"Menikah akan menghindarkanmu dari kesepian. Jadi menikahlah."
Aku tak bisa berkata-kata. bukan berarti hatiku setuju. Jika bukan orang tuaku yang mengatakannya, sudah kupastikan, perdebatan sudah pecah.
Aku selalu mencari cara bagaimana mengakhiri kalimat yang selalu berulang ini. Kalimat yang akan menjadi nightmare jelang lebaran, atau disela-sela gelak tawa saat nongkrong di kafe. Aku benar-benar muak.Â
Namun akhirnya, malam itu, setwlah puas jalan-jalan di Pasar Klangenan Gabusan, setelah puas mencicipi aneka jajanan di sana, aku bertekat akan jujur. dengan hati-hati, kuutarakan juga keinginanku.
"Mom and dad, maafkan aku. Tapi aku telah memilih melajang selamanya. Dunia pernikahan terlalu kejam untuk orang yang selalu gagal dalam percintaannya."
Aku tak berani menatap mata mereka. jemariku serasa membeku.
"Kamu ndak takut kesepian?"
"Kamu ndak takut dicemooh orang?"
Dan dalam kepalaku berjejer kisah-kisah perselingkuhan di drama korea. Mereka menikah tetapi mereka tetap kesepian.
 Kepalaku tiba2 pening.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H