Mohon tunggu...
firza alif hakiki
firza alif hakiki Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

pantang pulang sebelum tugas selesai

Selanjutnya

Tutup

Politik

Partisipasi Politik Masyarakat dan Budaya Politik

26 Juli 2021   20:23 Diperbarui: 26 Juli 2021   20:49 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pada partisipasi politik di masyarakat dengan mengambi contoh yaitu golput (Golongan Putih) bisa dikatakan di Indonesia ini sering terjadi karena para masyrakat juga enggan memilih para kepala daerah atau wakil rakyat yang mereka sudah tebak bakal terjadinya KORUPSI. Maka dari itu banya sekali masyrakat yang enggan memilih wakilnya tersebut. Golput sendiri adalah kekecewaan dari masing-masing individu tertentu karena merasa bahwa apa yang ia pilih belum tentu amanah kepada rakyatnya kalau tidak membawa perubahan apa-apa. Lalu ditambah lagi dengan adanya hasutan dari para teman-teman sekitar yang menjadikan pemilih tersebut enggan untuk memilih para wakilnya. Tren untuk golput ini akan terus meningkat seiiring perkembangan pemerintahan yang belum tentu pro kepada rakyatnya.

Memang benar bahwa golput itu boleh saja. Tapi, karena fenomena ini semakin lama semakin meningkat, maka dari itu untuk golput sendiri itu sekarang tidak boleh dilakukan karena dengan memilih para wakil kita bisa menentukan nasib Negara dan bangsa kedepannya bisa menjadi Negara maju atau tidak. para aktivis 98 sudah berjuang mati-matian membawa angin segar untuk demokrasi bangsa ini. Setelah dimulainya era reformasi, perlahan namun pasti akhirnya kita bisa memilih langsung dan wakil rakyat kita, bai di daerah maupun di pusat. Namun perjuangan nya kita sia-siakan hanya semata-mata karena alasan tidak merubah apa-apa.

Yang ditakutkan untuk pemilihan yang akan datang, karena tingginya tingkat masyarakat yang tidak menggunakan hak pilihnya, akhirnya DPR dan pemerintah menggunakan alasan ini untuk menyimpulkan bahwa pemilu sebaiknya dikembalikan sistemnya seperti orde baru. Ya, contohnya seperti kepala daerah, akan dipilih langsung oleh DPRD, bukan oleh rakyat. Presiden, dipilih oleh DPR/MPR, bukan oleh rakyat. Kita sebagai warga Negara Indonesia juga tidak bisa marah kalau ini benar-benar langkah ini diambil. Anda boleh saja menuduh DPR dan pemerintah kalau seperti itu artinya mencederai demokrasi, namun anda juga harus ingat, sikap golput tersebut pun sejatinya mencederai demokrasi juga. maka dari itu, sikap pesimisme itu tidak baik. Pilihlah wakilmu yang dapat dipercayai mungkin anda merasa sekarang tidak ada perubahan apa-apa yang dibuat oleh para politisi. Untuk itulah, gunakan ha pilihmu memilih orang yang benar-benar tulus membuat perubahan.

Upaya yang dilakukan oleh KPU sendiri sudah sangat maksimal karena berbagai cara untuk mencegah golput sudah ada di berbagai media elektronik maupum surat kabar dll. Untuk KPU sendiri juga sudah maksimalkan dengan menambah TPS yang ada di Indonesia supaya masyarakatnya tidak ada yang golput. Upaya yang selanjutnya juga ditayangkannya iklan di TV maupun media sosial. untuk iklan tersebut KPU juga ada target yang mereka capai yaitu kepada golongan muda atau pemula, perempuan, dan golongan terpinggir atau kaum disabilitas.

Isi dari iklan tersebut adalah ajakan kepada masyarakat agar tidak ada yang golput, bagaimana  mengajak pemilih cerdas dan aktif, dan teknis yaitu bagaimana cara memilih sehingga dapat dianggap sah. Iklan tersebut juga dijalankan melalui TV dan radio swasta di Indonesia, ditambah lagi dengan sosialisasi pemilu di talk show yang ada pada acara TV.

Sedangkan untuk menggerakan masyarakat agar tidak apatis harus ada program sosialisai massal, adanya penanaman kembali nilai-nilai demokrasi dan penyadaran pentingnya pemilu bagi diri dan Negara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun