Hari Selasa tgl 22 Juli 2014 merupakan hari bersejarah bagi bangsa Indonesia dan kita sudah menyaksikan hasil akhir versi KPU yang memenangkan JKW-JK sebagai Presiden terpilih dengan selisih 5 %-6% lebih tinggi dibanding Prabowo-Hatta.
Kejadian-kejadian unik dan menggelitik dan agak mengagetkan ketika proses pengumuman hasil Pilpres belum tuntas tahu-tahu Prabowo menyatakan mengundurkan diri dari proses pemilihan presiden dan menyatakan banyak kecurangan yang dilakukan penyelenggara Pilpres...
Kami sebenarnya kepingin tahu proses berlangsung tuntas dan Bapak Prabowo bisa menerima dengan legowo dan mengucapkan selamat kepada Capres terpilih, akan tetapi hal ini pupus sudah karena keburu Bapak Prabowo memantapkan keputusannya.
Kami selaku anak bangsa dan secara pribadi kami netral dan berusaha seobyektif mungkin untuk menyikapi hal ini. Akan tetapi dari kejadian itu kami mencoba untuk berpikir dan mengapa hal ini bisa dilakukan oleh seorang Prabowo yang notabene orang yang tegar kok bisa menyatakan hal tersebut.
Akan tetapi setelah kami analisis bahwa proses penghitungan dan pengumuman oleh KPU serasa sangat tersetting sepihak sehingga aura kemenangan sudah di hembuskan oleh KPU sendiri dengan memfinalkan hasil tersebut dan meninggalkan atau seakan mengabaikan berbagai gugatan dari pihak yang kalah tanpa ada konfirmasi dan tindak lanjut dan justru melimpahkan ke MA/MK padahal ini kan tanggung jawab KPU....jelas sekali KPU tidak profesional karena dalam hal ini seperti diutarakan oleh Mantan Anggota KPU dan Ahli Hukum Tata Negara yang menyatakan bahwa Tumpulnya Bawaslu dan KPU sehingga follow terjadinya pelanggaran Pilpres tidak dilakukan dengan baik......justru hal ini yang akan membahayakan keselamatan dan keamanan negara. jadi kalau terjadi kekacauan negara maka KPU lah yang harus bertanggung jawab.
Ahli Hukum Tata Negara Irman Putra Sidin menilai, konflik yang terjadi di lembaga penyelenggara Pemilu, yaitu Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) bagai perseteruan antara bawang merah dan bawang putih.Pernyataan ini Irman sampaikan dalam sidang kode etik penyelenggara Pemilu yang digelar DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu) di lantai 5, ruang sidang DKPP, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Jumat (05/04/13
Kami juga dimintai pendapat oleh Bawaslu terkait konflik internal di pasal 22E penyelenggara pemilu. Yang kami istilahkan dalam problematika ini yaitu seperti konflik legenda bawang merah dan bawang putih,” ujarnya.
Hal ini, menurut Irman, selain kedua lembaga penyelenggara Pemilu itu, hal serupa juga terjadi pada di lembaga legislatif dan yudisial.
“Ini terjadi bukan hanya pasal 22 E antara Bawaslu dan KPU, terjadi di pasal tentang kekuasaan kehakiman antara MA dengan KY dan juga terjadi di bab antara kewenangan parlemen, DPR dan DPD. Jadi ada lembaga-lembaga yang terjebak di konflik,” terangnya.
Lebih lanjut, kata Irman, terkait perbedaan penafsiran di dalam melaksanakan seluruh tahapan Pemilu, ia menyarankan agar kedua lembaga untuk segera melakukan rekonstruksi konstitusional didalam meminimalisir perbedaan penafsiran undang-undang.
“Nah, kami menyarankan kepada Bawaslu untuk ini segera harus dilakukan rekonstruksi konstitusional agar sindrom itu hilang. Konflik-konflik itu bagaimana melakukan konflik interprestasi konstitusional pada sindrom itu,” tambahnya.