Mohon tunggu...
Fidelis R. Situmorang
Fidelis R. Situmorang Mohon Tunggu... -

Tuan Ringo

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Aku Tidaklah Penting, Aku Hanya Seorang Pelacur.

8 November 2009   06:25 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:24 2468
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Telah enam hari warung ini kututup, Sejak pasukan Israel mengepung kota kami. Warung yang terletak di depan dan menyatu dengan rumah kami ini adalah tempat kami menggantungkan kehidupan kami. Kedua orang tuaku dan saudara-sauadaraku berkumpul di rumahku, menunggu dan berdoa supaya perang segera berakhir.

Warung remang-remang. Demikian warga kota Yeriko menyebut warungku, karena banyak lelaki hidung belang yang mampir ke warungku ini. Dan aku melayani mereka dengan sangat baik karena dari uang merekalah kami sekeluarga bisa menyambung hidup.

Warga kota ini secara bisik-bisik memberi gelar pelacur kepadaku. Rahab si pelacur. Aku tak perduli terhadap semua sebutan mereka. Yang penting aku dan seisi rumahku bisa makan. Bisa menyambung hidup di kota yang keras ini.

Aku sangat mencintai sekaligus membenci kota ini. Aku mencintainya karena banyak sekali kenangan manis masa remaja yang ku rasakan di kota ini bersama teman- teman. Namun aku juga membencinya karena sekarang teman-temanku itu bersikap seakan-akan tidak mengenal aku. Bahkan saat berpapasan di tengah jalan, mereka pura pura tidak melihat aku. Hmm.. Namun aku dapat memahaminya. Mungkin mereka tidak ingin jadi bahan pergunjingan seisi kota bahwa mereka berteman dengan Rahab si pelacur.

Tapi inilah keberadaanku sekarang. Kehidupan yang harus aku jalani. Aku harus menanggung semua kebutuhan keluargaku. Merawat ayah dan ibuku yang sudah lanjut usia, dan juga untuk memenuhi kebutuhan adik-adikku yang harus melanjutkan sekolah. Ya, mereka harus mendapatkan masa depan yang lebih baik daripada yang kini aku jalani. Itulah yang menjadi sangat penting sekarang. Aku sendiri tidaklah penting. Aku hanya seorang pelacur. Kalau saja aku bisa meminta untuk dilahirkan kembali, aku tidak akan memilih kehidupan seperti ini.

Dua minggu yang lalu dua orang pemuda gagah yang mampir ke warungku. Dari perawakan dan logatnya aku tahu bahwa mereka adalah orang asing. Aku melayani mereka dengan sangat ramah sama seperti kepada tamu-tamuku yang lain. Mereka adalah mata-mata Israel yang berusaha menyelidiki keadan kota kami. Sungguh sangat mengherankan bagiku, karena dari tampang mereka yang rupawan tersimpan nafsu untuk berperang dan nafsu membunuh yang sangat kejam seperti yang pernah aku dengar tentang apa yang mereka lakukan terhadap orang-orang Amori di seberang sungai yordan.

Aku menyembunyikan mereka di atap rumah, sebelum pasukan keamanan datang untuk menangkap mereka. Aku membohongi pasukan keamanan dengan mengatakan bahwa kedua pemuda rupawan itu telah pergi ke luar kota sebelum pintu gerbang kota di tutup. Mereka percaya kepadaku dan bergegas mengejar ke dua mata-mata itu ke arah gerbang kota.

Aku mengenal beberapa pasukan keamanan kota ini. Mereka sering datang ke warungku untuk meminta uang jasa keamanan. Beberapa di antara mereka sering tidur denganku. mulut-mulut yang sering memaki-maki orang itu sering menciumi tubuhku. Tangan-tangan yang sering mereka pakai untuk membunuh orang sering menjelajah seluruh bagian tubuhku. Tidak hanya pasukan keaman yang pernah tidur denganku. Beberapa pengusaha, tuan tanah dan banyak pemuda di kota ini juga pernah merasakan manis tubuhku.

Aku membuat kesepakatan dengan ke dua mata-mata Israel itu agar kalau mereka menyerang dan menaklukan kota kami, mereka memberikan jaminan keselamatan kepada seluruh keluargaku. Mereka menyetujuinya. Mereka meminta aku dan seluruh kerabatku harus berkumpul di rumahku ketika penyerangan terjadi dan memberi suatu tanda di rumah supaya pasukan Israel yang datang menyerbu dapat melihatnya sehingga tidak mengganggu rumah kami. Dan membiarkan semua yang ada di dalamnya untuk tetap hidup.

Ahhh... Semoga mereka mengingat kesepakatan itu. Sudah enam hari ini aku di landa kecemasan dan ketakutan yang amat sangat. Tentara Israel adalah tentara yang sangat kejam. Semoga orang tua dan saudara-saudaraku tetap mereka biarkan hidup. Supaya adik-adikku bisa melanjutkan sekolah untuk mengejar mimpi mereka untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik. Aku sendiri tidaklah penting. Aku hanya seorang pelacur.

Sebaiknya aku tidur saja dan menyerahkan semuanya kepada Tuhan. Ya,  Semoga harapan seorang pelacur ini didengar oleh Tuhan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun