibat sering diperlakukan kasar, baik secara fisik maupun ucapan/perkataan, seorang anak dapat terganggu mentalnya. Salah satu bentuk perlakuan kasar seperti; sering mengabaikan anak, memarahi anak berlebihan/melampiaskan emosi kepada anak, membandingkan anak, memukul anak. Perlakuan kasar yang dialami anak akan membuat kepribadian anak terganggu. Contohnya, kurang percaya diri, agresif/pemarah, pemurung, mudah menangis, keras kepala, egois dan suka menentang.
       Kasus seperti ini pernah penulis temukan, yaitu teman penulis sendiri. Sebut saja namanya Frans. Frans sendiri mengalami perlakuan kasar dari Kakeknya sendiri. Pemicu perlakukan kasar itu adalah karena Kakek tidak suka dengan menantunya, yaitu Ibu Frans sendiri. Karena si Kakek tidak bisa melampiaskan kepada Ibunya maka Frans menjadi sasarannya. Bentuk perlakukan kasar kakek seperti; sering tidak menghargai prestasi Frans, melontarkan beberapa kata-kata kasar kepadanya, dan membandingkannya dengan cucu yang lain.
       Penghargaan atas prestasi yang diperoleh sangat berpengaruh bagi perkembangan psikologis anak. Adanya orang dewasa yang menghargai pencapaian si anak, anak menjadi merasa dihargai dan bersemangat untuk meningkatkan prestasinya dalam bidang yang diminatinya. Tetapi akan sebaliknya, jika anak tidak dihargai/diapresiasi prestasinya, anak akan menjadi malas untuk mengembangkan minat dan bakatnya yang mungkin akan menjadi suatu prestasi tersendiri baginya. Contohnya, ketika anak mendapatkan prestasi dalam bidang seni, sedangkan orang tua tidak menyukai hal tersebut. Dikarenakan, orang tua ingin anaknya lebih fokus dalam bidang akademis sehingga orang tua tidak menghargai prestasi sang anak di dalam bidang seni tersebut.
       Bentuk kata-kata kasar seperti,  itu saja kau tidak bisa melakukannya, seharusnya kamu tidak lahir, dan lain-lain. Kata-kata kasar seperti itu jika dilontarkan kepada anak sangat fatal akibatnya. Karena, dapat membekas di ingatan sang anak. Di masa yang akan datang, mungkin saja anak akan melontarkan kata tersebut juga kepada orang sekitarnya, yang akan membuat orang sekitarnya sakit hati atau ketika ia sudah menjadi orang tua dia akan melontarkan kata tersebut kepada anak-anaknya juga.
       Membandingkan anak dengan anak lain merupakan kesalahan fatal. Di kalangan masyarakat,  fenomena membandingkan anak sudah sering terjadi. Mereka menganggap bahwa membandingkan anak dengan orang kain sebagai acuan untuk membuat anak menjadi lebih baik lagi. Akan tetapi itu tidaklah benar, karena si anak tidak bisa menjadi dirinya sendiri, dia akan berusaha menjadi orang lain dan merasa dirinya menjadi tidak berguna.
       Di masyarakat banyak terjadi kasus seperti Frans tersebut. Namun yang muncul kepermukaan sangat sedikit dari yang kita jumpai di kehidupan bermasyarakat. Anak yang seharusnya mendapat perlindungan dan apresiasi terhadap pencapainnya oleh orang dewasa justru mendapatkan peralakuan sebaliknya. Akibatnya, anak mengalami salah pengasuhan sehingga pada akhirnya pertumbuhan dan perkembangan kepribadiannya mengalami berbagai hambatan.
        Ada beberapa bentuk kekerasan pada anak yang harus kita ketahui. Agar kita tahu, bentuk perlakuan kasar tehadap anak tersebut termasuk dalam klasifikasi yang bagaimana. Dikutip dalam jurnal "Kekerasan Pada Anak Dalam Keluarga" yang diteliti oleh Rina Jayanti dan Rini Lestari. Menurut Lawson (1986) kekerasan pada anak diklasifikasikan kedalam 4 macam, yaitu :
1.Emotional abuse (kekerasan emosional). Emotional abuse dapat terjadi apabila ada orang yang mengetahui keinginan anaknya untuk meminta perhatian namun orang dewasa tidak memberikan apa yang diinginkan anaknya tapi justru mengabaikannya. Anak akan mengingat semua kekerasan emosional jika kekerasan emosional tersebut berjalan konsisten.
