Beberapa hari yang lalu, netizen dihebohkan oleh kelakuan dari salah satu komika Indonesia yang cukup punya nama di Indonesia dengan satu karyanya yang diunggah diyoutube. Komika ini mengunggah aksi konyolnya dengan konteks menanyakan ukuran BRA pada gadis belia.
Sebelumnya, karya dari salah satu komika Indonesia ini cukup kreatif dan bisa dibilang bagus. Namun pada karyanya kali itu, entah kenapa bisa dianggap tidak lucu sama sekali. Jika hal itu terjadi pada saya, ditanya ukuran BRA oleh orang asing tidak saya tonjok dimuka umum itu sudah syukur. Menanyakan ukuran BRA bukanlah hal yang patut dijadikan bahan ejekan apalagi bahan bercandaan.Â
Sedangkan diluar sana, angka kekerasan dan pelecehan seksual terhadap perempuan di Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya. Tentu ini hal yang pantas menjadi perhatian semua orang. Saya kira, diluar sana masih banyak yng belum tahu bahwa ejek-ejekan dan bercandaan soal tubuh yang menjadi bagian vitalitas termasuk kedalam pelecehan seksual. Ini tentu bukan masalah prank budaya barat yang tidak bisa dibawa ke Indonesia seperti apa yang dikatakan komika tersebut. Tapi soal otoritas dari tubuhmu yang tidak semua orang bisa "mengendalikannya" dan menjadikannya bahan ejekan.
Pelecehan seksual sendiri tak hanya berupa sentuhan fisik yang dilayangkan dari laki-laki keperempuan. Apa yang dilakukan dari komika tadi adalah contoh pelecehan seksual yang tidak berkaitan dengan sentuhan fisik, tatapan mata yang seperti menelanjangi, bercandaan yang mengarah kearah seksual seperti "Wau, payudaramu besar ya". Saya sendiri sebagai perempuan pernah mengalami hal-hal seperti ini. Umumnya dilakukan oleh laki-laki yang menganggap itu hanya lelucon. Marah ? Tidak. Saya hanya kurang suka terhadap kata-kata seperti itu. Parahnya, perempuan banyak yang tidak paham bahwa dirinya sedang dilecehkan. Banyak dari mereka yang dilecehkan hanya tertawa bagai itu pantas dijadikan lelucon.
Kekerasan seksual sendiri mengarah pada kekerasan fisik, banyak anak dan perempuan yang mengalami kekerasan seksual mengalami trauma yang berkepanjangan. Ini tentu tugas dari semua kalangan. Terutama tugas orang tua untuk mengajarkan seks edukasi sedini mungkin pada anak mereka tanpa kecuali. Seks edukasi ak hanya untuk anak perempuan, tetapi juga anak laki-laki. Mulailah jujur terhadap masalah-masalah seksual, karena seks bukanlah suatu hal yang tabu. Jujurlah dengan tidak mengatakan pada anak bahwa dirinya terbuat dari tepung dan telur yang diadon seperti bagaimana orang tua selalu membodohi anaknya dengan pernataan seperti itu.
Mulailah mengajarkan pada anak perempuan, ade atau siapapun saudara perempuan yang masih belia tentang bagian-bagian tubuhnya yang tidak boleh dipegang oleh orang lain selain orang tua dan dirinya, untuk berani marah dan menenang siapa saja yang melecehkan tubuhnya. Hal-hal yang berbau seksual memang bukanlah hal yang tabu tapi jnuga bukan hal yang pantas untuk dijadikan bahan olok-olok.
Mulailah ajarkan kepada anak laki-laki, ade atau siapaun saudara laki-laki yang masih belia untuk menghormai perempuan. Ajarkan pada mereka bahwa wanita bukan hanya objeks dan budak seks. Saya pernah membaca suatu statment bahwa jangan hanya ajarkan perempuan untuk berpakaian tertutup, tapi ajarkan bagaimana laki-laki untuk tidak memperkosa. Ajarkan bahwa perempuan bukan hanya selakangan.
Mulailah dari diri sendiri, untuk "menjaga" apa yang seharusnya tidak boleh dimiliki oleh orang lain. Ingat bahwa tubuhmu adalah otoritasmu.
Selamat Malam Minggu :)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H