C
ABSTRAK
Candi Ratu Boko adalah salah satu situs purbakala yang terletak di Yogyakarta, Indonesia, dan merupakan peninggalan dari era Mataram Kuno pada abad ke-8. Kompleks ini bukan hanya sebuah candi, tetapi lebih menyerupai keraton atau istana dengan fungsi multiguna, seperti pusat pemerintahan, benteng pertahanan, dan tempat kegiatan religius. Berdasarkan Prasasti Abhayagiri Wihara, situs ini awalnya berfungsi sebagai pusat meditasi Buddha, namun kemudian menunjukkan perpaduan budaya Hindu dan Buddha, mencerminkan akulturasi yang harmonis pada masa itu.
Dengan luas sekitar 25 hektar, kompleks ini terdiri atas gerbang megah, paseban, pendopo, kolam pemandian, gua meditasi, dan tempat pembakaran. Lokasinya yang strategis di atas bukit memberikan keuntungan defensif sekaligus menawarkan pemandangan indah ke arah Gunung Merapi dan Candi Prambanan. Fungsinya sebagai pusat pemerintahan dan tempat religius menegaskan peran pentingnya dalam kehidupan sosial dan politik masyarakat Jawa Kuno.
Upaya pemugaran dan pelestarian terus dilakukan oleh pemerintah untuk menjaga nilai sejarah dan estetika situs ini. Kini, Candi Ratu Boko menjadi destinasi wisata budaya yang populer dan tempat penelitian arkeologi. Situs ini tidak hanya menjadi simbol kejayaan peradaban masa lalu, tetapi juga mengajarkan pentingnya harmoni budaya dan agama dalam keberagaman.
Sejarah Candi Ratu Boko: Warisan Budaya Hindu-Buddha di Nusantara
Candi Ratu Boko adalah salah satu situs purbakala penting di Indonesia yang menyimpan jejak kejayaan peradaban Hindu-Buddha. Terletak sekitar tiga kilometer di selatan Candi Prambanan, Yogyakarta, Candi Ratu Boko bukanlah sebuah candi dalam pengertian tradisional, melainkan sebuah kompleks yang berfungsi sebagai keraton (istana), benteng pertahanan, dan tempat kegiatan religius. Situs ini menjadi bukti nyata dari perpaduan budaya dan agama yang berkembang di Nusantara pada masa Mataram Kuno.
Apa Asal Usul dan Sejarah-Nya?
Nama Ratu Boko berasal dari cerita rakyat yang mengaitkannya dengan Raja Boko, tokoh dalam legenda Roro Jonggrang. Dalam konteks sejarah, nama ini lebih dikenal dari berbagai prasasti dan bukti arkeologi yang mengindikasikan bahwa situs ini didirikan pada abad ke-8. Dinasti Syailendra, yang berkuasa pada masa itu, kemungkinan besar membangun kompleks ini untuk tujuan pemerintahan dan keagamaan. Salah satu prasasti penting, Prasasti Abhayagiri Wihara, menyebutkan bahwa situs ini dikenal sebagai "biara di bukit tanpa rasa takut," yang menegaskan bahwa tempat ini awalnya adalah pusat meditasi agama Buddha.
Namun, jejak Hindu juga ditemukan dalam struktur arsitekturnya, seperti ornamen lingga dan yoni yang melambangkan kepercayaan Hindu. Ini menunjukkan adanya integrasi keagamaan yang mencerminkan toleransi antarumat pada masa itu. Setelah digunakan oleh Dinasti Syailendra, kompleks ini sempat diubah menjadi benteng oleh Rakai Walaing pada masa pemerintahan raja-raja Mataram Kuno. Rakai Walaing menggunakan tempat ini sebagai pusat strategis dalam konflik politik yang melibatkan perebutan kekuasaan di Jawa Tengah.