2.Verbal abuse (kekerasan dengan perkataan). Verbal abuse lahir dengan bentakan, makian, orang tua terhadap tua. Ketika anak meminta sesuatu orang tua tidak memberikan malah membentaknya. Saat anak mengajak berbicara orang dewasa, tidak menanggapi justru menghardik dengan bentakan. Anak akan mengingat semua kekerasan verbal ini jika semua kekerasan verbal ini terjadi dalam suatu periode tertentu yaitu beberapa bulan atau tahun.
3.Physical abuse (kekerasan fisik). Kekerasan jenis ini terjadi pada saat anak menerima pukulan dari orang dewasa. Kekerasan jenis ini akan diingat anak apalagi akibat kekerasan itu meninggalkan bekas pada tubuh anak, karena luka yang membekas akan terus mengingatkan anak akan peristiwa yang menyebabkan terjadinya luka tersebut.
4.Sexual abuse (kekerasan seksual). Kekerasan ini terjadi jika ada aktifitas seksual yang dilakukan oleh orang dewasa terhadap anak. Bentuk kekerasan seksual dapat berupa penyerangan atau tanpa penyerangan. Termasuk kategori penyerangan apabila seorang anak menderita cedera fisik atau trauma emosional yang luar biasa. Dalam kategori kekerasan tanpa penyerangan, anak tidak mengalami cedera fisik tetapi tetap saja menderita trauma emosional.
       Dampak dari perlakuan kasar pada anak, yaitu Anak menjadi agresif, cenderung menjadi pemarah, mudah mengalami depresi dan sering menangis. Dampak yang ditimbulkan sangat berakibat fatal bagi anak untuk ke depannya. Mengutip dari jurnal "Kekerasan Pada Anak Dalam Keluarga" yang diteliti oleh Rina Jayanti dan Rini Lestari. Kekerasan pada anak yang dilakukan oleh orang tuanya sendiri atau orang lain akan memberikan dampak psikologis pada anak, yaitu:
1.Agresif. Sikap ini biasa ditujukan anak kepada pelaku kekerasan. Umumnya ditunjukkan saat anak merasa tidak ada orang yang bisa melindungi dirinya. Saat orang yang dianggap tidak bisa melindunginya itu ada di sekitarnya, anak akan langsung memukul atau melakukan tindak agresif terhadap si pelaku, tetapi tidak semua sikap agresif anak muncul karena telah mengalami tindak kekerasan.
2.Murung/Depresi. Kekerasan mampu membuat anak berubah drastis seperti menjadi anak yang memiliki gangguan tidur dan makan, bahkan bisa disertai penurunan berat badan. Ia akan menjadi anak yang pemurung, pendiam, dan terlihat kurang ekspresif.
3.Mudah menangis. Sikap ini ditunjukkan karena anak merasa tidak nyaman dan aman dengan lingkungan sekitarnya. Karena dia kehilangan figur yang bisa melindunginya, kemungkinan besar pada saat dia besar, dia tidak akan mudah percaya pada orang lain.
4.Melakukan tindak kekerasan terhadap orang lain. Dari semua ini anak dapat melihat bagaimana orang dewasa memperlakukannya dulu. Anak belajar dari pengalamannya, kemudian bereaksi sesuai dengan apa yang dia alami dan rasakan dulu.
       Dikutip dari artikel "Trauma Masa Kecil Dan Gangguan Mental" yang dipublikasikan di www.adigunawan.com pada tanggal 12 Juli 2013. Bremmer (2002) menyatakan  hal yang menarik yang sangat perlu disimak: Hasil penelitian mutakhir menunjukkan data dan temuan penting yang sangat perlu kita cermati dengan serius. Berbagai penelitian ini menemukan adanya keterhubungan yang erat dan signifikan antara trauma masa kecil, gangguan atau kerusakan pada wilayah otak tertentu, dan gangguan mental. Berdasarkan hasil penelitian mendalam sejak tahun 1991, para peneliti telah menemukan hubungan antara trauma masa kecil dan kondisi otak abnormal. Trauma masa kecil menyebabkan kerusakan otak dan selanjutnya mengakibatkan gangguan mental. Anak yang dibesarkan dalam keluarga yang sehat belajar menjadi tenang dalam menghadapi masalah. Situasi lingkungan yang mendukung ini sangat baik untuk perkembangan otak dan sistem saraf sehingga mampu mengatasi kondisi stress normal yang biasa dialami anak. Namun, bila anak berulang kali mengalami kekerasan baik secara fisik atau perkataan. Sistem sarafnya akan mengalami gangguan dan kerusakan hingga taraf tertentu.
