Mohon tunggu...
Fita Sabana Rahayu Rumayomi
Fita Sabana Rahayu Rumayomi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi saya membaca novel, bermain gitar, dan nonton k-drama

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hilangnya Rasa Percaya Diri Pada Anak yang Mengalami Kekerasan Seksual

17 Juni 2023   14:13 Diperbarui: 17 Juni 2023   14:17 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kekerasan seksual pada anak merupakan masalah yang sangat serius dan memerlukan perhatian khusus dari masyarakat. Anak-anak yang menjadi korban kekerasan seksual akan mengalami trauma yang sangat berat dan dapat mempengaruhi seluruh aspek kehidupan mereka, termasuk hilangnya rasa percaya diri. Hal ini dapat berdampak pada perkembangan psikologis dan sosial anak, yang dapat memengaruhi kualitas hidup mereka di masa depan.

Hilangnya rasa percaya diri merupakan salah satu dampak yang paling umum dirasakan oleh anak yang mengalami kekerasan seksual. Anak-anak yang mengalami kekerasan seksual seringkali merasa malu, takut, dan merasa tidak berharga. Mereka mungkin merasa tidak mampu untuk melakukan tugas-tugas sehari-hari dan merasa tidak dihargai oleh orang lain. Kondisi ini dapat berdampak pada kepercayaan diri anak dan membuat mereka sulit untuk berinteraksi dengan orang lain.

Selain itu, anak-anak yang mengalami kekerasan seksual seringkali merasa kesulitan untuk memahami dan mengungkapkan perasaan mereka. Mereka mungkin merasa takut atau malu untuk berbicara tentang pengalaman yang mereka alami, sehingga dapat memperburuk kondisi psikologis mereka. Kondisi ini membuat anak-anak yang mengalami kekerasan seksual membutuhkan dukungan dan perlindungan yang lebih besar dari keluarga dan masyarakat.

Dalam beberapa kasus, anak-anak yang mengalami kekerasan seksual mungkin mengalami gangguan emosi yang lebih serius, seperti depresi, ansietas, dan stres pasca-trauma. Hal ini dapat memperburuk kondisi mereka dan membuat mereka semakin sulit untuk memulihkan diri. Oleh karena itu, peran keluarga dan masyarakat sangat penting untuk membantu anak-anak yang mengalami kekerasan seksual untuk mendapatkan dukungan dan perlindungan yang mereka butuhkan.

Berbagai kasus kekerasan seksual yang menghantui anak Indonesia sangat memprihatinkan. Dalam data KPAI setidaknya dalam 3 tahun terakhir posisinya selalu menjadi top three dalam data puncak pelanggaran hak anak. Menurut KPAI di tahun 2022 pengaduan kasus-kasus kejahatan seksual terhadap anak mencapai 834 kasus baik secara langsung maupun tidak langsung. 

Aduan tertinggi berasal dari jenis anak sebagai korban pencabulan sebanyak 400 kasus, lalu diikuti oleh aduan anak sebagai korban kekerasan seksual pemerkosaan/persetubuhan sebanyak 395 kasus, anak sebagai korban pencabulan sesama jenis 25 kasus dan anak sebagai korban kekerasan seksual pemerkosaan/persetubuhan sesama jenis sebanyak 14 kasus. 

Sedangkan dalam sistem informasi online kekerasan perempuan dan anak /Simfoni PPA KemenPPA RI, terkait kekerasan seksual terhadap anak hingga pertengahan tahun 2022 saja pengaduan anak korban kekerasan seksual mencapai 4.718 kasus, sedangkan sepanjang tahun 2021 mencapai 7.545 kasus. FSGI menemukan bahwa sebanyak 46,67% kasus kekerasan seksual sepanjang Januari-April 2023 terjadi pada jenjang SD/MI, 13,33% di jenjang SMP, 7,67% terjadi di SMK, dan 33,33% di Pondok Pesantren. Dari 15 kasus tersebut, 46,67% satuan pendidikan tersebut di bawah kewenangan Kementerian Agama dan 53,33% dibawah kewenangan Kemendikbudristek.

Dalam upaya untuk mengatasi kekerasan seksual pada anak, diperlukan upaya bersama dari semua pihak, termasuk keluarga, masyarakat, dan pemerintah. Perlunya peningkatan kesadaran masyarakat tentang pentingnya melindungi anak-anak dari kekerasan seksual dan memberikan dukungan yang diperlukan bagi anak-anak yang menjadi korban. 

Dengan dampak psikologis yang sudah terlihat saat ini maupun akan memberikan efek jangka panjang, maka perlu memberikan pendampingan psikologis secara intensif berupa konseling dan terapi psikologis untuk dapat mengurangi rasa  trauma maupun dampak psikologis negatif yang lain. 

Beragam intervensi psikologi dapat membantu dalam pemulihan trauma yang dirasakan korban. Pendekatan psikologi Islami melalui family therapy disertai story telling therapy dengan pendekatan psikologi Islami yaitu penerapan shiroh Islam melalui pembacaan cerita dan permainan peran memberikan dampak yang positif terhadap kondisi anak korban kekerasan seksual  (Desiningrum & Fauziah, 2018). Dengan upaya bersama ini, diharapkan dapat mengurangi kasus kekerasan seksual pada anak dan membantu anak-anak yang menjadi korban untuk memulihkan diri dan mendapatkan kembali rasa percaya diri mereka

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun