Dunia telah memasuki era Revolusi Industri 4.0. Ini wujud nyata bahwa dunia terus bergerak dalam perubahan yang berkelanjutan dan tak terhentikan. Revolusi Industri dalam perjalanan sejarahnya telah menimbulkan suatu lingkungan industri yang penuh dengan volatility, uncertainty, complexity, dan ambiguity (VUCA). Aparatur Sipil Negara juga tak pelak menjadi ujung tombak pelayanan yang harus menyesuaikan dimana para ASN tersebut dituntut untuk selalu memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat dengan basis kompetensi yang unggul.
Namun demikian, berdasarkan hasil rilis Badan Kepegawaian Negara pada tahun 2022 menyatakan bahwa hampir 85% Instansi Pemerintah memiliki nilai Rendah/Sangat Rendah pada penilaian Indeks Profesionalitas ASN. Melihat kembali visi Presiden RI nomor 8 (delapan) yaitu "Pengelolaan Pemerintahan yang Bersih Efektif, dan Terpercaya" dengan melaksanakan arahan Presiden nomor 4 (empat) yaitu "Penyederhanaan Birokrasi" dan agenda pembangunan nomor 7 (tujuh) yaitu "Memperkuat Stabilitas  Polhukam  dan   Transformasi   Pelayanan   Publik"   dengan "Mewujudkan Pengelola ASN yang Profesional dan Berintegritas Untuk Mendukung Tercapainya Indonesia Maju yang Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong". Tiga tahun terakhir ini serasa pengembangan kompetensi sangat lambat dilihat dari capaian pengembangan kompetensi dan kinerja juga rendah. Anggaran pengembangan kompetensi paling cepat dipangkas, direfokusing, diefisiensi atau istilah lainnya yang lebih ekstrem untuk penguatan bidang lainnya, kita sebut penanganan Covid-19. Tak pelak dalam 3 tahun terakhir ini, ASN sepertinya melambat untuk upaya mandiri dalam pengembangan kapsitasnya. Tahun SDM di 2019 hanya sebagai gaung semata tanpa ada bukti nyata. Maka dengan segala keterbatasan ini, ASN tentunya harus mencari jalan sendiri secara mandiri untuk pengembangan kapasitasnya masing-masing. Kewajiban setiap ASN untuk pengembangan kompetensi 20 JP/tahun adalah menjadi hal yang berat ketika dihadapkan pada kondisi saat ini. Menghargai sebuah nilai kompetensi seperti halnya menghargai barang mewah, sulit terjangkau bagi ASN. Maka ada beberapa teroboson yang dapat ditempuh oleh setiap ASN antara lain :
1. Merubah mindset para ASN dan pemangku kebijakan bahwa pengembangan kompetensi yang diamanahkan oleh UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN dan PP Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS tidak semata pelatihan klasikal namun semua pelatihan dalam upaya pengembangan kapasitas dengan bentuk lainnya diantaranya: in house training/pelatihan di kantor sendiri, sit in program/magang, detasering/penugasan, coaching, mentoring, team of team/kerja tim, community of course, community of practices, atau nama-nama lain sejenisnya harus diupayakan secara sungguh-sungguh.Â
2. Adanya mandatory spendid yang jelas dan benar-benar dilaksanakan di semua lembaga Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Tidak hanya diatur di dalam regulasi juklak APBN/APBD namun prosentase yang sudah ada menjadi wajib/mandatory untuk upaya nyata pengembangan kompetensi para ASN guna mewujudkan Birokrasi Yang Kapabel menuju Indonesia Maju 2024.
3. Memanfaatkan teknologi digital sebagai bentuk transformasi digital di bidang pemerintahan. Instansi Pemerintahan dapat memanfaatkan teknologi digital dalam frame Learning Management System yang ada di dalam sistem informasi manajemen kepegawaiannya masing-masing untuk memfasilitasi para ASNnya maju dan berkembang untuk mendapatkan kesempatan yang sama dalam hal pengembangan kompetensinya.
4. Mengupayakan bahwa setiap ASN adalah seorang Learner (Pembelajar) dan juga Learning Center (Pusat Pembelajaran). Budaya belajar tidak hanya dimiliki oleh para pelajar dan mahasiswa saja tetapi juga oleh para ASN dimana ASN Pembelajar diyakini dapat meningkatkan kapasitas kemampuannya dan juga dapat menjadikan dirinya sebagai Pusat Pembelajaran bagi ASN lainnya dan juga masyarakat umumnya.Â
5. Membudayakan bahwa sebuah organisasi adalah Learning Organization untuk semuanya. Sebuah organisasi pembelajar merupakan habit bagi setiap orang yang ada di dalam organisasi tersebut. Pentingnya berbagi dalam konteks learning organization tidak hanya bermanfaat bagi kelangsungan organisasi saat menghadapi perubahan dan ketidakpastian yang sedang terjadi.
6. Menegaskan kembali bahwa ASN saat ini tidak lagi sebagai "sapi perahan" yang dieksplore habis-habisan tenaganya untuk laju organisasinya namun sudah ditempatkan pada  sebuah nilai investasi. ASN Pembelajar sudah menjadi budaya dan dapat mendorong individu maupun organisasi untuk meningkatkan pengetahuan, kompetensi, dan peningkatan kinerja secara berkelanjutan. Maka ASN harus dirawat, dikembangkan dan ditingkatkan kapasitas kemampuannya agar dapat mewujudkan visi dan misi organisasinya. Sehingga ASN ini memiliki nilai kompetensi yang dihargai oleh lembaganya.
7. ASN juga sudah saatnya untuk menciptakan good corporate governance dimana mengambil spirit corporate dengan dedikasi, kinerja dan kesejahteraannya dapat menjadi pemicu semangat semuanya dalam mengabdikan dirinya memberikan pelayanan terbaiknya.
8. Mewujudkan Entrepeneurial Bureaucracy saat ini menjadi sangat penting karena ASN diarahhkan dan diajak untuk masuk ke frame pemikiran bahwa ASN harus memiliki sifat kewirausahaan dimana spiritnya adalah kreatifi penuh ide-ide, siap menghadapi tantangan zaman/adaptif, berkolaborasi dan memiliki jejaring yang luas. Tentunya ini adalah hal-hal baik yang perlu dikembangkan di dalam lingkungan birokrasi.
Rasanya tidak akan cukup untuk menceritakan hal terkait pengembangan sumber daya manusia di negeri ini, keterbatasan dana kadang menjadi alasan untuk ASN berkembang. Namun sudah tidak zamannya lagi kita mengeluhkan soal dana, ada baiknya kita menciptakan peluang-peluang dengan banyak membuat jejaring kerja dengan Pemerintah, Pemerintah Daerah dan Swasta agar saling kolaborasi dalam mewujudkan Indonesia Emas 2045. Saling sinergi untuk membangun negeri, saling kolaborasi untuk pertiwi. Salam kompetensi.