       Dalam pandangan Islam sendiri, hubungan antara orang dewasa (orang tua) dan anak sudah dijelaskan dalam Al-Quran dan Hadis. Dikutip dari jurnal "Perlindungan Anak Dalam Perspektif Hukum Islam Dan HAM" yang diteliti oleh Imran  Siswadi. Dalam Al-Quran surah yang menjelaskan tentang hubungan orang dewasa (orang tua) dan anak terdapat dalam surah Al-Isra' ayat 23-24, dalam surah tersebut terdapat konsep yang dapat diterapkan dalam dunia pendidikan untuk membentuk generasi yang madani. Hal yang ter analisa dalam penjelasan ayat tersebut adalah kewajiban orang tua untuk memperlakukan anak dengan baik. Hal ini dapat dilihat dalam penafsiran penggalan ayat tersebut, anak dituntut berbuat baik kepada kedua orang tua disebabkan orang tua telah berbuat baik kepada anak, mengandung sembilan bulan, memberikan kasih sayang dan perhatian dari sejak proses kelahiran hingga dewasa. Dengan demikian, perintah anak berbuat baik kepada orang tua wajib dengan syarat orang tua terlebih dahulu berbuat baik kepadanya. Sedangkan dalam hadis sendiri yaitu hadis yang diriwayatkan oleh At-Turmudzi yang berbunyi :"Tidak termasuk golongan umatku, mereka yang (tua)tidak menyayangi yang muda, dan mereka yang (muda) tidak menghormati yang tua". Yang berarti bahwa orang dewasa mempunyai kewajiban untuk menyayangi yang lebih muda sedangkan yang muda wajib menghormati yang tua.
       Dampak negatif dari perlakuan kasar terhadap anak harus ditangani dengan sebaik-baiknya agar tidak memberikan trauma yang berkepanjangan terhadap anak. Tapi sebelum kekerasan terhadap anak terjadi, kita harus mencegahnya agar tidak ada lagi anak-anak yang diperlakukan kasar. Dilansir dari jurnal "Dampak Tindak Kekerasan Terhadap Perempuan Dan Anak Serta Solusinya" yang diteliti oleh John Dirk Pasalbessy. Solusi terhadap penanggulangan tindak kekerasan terhadap anak mesti mencakup hal-hal sebagai berikut :
1. Meningkatkan kesadaran masyarakat betapa pentingnya usaha untuk mengatasi terjadinya kekerasan terhadap anak, baik di dalam konteks individual, sosial maupun institusional;
3. Meningkatkan kesadaran penegak hukum agar bertindak cepat dalam mengatasi kekerasan terhadap perempuan maupun anak;
4. Bantuan dan konseling terhadap korban kekerasan terhadap anak;
5. Melakukan kampanye anti kekerasan terhadap anak yang dilakukan secara sistematis dan didukung oleh jaringan yang mantap.
6. Pembaharuan hukum teristimewa perlindungan korban tindak kekerasan yang dialami oleh perempuan dan anak-anak serta kelompok yang rentang atas pelanggaran HAM.
7. Pembaharuan sistem pelayanan kesehatan yang kondusif guna menanggulangi kekerasan terhadap anak;
8. Bagi anak-anak diperlukan perlindungan baik sosial, ekonomi maupun hukum bukan saja dari orang tua, tetapi semua pihak, termasuk masyarakat dan negara
9. Membentuk lembaga penyantun korban tindak kekerasan dengan target khusus yaitu anak untuk diberikan secara cuma-cuma dalam bentuk konsultasi, perawatan medis maupun psikologis
10. Meminta media massa (cetak dan elektronik) untuk lebih memperhatikan masalah tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak dalam pemberitaannya, termasuk memberi pendidikan pada publik tentang hak-hak asasi anak

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun