Mohon tunggu...
fithriyah wasolo
fithriyah wasolo Mohon Tunggu... -

Saya fithriyah, saya adalah seorang mahasiswi. Sekarang ini saya ingin mencoba menggeluti dunia tulis-menulis.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Haruskah UN (Ujian Nasional) Tetap Dilaksanakan?

17 Januari 2014   07:16 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:45 987
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

HARUSKAH UN (UJIAN NASIONAL) TETAP DILAKSANAKAN?

Ujian Nasional merupakan sebuah sistem yang dibuat oleh menteri pendidikan, yang bertujuan untuk menetapkan kelulusan peserta didik melalui soal-soal dalam lembar jawaban SKJ dari beberapa mata pelajaran tertentu, di mana soal tersebut dibuat langsung oleh dinas pendidikan.

Judul di atas merupakan hal yang banyak dibicarakan oleh masyarakat. Ada beberapa pihak yang menyetujui tetap dilaksanakannya UN, dan ada yang tidak setuju akan hal tersebut. Dan menurut beberapa survey membuktikan bahwa, banyak mayarakat yang tidak setuju dan merasa keberatan dengan pelaksanaan UN, terutama para siswa dan orang tua wali. Menurut beberapa siswa, hal tersebut menjadi momok yang menakutkan bagi mereka. Bagaimana tidak, karena setiap tahun diadakannya UN, pasti ada paserta UN yang menjadi korban, seperti stres/ hilang kesadaran, sakit, dan bahkan sampai kehilangan nyawa dengan bunuh diri karena takut tidak tidak bisa menjawab soal-soal UN dan tidak lulus.

Ada pendapat dari beberapa pihak yang telah lulus sekolah, bahwa mereka setuju akan tetap dilaksanakannya UN. Mereka mengatakan bahwa UN harus tetap dilaksanakan, agar bagi yang masih bersekolah dapat merasakan penderitaan seperti apa yang mereka rasakan, dengan melewati hari-hari yang menakutkan. Kalau hal ini menjadi sebuah alasan, maka UN tersebut hanya dijadikan sebagai ajang balas dendam bagi mereka yang telah lulus. Ini adalah pendapat yang tidak baik dan kurang bijak.

Mengenai UN ini, kita dapat melihat bahwa tidak adanya hak guru sebagai seorang pendidik, yang seharusnya menjadi penentu kelulusan peserta didik, karena gurulah yang selama tiga tahun mengajar, mendidik, membimbing, mengarahkan siswa dan lain-lain. Justru hak tersebut telah tergeser dan diambil alih oleh secarik kertas yang bertuliskan soal-soal UN.

Hal ini menjadi sesuatu yang tidak adil bagi seorang guru, harusnya mereka yang lebih berhak dan berperan penting dalam kelulusan siswa. Sebab guru yang lebih mengetahui seperti apa anak didiknya, baik itu intelegensi, sikap, keterampilan mereka dan lain-lain. Dalam hal ini, guru mempunyai penilaian yang lebih objektif, penilain tersebut dilihat dari tiga aspek, yakni kognitif, psikomotorik, dan afektif. Sehingga dengan begitu, baik guru maupun sisiwa merasa adil akan penilain tersebut, dan tidak ada pihak yang meresa dirugikan.

Dari situ dapat kita lihat bahwa guru bukan hanya menilai atau mengevaluasi kognitif peserta didik saja, namun psikomotorik dan afektifnya juga dinilai. Berbeda dengan UN, yang menentukan kelulusan dengan hanya melihat aspek kognitif/ kecerdasan siswa. Dan itupun belum tentu semua siswa yang lulus benar-benar bisa menjawab soal UN dengan baik berdasarkan kecerdasan dan pengetahuan mereka, bisa jadi itu semua karena faktor keberuntungan.

Banyak kasus UN yang merugikan beberapa pihak. Ada siswa yang cerdas dan pintar, namun tidak lulus UN karena salah atau keliru mengisi lembar jawaban SKJ, sehingga ia harus mengikuti paket C. Dan baru-baru ini pada UN kemarin, banyak sekolah yang harus menunda atau mengundurkan jadwal pelaksanaan UN karena soal yang terlambat datang. sehingga para siswa dari sekolah tersebut harus mengikuti ujian saat para siswa lain telah selesai melaksanakan UN dan tinggal menunggu hasilnya.

UN ini juga membuat siswa menjadi malas belajar dengan mengharapkan adanya bocoran soal-jawaban. Ada yang melakukan kecurangan-kecurangan agar dapat lulus UN. Ini justru membuat siswa tidak percarya diri akan kemampuannya, sehingga tidak adanya keadilan bagi siswa lain yang telah berusaha keras belajar dengan baik.

Selain itu, dalam UN ini kita tidak bisa menyamai pendidikan sekolah di kota-kota besar dengan sekolah di pedalaman/ kota-kota kecil yang juga kelulusan siswa ditentukan melalui UN. Ini merupakan hal yang tidak adil bagi sekolah pedalaman, sebab di sekolah tersebut fasilitasnya kurang memadai untuk dilaksanakannya proses belajar mengajar dengan baik. Berbeda dengan sekolah di kota-kota besar yang fasilitasnya lengkap sehingga menunjang pembelajaran siswanya.

Oleh karena itu, saya sebagai penulis berpendapat bahwa sebaiknya pelaksanaan UN ini lebih dipertimbangkan kembali. Di sini saya merupakan pihak yang kurang setuju akan tetap diadakannya UN 2014 dan seterusnya. Karena hal ini lebih banyak dampak negatif dari pada positifnya bagi masyarakat. Alangkah lebih baik apabila penentuan kelulusan peserta didik dikembalikan pada pihak sekolah khususnya para guru. Mereka yang lebih berhak atas hal tersebut dan lebih mengetahui keadaan siswanya. Dan penilaian mereka juga lebih objektif. Dengan begitu, pendidikan di Indonesia menjadi lebih baik dan lebih maju ke depannya.

Posted: fithriyah wasolo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun