Mohon tunggu...
Ery Djunaedy
Ery Djunaedy Mohon Tunggu... -

Nanti akan dilengkapi

Selanjutnya

Tutup

Nature

Udara dalam mobil berpenyejuk belum tentu sehat

30 Juli 2011   21:34 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:14 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berita dari Antara menyebutkan bahwa udara berpenyejuk di dalam mobil belum tentu sehat. Di dalamnya ada laporan singkat mengenai penelitian UI dan US-AEP tentang kondisi udara di dalam mobil berpenyejuk. Berikut beberapa hal yang patut anda perhatikan ketika membaca artikel ini. Mohon dicatat, saya belum membaca hasil penelitian ini secara lengkap, hanya membaca artikel yang dirujuk di atas.

Pertama, kesimpulan penelitiannya tidak konklusif, setidaknya itu yang disebut dalam artikel berita ini:

Data yang dihasilkan menunjukkan bahwa polusi udara terhirup oleh responden ketika mereka bepergian ke kantor, sekolah, bahkan mereka yang bepergian di dalam mobil berpenyejuk dengan kaca tertutup cukup beragam.


"Cukup beragam" sebenarnya tidak terlalu bermakna dalam masalah ini. Harusnya diberitakan berapa kadar polutan di masing-masing aktivitas itu.

Kedua, yang dilaporkan oleh artikel itu hanyalah kondisi udara luar:

Ia menjelaskan, penelitian UI dengan US-AEP tahun 2005 di Jakarta menyebutkan bahwa konsentrasi polutan partikulat (PM10) dan CO di kota itu berada di atas standar yang ditetapkan.


Dari kedua poin di atas, ditariklah kesimpulan berikut:

"Jadi jangan pernah merasa nyaman dulu jika sudah berada di dalam mobil berpenyejuk dan kaca tertutup rapat,"


IMO, kesimpulannya tidak didukung fakta, setidaknya menurut yang dipaparkan artikel itu. Seharusnya artikel itu menyebutkan, berapa kadar polutan di dalam mobil ber-AC, dan apakah itu berada di atas ambang bahaya.

Mungkin di laporan lengkapnya ada data yang mendukung ditariknya kesimpulan di atas. Tetapi artikel berita ini sedemikian nggak nyambung sehingga hanya terkesan menakut-nakuti.

Ketiga, penelitian ini mengukur kadar partikel PM-10, padahal ini bukan kadar jenis paling berbahaya. Partikel sebesar ini bisa jadi hanya nyangkut di hidung dan jadi upil. Partikel yang lebih kecil (PM-5 atau PM-2.5) akan jauh lebih berbahaya karena bisa masuk sampai ke paru-paru.

Keempat, kalau mau mengukur apa yang terjadi di dalam mobil, seharusnya penelitian ini juga harus mengukur ketika tombol full-recirculation diaktifkan. Di dalam mobil selalu ada tombol untuk menutup udara luar. Kalau udara luar ditutup maka kadar CO2 akan meningkat tajam. Tetapi seharusnya diukur, apakah infiltrasi udara luar bisa menekan kadar CO2. Dan seharusnya dipaparkan juga apakah kadar CO2 dalam kondisi itu "lebih baik" dibandingkan dengan kadar CO?

Kelima, artikel itu diteruskan dengan membahas produk baru berupa "filter kabin" yang bisa menurunkan kadar polusi di dalam mobil. Seolah-olah filter kabin ini ada hubungannya dengan penelitian di atas. Padahal semua kelebihan filter kabin yang disebutkan di artikel itu tidak lain adalah klaim produsen.

Dari apa yang dipaparkan, saya menebak bahwa filter kabin ini adalah filter partikel, dan tidak ada hubungannya dengan polutan gas seperti CO dan CO2. Itupun kemungkinan hanya menyaring partikel berukuran besar seperti PM-10. Filter kabin itu juga diklaim bisa menekan polusi ketika pengemudi merokok. Ini tentunya sangat bertentangan dengan aturan ventilasi yang menyebutkan bahwa kualitas udara dalam ruangan tidak kompatibel dengan asap rokok.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun