Mohon tunggu...
Sosbud Pilihan

Poligami, Perselingkuhan yang Dilegalkan, Benarkah Termasuk Kekerasan pada Perempuan?

10 Desember 2017   18:26 Diperbarui: 10 Desember 2017   18:32 1869
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Poligami merupakan topik paling kontroversial di telinga masyarakat. Kehadirannya selalu menuai pro kontra yang tak kunjung mereda. Entah siapapun yang melakukannya. Berbagai kalangan telah terciduk ketika hendak bahkan telah berpoligami, mulai dari kalangan masyarakat kelas ekonomi menengah ke bawah, pengusaha, politisi, sampai muballigh pun berhasil tersorot media ketika hendak ataupun telah berpoligami.

Kasus poligami yang paling banyak menuai pro dan kontra adalah kasus poligami da'i kondang yang ceramahnya telah dikenal di seantero negeri. Sebut saja ustadz habsyi dan A'a gym. Rumah tangga ustadz Habsyi mulai menjadi sorotan publik ketika sang istri melayangkan gugatan cerai karena beliau kepergok telah menikah dengan wanita lain selama 7 tahun. Sebenarnya, sang istri tidak menyoalkan kasus poligaminya, namun tentang kebohongan yang dirahasiakan selama tujuh tahun. Hal tersebut yang membuat sang istri kecewa dan dengan berbagai pertimbangan, akhirnya ia menggugat cerai suaminya sekitar bulan maret lalu.

Kasus yang menggemparkan lagi adalah kasus seorang da'i kondang yang juga memiliki istri lebih dari 1. Sebut saja Aa Gym. Dalam ceramahnya, beliau selalu berusaha keras untuk menghindari pembahasan poligami. Namun beberapa tahun kemudian, para jamaahnya malah dikejutkan oleh sebuah berita bahwa beliau telah mempersunting janda cantik berusia 37 tahun sebagai istri kedua.

Dari kedua kasus di atas, sekilas memang tidak ada masalah dalam rumah tangganya. Namun apabila ditelisik lebih dalam lagi, hal tersebut termasuk hal-hal yang dapat berujung pada kekerasan terhadap perempuan. Diantara dampak terbesar adalah dampak terhadap psikis istri maupun anak. Meskipun tidak nampak, namun kekerasan psikis pada istri dan anak dapat menimbulkan efek samping seperti depresi, stress, bahkan yang paling akut adalah mencapai level gila.

Pernikahan poligami memang diperbolehkan dalam islam, sehingga mau tidak mau, negara juga melegalkan pernikahan tersebut. Sekalipun telah ditetapkan syarat dan ketentuan yang harus dipenuhi sebelum berpoligami. Apabila ditinjau lebih lanjut, poligami zaman sekarang dengan poligami pada zaman Nabi sungguh jauh berbeda. Di zaman Nabi, seorang laki-laki diperbolehkan untuk menikah lagi karena pada saat itu terjadi banyak peperangan yang menyebabkan banyak laki-laki jatuh berguguran di medan perang. Akibatnya, banyak pula janda-janda dan anak-anak yatim yang terlantar.

Sedangkan apabila berbicara pada konteks jaman sekarang, peperangan sudah tidak ada lagi. Lantas apa yang akan dijadikan sebagai alasan poligami ? Apabila alasannya adalah untuk membantu kehidupan janda dan anak yatim, maka poligami akan semakin merajalela di bumi ini. Seperti yang diketahui, janda jaman sekarang tidak hanya karena ditinggal wafat suami, tapi juga karena perceraian. Bahkan kasus perceraian semakin marak. Banyak pula perceraian terjadi sebab orang ketiga. Jika hal tersebut yang terjadi, maka besar kemungkinan pernikahan tersebut berawal dari perselingkuhan yang kemudian naik level ke pelaminan. Dengan demikian, poligami bisa disebut sebagai perselingkuhan yang dilegalkan.

Lantas, bagaimana bisa poligami disebut sebagai sebagai tindak kekerasan terhadap perempuan ?

Banyak orang mengatakan, jumlah jenis kelamin laki-laki-laki lebih sedikit daripada jumlah perempuan. Namun apabila dilihat dalam data statistik Indonesia di BPS (Badan Pusat Statistik), perkiraan rasio jenis kelamin penduduk, yang dinyatakan dengan banyaknya penduduk laki-laki untuk 100 penduduk perempuan. Kita mendapati perkiraan bahwa untuk 100 perempuan ada 100,9 laki-laki di Sumatera, 99,3 laki-laki di Jawa, 100,7 laki-laki di Bali, 98,1 laki-laki di Sulawesi, 104,1 laki-laki di Kalimantan, 105,4 laki-laki di Maluku dan Papua. Untuk tingkat nasional perhitungannya adalah untuk 100 per-empuan ada 99,8 laki-laki di Indonesia. Dengan kata lain, jumlah laki-laki dan perempuan adalah seimbang. Sehingga mitos tersebut telah terbantahkan.

Kemudian, mengenai poligami termasuk dari kekerasan terhadap perempun, dilansir dari data sensus terhadap istri yang dipoligami oleh LBH APIK Jakarta tahun 2001-2005, poligami memperlihatkan bentuk-bentuk kekerasan terhadap istri-istri dan anak-anak mereka, mulai dari tidak diberi nafkah (37 kasus), tekanan psikis (21 kasus), penganiayaan fisik (7 kasus), penelantaran istri dan anak-anak (23 kasus), diceraikan oleh suaminya (6 kasus), ancaman dan teror (2 kasus) serta pengabaian hak seksual istri atau pisah ranjang (11 kasus).

Berdasarkan data yang dipaparkan diatas, dapat dipahami bahwasanya praktek poligami di konteks masa kini perlu dipertimbangkan lagi. Apabila istri kedua masih perawan, maka besar kemungkinan pernikahan tersebut hanya didasarkan pada hasrat semata. Bukan untuk kepentingan sosial. Karena di jaman Rasulullah, satu-satunya istri Nabi yang masih perawan adalah Aisyah. Istri lainnya menikah dengan Rasul dengan berstatus janda. Pernikahan poligami tersebut juga didasarkan atas dakwah dan kepentingan sosial serta agama. Pun Rasulullah tidak bisa adil dalam urusan perasaan. Sekalipun dalam proses pergiliran telah diaturdengan adil. Sehingga akan salah apabila ada yang mengatakan poligami dianggap sebagai sunnah Rasul. Rasululah sendiri merupakan sosok yang sangat menjunjung martabat seorang wanita. Mustahil jika beliau justru menganjurkan poligami.

Hendaknya tiap laki-laki mulai intropeksi diri. Mulai berpikir, apakah poligami benar-benar tidak menyakiti perempuan. Apakah alasan untuk berpoligami benar-benar murni untuk menolong wanita lain, atau justru mencari hasrat semata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun