Mohon tunggu...
Safrida Fitri Nasution
Safrida Fitri Nasution Mohon Tunggu... Lainnya - Seberapa banyak engkau menulis, pada akhirnya akan membaca

Anak desa, terlahir dari keluarga miskin, namun berkecukupan dengan rasa syukur.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Mereka yang Menguji, Mereka Juga yang Menyembuhkan

15 Januari 2025   18:10 Diperbarui: 15 Januari 2025   18:07 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai seorang pendidik, kehidupan saya dipenuhi dengan berbagai warna. Setiap hari saya berinteraksi dengan anak-anak yang memiliki karakter dan keunikan masing-masing. Ada kalanya mereka begitu menggemaskan hingga membuat hati saya meleleh, tetapi ada juga saat-saat di mana mereka menguji kesabaran hingga ke batasnya. Meski begitu, ada satu hal yang tidak pernah berubah: mereka selalu menjadi penyembuh luka di hati saya.

Anak-anak adalah sosok yang murni, dengan energi yang seakan tidak pernah habis. Kadang, mereka bertanya hal-hal yang tidak terduga, atau melakukan hal-hal yang membuat saya ingin menghela napas panjang. Contohnya, ada murid yang tanpa malu-malu mengatakan, "Bu, kenapa bajunya selalu sama?" atau tiba-tiba menangis hanya karena pensilnya hilang, pensilnya patah, terlalu panjang tulisan, bosan dikelas, dan lain sebagainya. Sekilas, hal-hal ini terlihat sepele, tapi di saat yang sama, mereka adalah bukti betapa polosnya dunia anak-anak. Polos, tapi kadang bikin gemas!

Namun, di balik semua itu, ada momen-momen kecil yang mengingatkan saya mengapa saya memilih jalan ini. Ada hari di mana salah satu murid tiba-tiba memberikan gambar sederhana dengan tulisan, "Terima kasih, Bu Guru." Atau saat mereka tertawa lepas karena lelucon sederhana yang saya buat di kelas. Tawa mereka itu murni, tulus, dan tanpa beban, selalu berhasil menghapus lelah yang saya rasakan.

Ada juga saat-saat di mana saya melihat sisi dewasa dari mereka, meski masih kecil. Ketika salah satu murid membantu temannya yang menangis, atau berbagi jajan tanpa diminta, saya merasa bahwa mereka adalah cerminan kebaikan yang sering kali kita lupakan sebagai orang dewasa. Di tengah keruwetan dunia, anak-anak mengingatkan saya akan nilai-nilai sederhana yang begitu berarti: kebersamaan, kejujuran, dan ketulusan.

Pernah suatu ketika, seorang murid saya yang biasanya paling sulit diatur, tiba-tiba menunjukkan perhatian yang membuat saya terharu. Hari itu, saya sedang merasa tidak enak badan, dan meskipun saya berusaha tetap tersenyum di depan kelas, anak itu tampaknya menyadari. Dengan polos, ia bertanya, "Bu, kenapa hari ini nggak kayak biasanya?" Meski singkat, pertanyaannya menunjukkan kepedulian yang mendalam. Sederhana, tapi benar-benar menyentuh hati saya.

Ada juga pengalaman ketika saya menyaksikan anak-anak ini bekerja sama untuk menyelesaikan tugas kelompok. Pada awalnya, mereka tampak bingung dan bahkan saling menyalahkan saat salah satu dari mereka tidak mengerti tugasnya. Namun, perlahan, mereka belajar untuk saling membantu dan mendengarkan satu sama lain. Di akhir tugas, mereka dengan bangga memamerkan hasil kerja mereka kepada saya, lengkap dengan senyuman puas di wajah masing-masing. Momen seperti inilah yang mengingatkan saya bahwa pendidikan bukan hanya soal memberikan pengetahuan, tetapi juga membentuk karakter.

Menjadi guru memang penuh tantangan. Ada hari-hari di mana saya pulang dengan kepala penuh dengan pikiran, memikirkan cara terbaik untuk menangani murid-murid yang sulit. Tetapi ada juga hari di mana saya merasa luar biasa bersemangat karena melihat kemajuan kecil dari murid-murid saya, seperti ketika mereka akhirnya memahami materi yang sebelumnya sulit, atau saat mereka menunjukkan sikap yang lebih baik terhadap teman-temannya.

Mereka yang menguji kesabaran saya, pada akhirnya juga yang menguatkan hati saya. Anak-anak, dengan segala tingkah lakunya, adalah pengingat bahwa hidup ini tidak melulu tentang kesempurnaan. Justru, dalam ketidaksempurnaan itu, kita menemukan kebahagiaan sejati. Anak-anak mengajarkan saya untuk menghargai hal-hal kecil dalam hidup, seperti tawa yang tulus atau rasa penasaran yang tiada habisnya.

Ketika saya merasa lelah atau frustasi, saya sering merenung tentang alasan saya memilih profesi ini. Saya ingat kembali senyum mereka, keusilan mereka yang lucu, dan momen-momen kecil yang tak ternilai. Mereka adalah alasan saya terus bertahan, terus belajar, dan terus mencintai pekerjaan ini. Karena pada akhirnya, mereka yang menguji saya, juga adalah mereka yang menyembuhkan saya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun