Perubahan hidup terbesar dimulai saat Fany lahir. Ada rasa haru campur bahagia. Saat menyaksikan tangisan pertama Fany, memegang tangan mungilnya, mencium pipinya, semuanya. " Aku Jadi ibu sekarang " gumam saya antara percaya dan tidak. " Tapi, mampukah saya menjaga amanah dari Allah ini ". Kekhawatiran takut gagal sering muncul dibenak saya, ditambah dengan lamanya saya baru bisa menyusui Fany. Alhamdulillah suami selalu mensuport dan menyakinkan saya, kalau saya pasti bisa. Walaupun dari pihak keluarga ada yang mengatakan, memang sudah keturunan kalo saya belum bisa menyusui. Saya menangis, kesempatan saya full dengan Fany hanya 2 bulan. Setelah itu saya harus bekerja kembali, masak saya ndak bisa memberi ASI ekslusif buat anak saya. Akhirnya saat yang ditunggu-tunggu itu tiba, setelah 6 hari. Rasa sedih, khawatir hilang, berganti rasa bahagia melihat Fany lahap menghisap ASI. Alhmdulillah Fany tidak bingung puting, dia bisa cepat beradaptasi dengan hal-hal yang baru.
Dari Fany, kami belajar banyak hal. Kesabaran kami menghadapi tingkah polahnya, keuletannya mencoba sesuatu yang baru, kejujurannya, semuanya. Tahap demi tahap Fany lalui. Belajar mengangkat kepala, merangkak, duduk bahkan berjalan. Padahal saya tahu, itu tidak mudah. Tapi Fany pantang menyerah. Dia terus berusaha sampai bisa. Dari hal inilah, saya belajar. Semua anak kecil selalu ingin tahu, mencoba dan berusaha bisa. Tapi kenapa setelah kami besar, kami menjadi pribadi yang mudah menyerah. " Mama malu dek " batin saya. Dari hal inilah, membuka mata saya untuk terus berusaha belajar menjadi orang tua yang bisa memahami anak-anaknya. Belajar memakai kacamata anak-anak, memakai sudut pandang anak-anak. Walaupun itu susah, tapi itu tidak mungkin. Kami pernah jadi anak-anak, sedangkan mereka belum pernah menjadi orang tua.
Saya biarkan Fany mencoba semuanya, corat coret di dinding, belajar makan sendiri padahal semuanya pasti berserakan dimana-mana ;)), mengobrak abrik peralatan memasak saat saya sedang memasak. Salah satu hal yang disenangi Fany adalah duduk disembarang tempat. di Helm, di kardus sepatu, kaleng roti, semuanya dia coba. Padahal seringnya dia jatuh, tapi kok ndak jera-jera???Namanya juga anak kecil, hehehe. Perkembangan motorik Fany bagus, tetapi kemampuan berbahasanya kurang untuk ukuran cewek. Lari kesana kemari, memanjat jendela, naik turun tangga bahkan main bola dia suka. Maklum teman-teman sepermainannya kebanyakan laki-laki sih. Jadi saya senang sekali saat kata pertama yang keluar dari mulutnya adalah MAMA. Tak henti-hentinya saya mencium pipinya, memeluknya dengan penuh kasih sayang.
Saya mengenalkan buku cerita ke Fany sejak umur 4 bulan. Saya bacakan sebelum tidur, walaupun pada awalnya dia hanya tertarik menggigit bahkan memasukkanya ke mulut. Lambat laun Fany suka. Dia mengerti tentang isi cerita yang saya bacakan sejak umur 17 bulan walaupun belum bisa mengungkapkan dalam bentuk kata-kata. Seperti dalam salah satu bagian buku cerita kesukaannya. " Badan Ayahku Tinggi besar, begitu pula aku saat diatas pundaknya ! Jika aku menggapai tinggi sekali aku dapat menyentuh langit ". Fany langsung berdiri, memegang pundaknya dan mengangkat tangannya seolah-olah menyentuh langit. Alhamdulillah, sekarang Fany mulai belajar berbicara 3 kata. Mama Papa sayang kamu, Fan. Semoga Fany jadi anak sholehah, menjadi kebanggaan mama papa. Amin y rabbal Allamin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H