Ketika Diego Simeone tiba di Atletico Madrid, klub itu dilanda masalah internal. Pelatih sebelumnya, Gregorio Manzano 'sukses' membawa ATM terjun ke peringkat 10 besar. Sementara, para fans masih sibuk mencemooh kebijakan transfer klub. Tega-teganya ATM melepas Sergio Aguero sang ikon ke Manchester City.
Dari sisi skuad, Atletico juga jauh dari kata cemerlang. Thibaut Courtois masih bocah bau kencur. Arda Turan sang pemain kunci tampil buruk sehingga menerima kritikan tiada henti. Diego Costa sedang di persimpangan jalan. Ia malah nyaris dipinjamkan ke klub lain. Diego Godin menjadi santapan empuk para penyerang lawan. Gabi Fernandez dan Koke cuma pemain biasa-biasa saja. Malah, Juanfran sang bek kanan masih setia sebagai penghuni bangku cadangan.
Penampilan pertama Atletico bersama Simeone juga tidak cerah-cerah amat. ATM cuma bermain imbang 0-0 saat bertandang ke markas Malaga. Cukup lumayan untuk tim yang baru saja menderita duakekalahan beruntun dari dua tim gurem. Namun, jauh dari hingar bingar yang terjadi pada akhir musim: 2011-2012: Atletico cuma kalah lima kali dalam enam bulan!
Bahkan sebelum Atleti merebut gelar juara Liga Spanyol musim ini, mereka sudah menjadi buah bibir. Bagaimana mereka berubah dalam waktu singkat, adalah mukjizat Diego Simeone. Dia adalah pelatih, pemimpin spiritual, juru bicara klub, dan semua tarikan napas bagi Atletico.
El Cholo menjadi penunjuk jalan kemana Atleti hendak melangkah. Enrique Cerezo mungkin tidak pernah percaya, langkahnya memilih pria yang dahulu sangat bengal sebagai pemain ini, adalah langkah yang akan menciptakan sejarah bagi Atleti.
Ketika semau orang mengeluhkan dominasi Barcelona dan Real Madrid, Simeone adalah tokoh yang berpikiran sebaliknya. Ia memang gelisah dengan keleluasaan Barca-Madrid memorakporandakan La Liga.
Tapi, El Cholo tak gentar. Bulan Oktober 2013, setelah Atleti mempermalukan Los Blancos dua kali, ia berkata, "Saya ingin melakukan pertandingan persahabatan melawan Real Madrid dan Barcelona setiap hari. Di musim panas, dalam pertandingan pramusim, setiap saat.”
Bukan sekadar basa-basi. Simeone merasakan derita kala Atletico dihajar Barcelona 4-1 pada akhir Desember 2012. Kekalahan yang membuat mimpi mereka mengejar tim Tito Vilanova jatuh berserakan. Namun, kurang dari dua tahun setelah kejadian itu, Barca tak pernah bisa menumbangkan ATM dalam enam laga beruntun: lima seri, dan satu tumbang.
Simeone berkata, "Musim lalu kami kalah di Camp Nou setelah babak pertama yang luar biasa (unggul 0-1 dahulu sebelum kalah 4-1). Tapi, secara bertahap, kami semakin dekat pada kualitas Barca dan Madrid!"
25 Mei mendatang, Simeone akan memimpin timnya berhadapan dengan Real Madrid, musuh yang lebih nyata daripada Barcelona. Pertandingan itu pun tak main-main; dihelat di partai puncak Liga Champions. Mungkin saja Atletico akan menjadi penunda mimpi La Decima bagi Los Blancos. Mungkin pula mereka akan tergilas, seperti kala dihujani lima gol dalam dua leg semifinal Copa del Rey musim ini.
Namun, andai Atletico bisa mengukir sejarah pada Minggu dini hari, mereka pasti terus mengingat ucapan Diego Simeone Oktober lalu. "“Satu-satunya cara agar bisa bersaing dengan Barca dan Madrid, adalah tak pernah kehilangan pandangan akan kenyataan, tentang siapa kami ini. Ketika kami lupa daratan, kami akan menjalani masa-masa buruk. Kami adalah penantang."
tulisan ini juga dimuat dalam kolom suporter FDSI News