Mohon tunggu...
Zulfitrah Hasim
Zulfitrah Hasim Mohon Tunggu... Belajar Menulis -

(Institut Tinta Manuru)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Belajar Ilmu Sabar dari Penjual Kopi Keliling

1 Oktober 2017   13:15 Diperbarui: 1 Oktober 2017   17:29 7337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Malam itu Suasana jalanan ramai lancar, tidak seperti biasanya jika jam pulang kerja jalanan sering macet. Kebisingan suara kendaraan bermotor mengganggu pendengaran. Di tengah-tengah kesibukan warga kota, seorang pria yang berambut gondrong, bertopi biru kuning, memakai kaos bergaris hitam abu-abu sedang mangkalkan sepedanya di atas trotoar sambil berdiri di samping harta berharganya. Pria itu menawarkan dagangannya kepada pejalan kaki yang hendak lewat di dekat halte Busway Gajah mada.

Pria ini biasa disapa pak Erpin, berusia 35 tahun dan sudah setahun menekuni pekerjaan sebagai Penjual minuman dengan sepeda di wilayah Jalan Gajah Mada. Sepedanya didesain khusus untuk memuat perlengkapan dan barang dagangannya. Selain itu, sepedanya dirias dengan kertas Berukuran A4 yang dipres tuk menghindari basah ketika Hujan. Kertas itu digantung dikeranjang sepedanya yang bertuliskan jenis jualannya "Pulsa dan beberapa jenis Minuman yang tulisannya dengan disingkat seperti Komix = Kopi Mix, Sunget=susu anget, Suhe = Susu Jahe" walaupun ada juga dagangan yang dijual ditulis dikertas itu seperti Pop Mie, Kopi Hitam Hot Day Kopi dan Rokok.

Kebetulan sebagai penikmat kopi, saya menghampirinya dan memesan segelas kopi hitam. Dengan tangkas, diraciklah sebungkus kopi sachet dicampur gula dan diseduh dengan gelas plastik dan disuguhkan kepada saya. Sambil menyeruput kopi yang disuguhkan saya mengajaknya berbincang-bincang sambil duduk di halte bus sembari menunggu janjian pertemuan dengan seorang teman yang tak jauh dari tempat ini.

Dok. Pribadi
Dok. Pribadi
Pria asal sleman ini bukan orang baru di jakarta, Sejak SD sudah sempat ke jakarta bersama pamannya untuk bersekolah namun hanya sempat mengenyam pendidikan sampai bangku SMP, tidak bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya karena keterbatasan biaya akhirnya putus sekolah dan memilih pulang ke kampung. Waktu di Sleman pak Erpin bekerja sebagai buruh tani.

"kalau di kampung banyak sawah tapi bukan punya sendiri, membantu mengarap sawah orang lain, kita bisa milih menjadi pekerja harian, mingguan dan bulanan. Saya lebih memilih bekerja di gaji bulanan karena dihitung per hari Rp. 35.000 itupun jika padi tidak diserang penyakit karena kalau padi diserang penyakit dan gagal panen maka gaji pekerja dipotong sepertiga dan, kalau pendapatan segitu saya tidak cukup menafkahi keluarga".

Selain sebagai buruh tani pak Erpin juga bekerja sebagai buruh bangunan. Tenaganya dibutuhkan ketika ada proyek. Suatu waktu Erpin diajak temannya untuk kerja proyek bangunan di salah satu hotel di wilayah gunung Sahari Jakarta namun setelah selesai proyek pembangunan Hotel tersebut sudah tidak ada lagi pekerjaan, hal inilah membuat pak Erpin memilih untuk bekerja sebagai penjual minuman dengan sepeda keliling di Jakarta, Tabungannya dari hasil pekerjaannya sebagai buruh bangunan itulah kemudian dijadikan sebagai modal usahanya.

"Awal membuka usaha ini. modalnya berkisar dua juta saat itu, dari hasil kerja bangunan. Kata pak Erwin, saya membeli sepeda ini dengan harga Rp. 300.000 seken (bekas) dan perlengkapannya serta kebutuhan bahan minuman dan barang-barang yang akan dijual"

Dari pekerjaan yang ditekuninya, rata-rata tiap hari dia memperoleh keuntungan sekitar Rp 50.000 jika sepi pembeli tapi jika Ramai pembeli, maka pendapatannya bisa mencapai Rp. 150.000.

Bagi pak Erpin dia sangat senang menekuni pekerjaanya namun jika ada tempat dan modal dia akan berencana membuka warung kopi, "Saya berencana untuk membuka usaha warung kopi tapi tidak ada tempat dan modal, jadi pendapatan dari jualan ini saya nabung untuk usaha Warung kopi, Tuhan sudah menentukan Rizki manusia tapi manusia harus membuat usaha-usaha untuk mendatangkan Rizki apalagi di kota besar seperti Jakarta. Banyak persaingan, orang yang berpendidikan rendah seperti saya harus benar-benar ulet, tekun dan bekerja keras untuk bertahan hidup" ungkapnya dengan penuh semangat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun