Mohon tunggu...
Fitrah Alimuddin
Fitrah Alimuddin Mohon Tunggu... Guru - SDN 003 Balla, Kab Mamasa, Sulawesi Barat

Seorang Istri, Ibu dan Pendidik yang akan senantiasa belajar. Tulisannya banyak dijumpai diblog pribadinya www.edufren.my.id dan www.sepertikupukupu.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Polemik Pemberian PR bagi Peserta Didik

27 Oktober 2022   15:15 Diperbarui: 27 Oktober 2022   15:56 585
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi PR (Pekerjaan Rumah)|Sumber: Pexels-Ann Poan

Pemberian PR (Pekerjaan Rumah) terus menjadi polemik di Indonesia. Tanggal 19 Oktober 2022 kemarin, Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi mengatakan bahwa Pemkot Surabaya mulai 10 November mendatang menerapkan kebijakan penghapusan PR (Pekerjaan Rumah) bagi pelajar Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Pertama (SMP). Penghapusan PR ini juga sejalan dengan penambahan pembelajaran yang berfokus pada pembentukan karakter siswa.

Kebijakan Pemerintah Kota Surabaya ini menuai reaksi yang beragam dari berbagai pihak baik pro maupun kontra. Menteri Pendidikan sendiri Pak Nadiem Makarim mengatakan bahwa kebijakan Pemkot Surabaya ini merupakan bagian dari Merdeka Belajar. Dibeberapa negara dengan kualitas pendidikan yang baik sebagai contoh negara Finlandia dan Jepang, peserta didik mereka tidak lagi dibebankan dengan pemberian PR atau Pekerjaan Rumah, semua pembelajaran dilakukan dan dituntaskan di sekolah. 

Sepertinya Indonesia ingin mengadaptasi sistem ini, tetapi sayangnya menurut saya pribadi kualitas peserta didik Indonesia belumlah layak disandangkan dengan kualitas peserta didik di negara-negara dengan kualitas pendidikan yang baik ini. Kita sebut saja contoh dari segi minat membaca siswa, negara seperti Finlandia dan Jepang adalah negara dengan minat baca yang tinggi bahkan masuk kedalam lima besar negara dengan minat baca tertinggi diseluruh dunia, sedangkan Indonesia berada diurutan kedua terakhir dengan tingat literasi yang rendah.

Peserta didik di Indonesia lebih banyak menghabiskan waktunya dengan gadget dan konten media sosial ketimbang menghabiskan waktunya untuk membaca. Rata-rata siswa Indonesia hanya belajar dan membuka bukunya jika mereka duduk dikelas dan jika ujian akan datang. Jarang sekali kita dapati pelajar Indonesia duduk di tempat umum dengan buku ditangannya, hal yang miris sekali sebenarnya melihat masa depan bangsa ini tidak punya ketertarikan sama sekali dengan buku.

Pemberian PR sendiri memiliki dampak yang beragam bagi peserta didik, dengan pemberian PR diharapkan peserta didik dapat belajar mendisiplinkan diri, dapat belajar bertanggung jawab dengan tugas yang diberikan serta mampu mereview pelajaran yang telah diajarkan disekolah. Bagi seorang pendidik pemberian PR ini bermanfaat untuk mengecek sejauh mana pemahaman siswa mengenai materi yang diajarkan dan untuk pematangan konsep agar pendidik dapat berpindah ke materi selanjutnya.

Adapun akar masalah dari polemik penghapusan PR ini adalah karena menurut penelitian, pemberian PR yang berlebihan memberikan efek negatif ke peserta didik diantaranya banyaknya kasus peserta didik mengalami stress dan penurunan kesehatan, serta ditakutkan ketika peserta didik mempunyai banyak PR waktu interaksi sosial mereka dengan keluarga dan teman-teman akan berkurang.

Menimpali polemik pemberian PR ini, menurut opini saya pribadi sebagai seorang pendidik, pemberian PR ini tidak usah dihapuskan tetapi perlu dipertimbangkan tingkat kesulitan dan waktu yang diperlukan dalam pengerjaan PR ini. National Educational Association memberikan standar pemberian PR yang hendaknya menjadi pedoman bagi semua pendidik adalah 10 menit dikalikan dengan tingkat kelas, sebagai contoh anak kelas 5 SD memiliki standar waktu pengerjaan PR sebanyak 5 x 10 menit = 50 menit. 

Penghapusan PR tidak lantas mampu memperbaiki kualitas pendidikan Indonesia, malah takutnya dengan penghapusan PR ini akan semakin membuat peserta didik merasa santai dan tidak memperhatikan materi yang sedang diajarkan disekolah. PR boleh saja asal tepat dan efektif pemberiannya, tepat artinya sesuai dengan kemampuan kognitif siswa dan efektif artinya tujuan pemberian PR ini sesuai dengan apa yang diharapkan pendidik.

Mamasa, 27 Oktober 2022
Fitrah Alimuddin

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun