Mohon tunggu...
Fitrawan Umar
Fitrawan Umar Mohon Tunggu... Dosen - Dosen dan Penulis Buku

Universitas Muhammadiyah Makassar

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Habibie dan Literasi #40HariEyang

23 September 2019   22:15 Diperbarui: 23 September 2019   22:35 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
BJ Habibie (kompas.com)

"Bukan kematian benar menusuk kalbu. Keridlaanmu menerima segala tiba. Tak kutahu setinggi itu atas debu. Dan duka maha tuan bertakhta." (Chairil Anwar, 1942)

Wafatnya Baharuddin Jusuf Habibie adalah duka besar bagi bangsa ini. Habibie adalah mata air, dan kepergiannya tentu saja membuat kita harus menanggung dahaga lagi. Pada hari-hari yang keteladanan kian langka, kehilangan Habibie membuat kita kian kering inspirasi.   

Habibie, seperti ungkapan penulis Ahmad Fuadi, adalah manusia yang hadir pada semua dimensi ruang dan waktu. Habibie eksis di dimensi politik, ilmu pengetahuan, teknologi, agama, sampai ke dimensi seni. Itulah sebab mengapa semua orang merasa memiliki Habibie dan sangat kehilangan setelah kepergiannya. Habibie dicintai semua kalangan.

Namun, sumur inspirasi Habibie masih cukup dalam, dan kita tidak boleh berhenti untuk mengambilnya. Karya-karya Habibie masih terus hidup. Warisan Habibie masih dapat kita rasakan. Jika kita membayangkan bagaimana manusia unggul yang sebenarnya untuk memajukan bangsa ini, profil Habibie dapat menjadi gambarannya. Jika saat ini pemerintah menggalakkan gerakan literasi, kita dapat menyebut bahwa tujuannya adalah agar bangsa ini dapat memiliki manusia-manusia unggul, kurang lebih seperti Habibie.

Salah satu teladan yang dapat kita contohi, yaitu bagaimana Habibie tumbuh menjadi seorang yang literat sedari kecil. Habibie menyukai ilmu pengetahuan sejak kecil. Habibie kecil sangat suka dengan buku-buku.

Di sini keluarga Habibie dapat menjadi role model dalam penerapan gerakan literasi di keluarga. Alwi Abdul Jalil, ayah Habibie, terbukti telah berhasil mendidik anaknya menjadi seorang pemimpin dan ilmuwan besar yang pernah dimiliki Indonesia.

Alwi Abdul Jalil memulainya dengan menumbuhkan ketertarikan sang anak kepada dunia sains. Sebagai pegawai pertanian, Alwi Abdul Jalil sering memperlihatkan hal-hal menarik di dunia pertanian kepada Habibie kecil, seperti cangkok dan stek buah-buahan.

Rasa penasaran pun tumbuh dan Habibie sering mengajukan pertanyaan. Cara Alwi Abdul Jalil menjawab pertanyaan Habibie sangat menarik untuk diperhatikan. Alwi Abdul Jalil memberi jawaban dengan secukupnya, dan selebihnya adalah memberi buku-buku agar Habibie mendapatkan jawabannya sendiri.

Habibie kecil membaca buku-buku lintas bahasa. Jika kesulitan mengartikannya, Habibie bertanya kepada sang ayah. Ayahnya membantu, dan juga memberinya ensiklopedi atau kamus agar Habibie mencari artinya sendiri. Habibie pun akhirnya akrab dengan ensiklopedi dan kamus-kamus berbagai bahasa sejak kecil.

Gerakan literasi pada keluarga Habibie tidak hanya tentang menyuruh anak membaca buku, tetapi juga bagaimana agar anak tertarik kepada ilmu pengetahuan. Dengan ketertarikan kepada ilmu pengetahuan, otomatis anak-anak akan mencintai buku-buku.

Literasi di keluarga Habibie pun tidak hanya tentang literasi IPTEK, tetapi juga literasi manusia, finansial, dan lainnya. Tak heran bila Habibie dikenal sebagai nasionalis sejati, dan pada saat menjadi presiden, membuktikan dirinya sebagai pemimpin yang humanis dan demokratis.

Saat menjadi orang tua, Habibie pun mewariskan keteladanan sang ayah kepada anak-anaknya. Mungkin tak banyak mendapat sorotan, tetapi putra-putra Habibie, yakni Ilham Akbar Habibie dan Thareq Kemal Habibie, adalah juga sosok literat yang gandrung akan ilmu pengetahuan.

Selain penerus Habibie untuk membuat pesawat dan pengusaha, mereka adalah sosok di balik The Habibie Center yang fokus untuk memajukan modernisasi dan demokratisasi di Indonesia.

Gerakan literasi di keluarga memang benar adalah pilar penting dalam mewujudkan gerakan literasi nasional. Andai kita semua dapat belajar pada keluarga Habibie, maka generasi literat yang unggul dan berdaya saing dapat terbentuk.

Bangsa ini butuh generasi-generasi literat untuk tetap sejajar dengan bangsa-bangsa lain. Bahkan, bukan hanya sejajar, melainkan juga kita harusnya lebih maju dari bangsa-bangsa lain.

Habibie telah membuktikannya melalui pesawat buatan Indonesia di era 90-an. Saat itu Indonesia mampu mengalahkan bangsa-bangsa lain dalam hal penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kedirgantaraan.

Mudah-mudahan gerakan literasi nasional, dan termasuk di dalamnya gerakan literasi keluarga, yang digalakkan oleh pemerintah bersama masyarakat dapat membuahkan hasil positif sebagaimana yang kita harapkan. 

Hanya dengan begitu, kepergiaan Habibie dapat membuat kita percaya bahwa 'yang hilang akan berganti' dan 'satu gugur tumbuh seribu'. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun