Mohon tunggu...
Citra Maria Fisichella
Citra Maria Fisichella Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ekonomi Gigs: Bagaimana Freelancer Merubah Struktur Tenaga Kerja di Indonesia

7 Oktober 2024   10:52 Diperbarui: 9 Oktober 2024   21:49 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dalam beberapa tahun terakhir, konsep ekonomi gigs telah berkembang pesat di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Didukung oleh kemajuan teknologi dan meningkatnya akses internet, para pekerja yang sebelumnya bergantung pada pekerjaan tradisional mulai memilih jalur kerja freelance atau gigs. Fenomena ini tidak hanya berdampak pada cara individu bekerja, tetapi juga mengubah struktur tenaga kerja secara keseluruhan. Artikel ini akan membahas lebih dalam mengenai bagaimana para freelancer telah merubah lanskap tenaga kerja di Indonesia, tantangan yang dihadapi, serta dampak jangka panjangnya bagi perekonomian.

Ekonomi gigs mengacu pada sistem kerja di mana individu menawarkan jasa atau keterampilan mereka melalui kontrak jangka pendek atau proyek tertentu, tanpa keterikatan pada satu perusahaan. Freelancer adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan pekerja dalam ekonomi gigs ini. Mereka dapat bekerja di berbagai bidang, mulai dari desain grafis, penulisan konten, hingga pengembangan perangkat lunak dan konsultasi bisnis.

Perkembangan ekonomi gigs di Indonesia didorong oleh beberapa faktor, antara lain perubahan preferensi generasi muda dalam mencari pekerjaan, kemajuan teknologi, serta meningkatnya permintaan akan fleksibilitas kerja dari pihak perusahaan maupun pekerja. Platform digital seperti Sribulancer, Upwork, dan Freelancer.com menjadi jembatan bagi para pekerja freelance di Indonesia untuk mendapatkan proyek, baik dari dalam negeri maupun luar negeri.

Salah satu daya tarik terbesar dari ekonomi gigs adalah fleksibilitas yang ditawarkannya. Freelancer memiliki kebebasan untuk memilih proyek yang ingin mereka kerjakan, menentukan sendiri jam kerja, serta dapat bekerja dari mana saja selama ada akses internet. Hal ini sangat berbeda dengan struktur kerja tradisional yang mengharuskan karyawan hadir di kantor pada jam kerja yang tetap.

Generasi milenial dan Gen Z di Indonesia, yang lebih mengutamakan keseimbangan antara kehidupan kerja dan pribadi, menjadi kelompok yang paling banyak tertarik pada pekerjaan gigs. Mereka melihat pekerjaan freelance sebagai cara untuk mendapatkan penghasilan tanpa harus terikat pada rutinitas yang kaku. Selain itu, kemandirian dalam menentukan jalur karier menjadi motivasi utama bagi mereka yang memilih untuk bekerja secara freelance. Mereka dapat mengembangkan keterampilan, mengejar passion, dan merancang jalur karier mereka sendiri tanpa terikat oleh struktur perusahaan.

Perusahaan di Indonesia juga semakin menyadari keuntungan dari mempekerjakan freelancer. Dengan memanfaatkan tenaga kerja freelance, perusahaan dapat menghemat biaya yang biasanya dikeluarkan untuk karyawan tetap, seperti tunjangan kesehatan, pensiun, dan fasilitas kantor. Selain itu, perusahaan dapat dengan cepat mendapatkan tenaga ahli untuk proyek-proyek tertentu tanpa harus melalui proses rekrutmen yang panjang.

Namun, pergeseran ini juga membawa tantangan bagi perusahaan. Koordinasi dengan pekerja freelance sering kali lebih sulit dibandingkan dengan karyawan tetap, terutama dalam hal komunikasi dan pengawasan kualitas kerja. Oleh karena itu, perusahaan perlu menyesuaikan model manajemen mereka untuk dapat bekerja efektif dengan freelancer, misalnya dengan memanfaatkan alat komunikasi digital dan manajemen proyek yang lebih efisien.

Meski ekonomi gigs menawarkan banyak keuntungan, freelancer di Indonesia juga menghadapi berbagai tantangan yang tidak dialami oleh pekerja tetap. Salah satu tantangan utama adalah ketidakpastian pendapatan. Freelancer harus secara aktif mencari proyek baru setelah satu pekerjaan selesai, dan tidak ada jaminan bahwa mereka akan selalu mendapatkan proyek yang cukup untuk menutupi kebutuhan finansial mereka setiap bulan.

Selain itu, tidak adanya perlindungan sosial seperti asuransi kesehatan, jaminan hari tua, atau cuti berbayar menjadi kendala lain bagi para pekerja freelance. Dalam pekerjaan tradisional, karyawan tetap biasanya dilindungi oleh undang-undang ketenagakerjaan yang memastikan mereka mendapatkan hak-hak tersebut. Namun, dalam ekonomi gigs, pekerja harus mengatur sendiri keuangan mereka untuk mengantisipasi situasi darurat seperti sakit atau pengeluaran mendadak.

Tantangan lainnya adalah soal legalitas dan pengakuan hukum terhadap status pekerja freelance di Indonesia. Saat ini, regulasi mengenai pekerja freelance masih sangat minim, sehingga ada ketidakpastian terkait hak-hak yang seharusnya dimiliki oleh freelancer. Misalnya, ketika terjadi sengketa pembayaran antara freelancer dan klien, sering kali tidak ada mekanisme yang jelas untuk menyelesaikan masalah ini.

Melihat pesatnya pertumbuhan ekonomi gigs, pemerintah Indonesia perlu mengambil langkah-langkah strategis untuk mendukung perkembangan ini, sekaligus melindungi para pekerja freelance. Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah dengan menciptakan regulasi yang jelas mengenai status hukum pekerja freelance, sehingga mereka dapat memperoleh hak-hak dasar yang selama ini dinikmati oleh pekerja tetap.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun