Indonesia masih terus berproses untuk mencapai pendidikan yang berkualitas dengan berbagai tantangan yang ada di berbagai jenjang pendidikan. Untuk melihat pendidikan di Indonesia secara spesifik, dapat dilihat melalui pencapaian SDGs tahun 2021. Tingkat penyelesaian pendidikan terus meningkat. Hal ini dapat dilihat dari penyelesaian Pendidikan pada jenjang SD mencapai 97,37%, jenjang SMP mencapai 88,88%, dan jenjang SMA yang hanya 65,94%.
Pertanyaan yang kerap menjadi sebuah angan-angan. Apakah angka tersebut representasikan bahwa mutu pendidikan kita mampu bersaing di tingkat global? Sayangnya, dunia pendidikan kita ternyata masih belum dapat menjawab tantangan kemajuan zaman. Berdasarkan laporan yang dirilis Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa atau United Nations Development Programme (UNDP), Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 2023-2024 menempatkan Indonesia berada pada urutan ke-112.
Saat ini bukan lagi berdebat tentang siapa yang salah, akan tetapi sudahkah  kita menjalankan kewajiban masing-masing? Mari kita mengingat kembali tujuan pemerintah Republik Indonesia yang tertuang dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945 yaitu "Melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial." Konsekuensi yang harus ditanggung oleh negara dengan mencantumkan kata "mencerdaskan kehidupan bangsa" adalah negara dalam hal ini pemerintah harus mempunyai komitmen yang tinggi dalam penyediaan dan penyelenggaraan pendidikan yang layak dan bermutu agar dapat menghasilkan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas dan bermoral (berbudi pekerti).
Adapun Pasal 28C ayat (1) UUD 1945 yang berisi : "Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat Pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia". Ayat ini mengamanatkan perlunya pendidikan yang layak bagi warga negara Indonesia. Dalam pasal tersebut tampak bahwa kewajiban untuk menyelenggarakan pendidikan bagi seluruh rakyat Indonesia bukan hanya kewajiban pemerintah saja, melainkan juga kewajiban seluruh komponen bangsa Indonesia.
Pernahkah terbayang darimana asal pendanaan fasilitas sekolah? Selama ini dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) telah menunjang dalam kegiatan pembelajaran. Dana tersebut merupakan 20 persen dari alokasi APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) untuk pembangunan pendidikan. Dimana saat ini sekitar 73 persen APBN Indonesia dibiayai oleh pajak.
Melalui pendapatan pajak, pemerintah mendapatkan dana yang digunakan untuk membangun dan mengelola infrastruktur pendidikan, membayar gaji guru dan pendidik, memberikan beasiswa bagi siswa berprestasi, dan meningkatkan akses pendidikan bagi masyarakat kurang mampu. Penerimaan pajak negara Indonesia yang rendah tentu saja mempengaruhi pembangunan nasional di Indonesia, karena pajak sebagai sumber pendapatan negara terbesar di Indonesia tentu saja memegang peranan yang sangat penting dalam negara.
Meningkatkan kepatuhan pajak telah menjadi isu mendesak bagi pemerintah Indonesia. Meskipun metode tradisional seperti pemantauan dan penegakan hukum sering dilakukan, terbatasnya sumber daya dan kapasitas otoritas pajak terkadang menghambat upaya ini. Luasnya wilayah Indonesia dan keragaman budaya turut menghadirkan tantangan. Perlunya kesadaran mandiri dan dukungan penuh dari setiap insan masyarakat Indonesia untuk taat pajak. Karena pada hakekatnya pajak adalah dari, oleh, dan untuk rakyat sendiri, Dimana setiap rupiah dibayarkan oleh rakyat akan digunakan untuk membiayai kepentingan pemerintah dan kesejahteraan rakyat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H