Pemilihan umum merupakan puncak dari proses demokrasi di mana warga negara memiliki kesempatan untuk memilih para pemimpin dan menentukan arah kebijakan negara.Â
Dalam era digital, media sosial telah menjadi saluran utama bagi pemilih pemula untuk mendapatkan informasi terkait dengan calon, isu politik, dan perkembangan kampanye.
Media sosial memberikan akses instan ke berbagai informasi politik. Pemilih pemula yang aktif di platform media sosial memiliki kemampuan untuk mengikuti akun kandidat, partai politik, dan media berita.Â
Mereka dapat dengan mudah memperoleh informasi tentang visi, program, dan rencana calon serta mengikuti perkembangan terkini seputar kampanye.Â
Dengan demikian, media sosial menciptakan ruang di mana pemilih pemula dapat terlibat secara langsung dalam proses politik.
Namun, perlu diakui bahwa keberagaman informasi di media sosial juga dapat menimbulkan tantangan. Algoritma yang mengutamakan konten yang sesuai dengan preferensi pengguna dapat membatasi paparan pemilih pemula terhadap sudut pandang yang beragam.Â
Fenomena ini disebut "filter bubble," di mana pemilih hanya terpapar pada pandangan yang sudah sejalan dengan keyakinan mereka. Ini dapat mengurangi pemahaman yang komprehensif tentang isu-isu politik dan memicu polarisasi opini.
Tantangan lainnya adalah penyebaran informasi palsu atau hoaks di media sosial. Pemilih pemula, terutama yang kurang kritis dalam menganalisis informasi, dapat dengan mudah terpengaruh oleh berita palsu yang dapat memengaruhi pandangan mereka terhadap kandidat atau isu tertentu.Â
Oleh karena itu, penting bagi pemilih pemula untuk mengembangkan keterampilan literasi media yang memungkinkan mereka untuk memilah informasi yang dapat dipercaya dan yang tidak.