Di saat harga energi semakin mahal, konsumsi energi dalam bangunan menjadi sorotan. Kalau dilihat dari porsi konsumsi energi (listrik) di Indonesia, maka porsi sektor bangunan akan menempati urutan pertama. Segala program penghematan energi yang tidak melihatkan bangunan akan selalu terasa kurang gregetnya.
Di Indonesia yang sudah populer adalah audit energi bangunan, yaitu pengukuran konsumsi energi setelah bangunan beroperasi. Yang belum tergarap adalah prediksi konsumsi energi dalam bangunan ketika masih dalam tahap perancangan. Perancang bangunan (baik arsitek maupun insinyur) seharusnya punya target konsumsi energi bangunan yang dirancangnya. Tetapi persamalahannya adalah belum populernya kemampuan untuk melakukan simulasi energi dalam bangunan.
Untuk mulai mengisi lubang kebutuhan inilah minggu lalu Green Building Council Indonesia (GBCI) mengadakan Energy Simulation Training 2011. Selama tiga hari peserta diajak untuk mempelajari program EnergyPlus yang dikembangkan oleh Departemen Energi Amerika Serikat. Saya mendapat kehormatan untuk menjadi instruktur selama latihan tiga hari ini.
Ada banyak pengalaman menarik yang saya alami ketika melakukan pelatihan itu yang layak untuk dituliskan. Untuk kesempatan pertama ini (artikel pertama di rubrik Fisbang, no less) adalah pertanyaan yang saya tanyakan kepada peserta di awal pelatihan: what is the value of doing energy simulation?
***
Mungkin karena filosofi diadakannya pelatihan ini adalah dalam rangka penghematan energi, maka kebanyakan peserta menuliskan bahwa kita melakukan simulasi energi untuk bisa menghemat energi. The value of doing building energy simulation, menurut sebagian besar peserta, is that we can save energy.
Menurut pendapat saya, ini salah kaprah.
Jangan salah sangka, penghematan energi memang merupakan salah satu tujuan kita melakukan simulasi energi dalam perancangan bangunan. Mohon diperhatikan kata "salah satu". Itupun, tujuan penghematan energi bukanlah tujuan yang paling penting dalam melakukan simulasi energi bangunan. Salah satu tujuan, tapi bukan yang paling penting, sehingga nilai utama yang bisa kita dapat dalam melakukan simulasi energi bukanlah penghematan energi.
Ada beberapa argumen yang bisa saya tawarkan dalam memperjelas masalah ini.
Pertama, kalau dikatakan kita melakukan simulasi energi untuk menghemat energi, maka hal ini adalah penghinaan. Penghinaan terhadap arsitek-arsitek senior yang berhasil merancang bangunan hemat energi tanpa perlu simulasi energi. Sekaligus penghinaan terhadap diri kita sendiri (para spesialis simulasi energi) yang seolah-olah tidak bisa melakukan penghematan energi tanpa melakukan simulasi. Sekaligus juga ini merupakan pembatasan terhadap kemampuan piranti lunak yang digunakan untuk simulasi.
Kedua, seperti yang sudah disinggung di atas, kemampuan piranti lunak yang digunakan untuk simulasi itu jauh lebih luas dari hanya sekadar menghitung konsumsi energi dalam bangunan. Yang harus selalu kita ingat ketika melakukan simulasi energi dalam bangunan adalah dasar perancangan (the basis of design) maupun maksud perancangan (design intent).