Mohon tunggu...
Fitrah Abdilah Sani
Fitrah Abdilah Sani Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis

Menulislah, maka kamu akan ada dalam sejarah!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kapan Ya Kotaku Maju?

13 Januari 2025   08:05 Diperbarui: 13 Januari 2025   08:05 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pagi yang cerah menyapa kotaku, kota indah yang terletak di antara pantai terpanjang di Indonesia dan pegunungan Bukit Barisan yang memukau. Alhamdulillah, setelah sekian lama vakum, di awal tahun 2025 ini aku mencoba kembali menuangkan kegabutan dalam tulisan. Semoga kalian suka ya!

Tulisan ini lahir sebagai bentuk pelampiasan unek-unek yang sudah lama terpendam. Tujuannya bukan untuk menjelekkan kota tercinta ini, melainkan untuk berbagi rasa. Harapannya, para pembaca dapat memahami maksud tulisan ini, tidak hanya sekadar membacanya, tapi juga ikut termotivasi untuk bersama-sama membawa perubahan ke arah yang lebih baik!

Kota ini termasuk salah satu yang paling lengkap dalam berbagai aspek kehidupan. Beribadah terasa aman, peluang kerja tersedia, cocok untuk membangun keluarga, dan pilihan rekreasinya pun cukup beragam. Standar hidupnya relevan, dan yang terpenting, sangat nyaman. Ditambah lagi, cuacanya cukup bersahabat sepanjang tahun---musim kemarau tidak sampai menyebabkan kekeringan parah, dan musim hujan pun jarang memicu banjir.

Kali ini, aku ingin mengungkapkan opini tentang sesuatu yang mungkin sudah dianggap biasa di kota besar, tetapi masih terasa tabu di kotaku. Entah ini karena kebiasaan atau memang sudah menjadi bagian dari karakteristik yang mendarah daging. Hal yang aku maksud adalah pandangan yang terasa aneh ketika melihat seseorang mampu berdiri sendiri.

Kemandirian sering kali terlihat aneh di tengah masyarakat. Bukan dalam arti "mandi sendiri," tetapi lebih kepada kebiasaan melakukan segala sesuatu sendiri tanpa bergantung pada orang lain. Sebenarnya, ada banyak contoh yang bisa diangkat, tapi kali ini aku akan mencoba menyederhanakan pembahasan agar tulisan ini tidak perlu ada "part dua," seperti tren konten di aplikasi Toktok.

Di kota besar, taman-taman kota dan tempat rekreasi tidak hanya diisi oleh pasangan. Orang yang duduk terdiam merenung pun banyak, dan itu dianggap wajar---mungkin karena kehidupan kerja yang begitu kompetitif.

Sebaliknya, di kotaku, jika ada seseorang yang duduk sendiri merenung, langsung dianggap galau karena putus cinta. Padahal, masalah hidup tidak selalu soal percintaan. Jangan coba-coba nongkrong sendiri di sini kalau tidak mau mendengar komentar seperti, "Habis diputusin, ya?"

Di kota besar, belanja atau pergi ke mal sendirian adalah hal biasa. Itu bukan tanda stres, melainkan soal kepraktisan---mungkin mampir sepulang kerja tanpa perlu menunggu teman atau keluarga. Tapi di kotaku? Orang yang pergi sendiri sering dilabeli "stres" atau "kesepian," seolah-olah wajib membawa pasangan atau keluarga besar agar tidak dicap aneh.

Traveling sendiri di kota besar sudah menjadi bentuk "self-reward," entah untuk merayakan pencapaian atau sekadar melepas penat. Kenapa sendiri? Karena itu mungkin satu-satunya waktu yang tersedia, tanpa perlu menunggu teman yang belum tentu punya jadwal yang sama. Tapi di kotaku, orang yang traveling sendirian malah dianggap tidak punya teman atau bahkan "ditinggal nikah."

Bukti nyatanya ada di banyak aktivitas solo seperti mendaki gunung atau eksplorasi alam yang marak di kota besar. Meski Indonesia dikenal kental dengan nilai-nilai mistis, hal itu tidak menghalangi para pecinta alam untuk mencari ketenangan. Namun, di kotaku, orang yang mendaki sendirian justru dianggap "ngosong atau tidak punya kerjaan." Ironisnya, bahkan ke kamar kecil saja kadang harus ada temannya, kalah sama anak sekolah.

Inilah realita di kotaku: di kota besar, kemandirian dihargai sebagai bentuk keberanian. Di sini, malah dicibir. Orang jadi takut berdiri sendiri, sampai-sampai urusan kecil pun harus melibatkan beberapa orang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun