Di Indonesia, Banyak orang-orang yang hebat mempunyai pengetahuan tentang Sejarah dan Budaya suku bangsa Indonesia, bahkan sudah banyak yang memiliki penelitian-penelitian tentang sejarah daerah dan menghasilkan kajian-kajian. sehingga terciptanya terbitan buku-buku dari sumber penulisnya.
Tapi banyak buku cenderung salah terbitannya karna dalam penulisan sejarah, kajian atau analisis sejarah tidak begitu lengkap dalam buku-buku yang ditulis. Yang banyak pengurangan catatan sejarah dan penambahan sejarah. Sehingga menghasilkan kekurangan fakta sejarah dari penulis-penulis, karna itulah banyak buku-buku yang perlu di ralat kembali dalam cacatan penulis sejarah daerah maupun tingkat nasional.
Karna salah satu faktor umumnya adalah para cendikiawan-cendikiawan yang menguasai pengetahuan sejarah dan budaya tidak bisa menerjemahkan bahasa asing, tidak mengetahui sejarah dan budaya dari sumber aslinya atau kurangnya pengetahuan dalam bahasa-bahasa daerah. Itu sebab terbitan dari buku-buku adalah pemalsuan sejarah, manipulasi sejarah, pengurangan sejarah, atau penambahan sejarah yang hanya demi gelar. Dan yang menjadi dampak kritis adalah sektor-sektor pendidikan sejarah dan budaya Indonesia karna pembodohan sejarah.
Seperti yang ditulis dalam postingan dibawah ini, penulis Drs. Varly S.H Prang yang memiliki gelar, Beliau menyatakan bahwa 'Raja' Bolaang Mongondow Abad ke17 tahun 1600 (tewas terkena bambu runcing yang di lemparkan oleh salah seorang Tonaas Minahasa, jenasah pemimpin/Bogani Bolaang Mongondow tidak lagi dibawah pulang oleh anak buahnya dan hanya dibiarkan begitu saja"). Isi postingan ini seakan-akan menghina, melecehkan, menyudutkan Suku Bangsa Mongondow dan jejak Pitara Keraja-rajaan Bolaang Mongondow (BMR).
Dan saya sebagai keturunan Ki Datuela dari pohon induk Punu Damopolii dalam Kerajaan Bolaang Mongondow, tidak menerima term dalam postingan ini karena seakan-akan menghina, Memalsukan sejarah Datu Lolonda Mokoagow pada abad ke 17 tahun 1600-. Karna Datu Loloda Mokoagow meninggal secara terhormat, tidak dalam perang Minahasa dan makamnya ada di Bolaang Mongondow Raya. Oleh karena itu, saya sangat berharap kepada kaum cendekiawan agar menulis/menyatakan sejarah sesuai bukti dan fakta dari pada sumbernya agar gelar-gelar yang didapat juga benar bukan dari hasil pemalsuan jejak pitara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H