Dari kecil, sejak nonton versi kartunnya di televisi, saya paling suka sama Storm. Biar saja kalau ada mutan lain yang lebih canggih ilmunya. Buat saya, Storm tetap yang paling keren.
Makanya saya sempat kecewa berat, sewaktu di lima belas menit terakhir Days of Future Past, Storm mati dengan mudahnya. Duh, nggak rela banget. Kalaupun Storm mati pun, harusnya dengan heroik. Pake proses sulit dan berjuang hingga berdarah-darah gitu. Bukannya gugur dengan sekali tusuk. Rasanya kayak pengin masuk ke layar besar itu dan menariknya jauh-jauh dari para sentinel, biar dia bisa bikin kilat super gede untuk membikin para pembunuh mutan itu jadi sate.
Sentinel, mesin bikinan Bolivar Trask adalah mesin pemburu mutan yang dibuat dengan menggunakan DNA Mistique. Makanya badan mereka awet sebab bisa beregenerasi dengan super cepat. Kalau Mistique hidup di dunia nyata, mungkin akan banyak perusahaan kosmetik yang berebut menjadikan sel-selnya sebagai bahan dasar pembuatan serum awet muda. Bukan tidak mungkin Mistique jadi pemilik satu merk kosmetik yang dilabeli namanya sendiri. Bukannya dijadikan materi pembuat mesin pembunuh. Kadang, dunia nyata lebih sederhana daripada film :(
Untuk menyelamatkan masa depan (dengan cara mencegah Trask Industries mendapatkan DNA Mistique dan mencegah Mistique jadi mutan yang anti manusia), Profesor X dan Magneto mengutus Wolverine ke tahun 1973 dengan kekuatan Kitty Pryde. Eniwe, bukannya Xavier sudah mati dan Magneto sudah disuntik obat penghilang gen mutan ya? Kok mendadak nongol lagi. Punya super power utuh dan dalam kondisi prima pula. Entahlah. Kali-kali penulisnya kejedot tembok dan amnesia pada cerita tempo hari. Saya juga agak kabur ngingatnya. Padahal saya nggak amnesia, cuman pelupa saja ;P
Karena menyadari potensi masalah yang bisa terlahir dari keberadaan Mistique, Magneto di masa lalu berusaha membunuh Mistique. Charles Xavier, yang ternyata mudanya berambut gondrong dan cakep bingits (James McAvoy cin!), mati-matian melindungi Mistique. Bukan karena doi sekedar ingin menyelamatkan masa depan tapi sebab Xavier mencintai Mistique. Dan dalam cintanya, Charles punya kepercayaan pada nurani Raven (nama asli Mistique). Baru tahu kalau ternyata mereka bersahabat sejak kecil.
Oh ya, ada yang pernah punya keinginan mindah stadion olahraga ke tempat lain? Ke lapangan di ujung desa, umpamanya. Biar mimpi masa kecil maen gundu di stadion paling gede se-bumi terkabul (bayangkan susahnya nyari gundu yang nyungsep di stadion segede itu!!). Kalo ada, bolehlah minta bantuan Magneto. Dia sudah pengalaman, karena di tahun 1973 pernah memindahkan stadion ke sekeliling gedung putih. Tujuannya tentu, untuk membikin seluruh dunia takut pada mutan, karena mutan adalah proses evolusi selanjutnya dari manusia.Tapi, sehebat apapun seorang mutan, mereka selalu kalah ditandingkan kekuatan terbesar manusia: harapan.
Harapan membuat manusia bangun tengah malam untuk nulis sukripsi. Harapan bikin seorang anak kecil berlari cepat ke warung terdekat buat beli garam sebelum sayur lodeh yang dimasak ibunya matang. Harapan yang membuat seorang penulis mati-matian berjuang melawan dead lock ide demi merampungkan fiksinya. Harapan yang menyeret saya ke bioskop dan menyelesaikan tempo dua setengah jam masa tayang X-men terbaru ini. Dan harapan juga yang saya (serta penulis dan segenap kru film ini) harapkan terlahir kembali dari setiap jiwa putus asa serta setengah mati butuh hiburan-pasca merampungkan tontonannya. Karena harapan adalah salah satu senjata terhebat manusia. Dia juga yang akan mempengaruhi keberlangsungan hidup dan cara hidup umat manusia di bumi. Berharap sepenuh hati, berjuang untuk mencapai harapannya, berdoa agar harapannya terkabul, lalu pasrah pada tangan ajaib Ilahi.
Habis nonton X-men Days of Future Past, saya jadi bingung: mana yang masa depan, mana yang masa lalu? Karena ternyata masa depannya berada di masa lalu dan menulis ulang masa lalu. Kayak tipex ajaib yang mampu mengubah segalanya. Bukan tidak mungkin: kalau saya naik mesin waktu, pergi ke tempo lima puluh tahun lalu, kemudian memindahkan dua butir paku dari depan rumah kakek buyut saya, masa depan saya dirombak total menjadi saya ini kelahiran Jakarta dan hobi olahraga. Lalu apa jadinya masa depan yang tempo hari saya tinggalkan? Dia murni terhapus dari sejarah seolah tidak pernah ada. Atau tetap lanjut di versi berbeda?
Kalau Bryan Singer percaya asumsi yang pertama. Kali juga, ini pesanan produser, mungkin karena nyesek-menyesal sudah bikin mati mutan-mutan hebat yang ternyata bisa jadi lahan ide untuk sequel X-men yang dapat mendulang duit lebih banyak. Hehe, jadi ingat beberapa sinetron (yang bukan serial super hero) kita. Tokoh-tokohnya bisa secara ajaib hidup lagi atau selamat dari insiden dengan cara yang luar binasa mustahil, demi kepentingan rating. Toh, saya setuju saja dengan kisah Future Past ini. Saya rela dibodohi dengan canggih begini. Biar di masa depan, saat saya sedang butuh hiburan (atau sekedar pengen dibawa ke negeri mutan), saya bisa kabur ke bioskop dengan hati riang.
Di akhir film, sebagaimana di penghujung sekuel X-men sebelumnya, ada cuplikan adegan. Isinya pameran kekuatan seorang mutan dalam membikin paramida. Jangan-jangan penulisnya nanti bilang kalau yang membangun piramida adalah para mutan. Bukankah, menurutnya, sebagaimana disebut Magneto saat berdebat dengan Xavier, JFK adalah mutan juga. Ngomong-ngomong, adakah yang tahu, kapan mutan pertama dilahirkan? Kekuatannya apa dan tinggal di mana?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H