Pacarku mengajakku kencan malam ini. Bukan di tempat yang mahal, macam dining sky yang ngehits, tapi di festival Klangenan Pasar Gabusan.
Sebagai pacar yang bukan seorang ASN, aku harus berbesar hati jika kali ini dia kembali mentraktirku bakso atau mie ayam, padahal aku ingin steak daging. Seperti pacarnya bestiku, yang selalu upload story diajak pacarnya makan si tempat mahal, dengan gaun dan dandanan aduhai.
Tapi aku bukan dia. Jadi aku berusaha menikmati jalanan becek di seantero pasar. Grimis baru saja datang. Kami tak berteduh, meski dia menawarkan jaketnya.
"Hujan air tak akan meluruhkan cintaku padamu,". Dia mulai menggombal. Aku tersenyum. Saat usia belasan, mungkin gombalan begitu membuatku berbunga. Tapi kini, hanya bunga bank yang membuatku luluh. Ah bukan berarti aku matre. Sebagai wanita dewasa, uang lebih dibutuhkan daripada sekadar cinta. Â Kamu bisa hidup tanpa cinta, tapi tidak tanpa uang.
Di bawah rimbunan pohon ringin, di samping stan2 penjual makanan tradisional, tiba2 dia berlutut.
"Ngapain kamu?"
Aku panik.
"Aku melamarmu. Bukan dengan cincin berlian seperti di drakor2 kesukaanmu itu, sayang. Hanya ini."
Dia mengangsurkan ponselnya.Â
Sekali lihat aku membaca pengumuman besar itu. Pemberitahuan diterima P3K.
Aku tercenung. Dalam pikirku menggabungkan perhitungan cepat pengurangan beras habis, gas dan listrik dari gaji P3k