Tak mudah untuk bersikap adil terhadap hati ketika ingin mengambil sebuah langkah. Dikepala yang ada hanya sejumlah susunan prasangka yang belum terverifikasi: bimbang, enggan melangkah, resikonya pun boleh jadi sangat besar. Sebuah langkah hendak diambil seketika mentok, hingga waktu terus bergerak tak ada kejadian apapun.
Jika kita bertanya pada seorang pujangga menemukan mutiara hati itu seperti apa? Ia kan menjawab seperti kamu menghamparkan tenunan syair kepada seseorang. Jika kita bertanya pada pembaca, seperti kamu  meresapi setiap deretan  makna yang tersembunyi dibalik kata. Jauh di balik kata yang tersusun menjadi sebuah kalimat lalu menjadi paragraf, ada selaksa makna. Di sanalah hati kita terlarut seperti embun di sebuah hamparan sawah yang menyegarkan dipagi hari. Ketika kita menemukannya, nafas kita menjadi lebih baru. Kita kembali mendapatkan energi positif.
Kepekaan akan sentuhan kata menjadi energi penggerak untuk terus menggali setiap susunan bacaan. Kepekaan itu ditemukan dan diasah melalui seringnya bercakap dengan buku. Di saat energi positif ditemukan satu persatu, dalam jahitan kata-kata jiwa kita lalu akan mendera. Merasakan tarikan nafas dari seorang penulis.
Tapi bukankah fokus sering menjadi kocar-kacir tatkala proses membaca berlangsung? Ya. Kadang kala tarikan nafas dalam setiap buku belum ditemukan meski pembaca telah berjibaku berjam-jam untuk menikmatinya. Atau mungkin saja pembaca paham namun tak merasakan nikmatnya.
Meninggalkan sejenak suasana lalu beralih ke suansana lain sehingga ada jarak akan lebih menarik. Bukankah dengan jarak rindu bisa hadir? Di sanalah kita mengasah kepekaan untuk menemukan mutiara hati dalam deretan bacaan. Bacaan yang beda layaknya seperti ruangan yang berbeda dalam rumah saya yang sama. Di saat itu pula kita sedang belajar untuk berlaku adil.
Bagi sebagian orang, boleh jadi membaca buku bukan sekedar untuk menyerap isi namun juga cara mengekspresikan gagasan, perasaan hingga emosi. "Membaca tidak akan banyak membantu kecuali belajar membaca seperti pembuat bacaan -- Articles of Faith oleh David Jauss". Jalan inilah salah satu cara untuk menyerap kenikmatan dan menemukan mutiara hati yang terpendam disamudra makna yang tak terhingga.
Jalan menemukan mutiara hati itu serupa setapak berbatu yang mesti hendak dilalui bila kita ingin mendapatkannya. Kadang kala jalan itu dipenuhi dengan kesunyian. Kita tak pernah tahu setelah susunan kata ini ada rahasia apa selanjutnya. Setiap rahasia itu mesti diungkap, didobrak serta ditelusuri dengan penuh kepekaan hingga kita sadar hubungan antara pembaca dan penulis adalah hubungan untuk merawat hati. Hubungan itu selayaknya harus terjaga karena disana ada dua hati yang saling bertautan dan keduanya berhak mendapatkan kepuasan mengarungi luasnya lautan makna tak bertepi.
Membaca adalah jalan. Ia merupakan anugrah yang mesti di rawat. Selagai membaca engkau menghidupkan sejumlah kehidupan. Di sana ada keindahan, romantisnya masa lalu, dan menakjubkanya setiap momen kehidupan. Lihat, dengar, resapi dan sentuhlah dengan hati maka gagasan dalam buku itu akan membekas lalu menjadi milikmu.
Membaca itu selayaknya mempersilahkan sebuah gagasan membasahi ruang kehidupan kita dan kesegaran berhak untuk didapatkan. Setiap bacaan punya cita rasa tersendiri kadang terasa gurih, kadang pula terasa keras. Namun begitu dengan beragamnya rasa kita setitik lebih maju merawat kepekaan. Betapa miskinnya jikalau kepekaan hanya tersentuh oleh satu cita rasa. Bukankah rasa itu berhak untuk mendapatkan beragam sentuhan?
Menghargai setiap gagasan dari seseorang adalah cara kita mengapresiasi orang lain bicara. Berbicara adalah perihal untuk saling berkabar. Saling menengok ruang-ruang kehidupan dari seseorang. Mencari pesan, merengkuh hikmah lalu membenamkannya dalam rumah kita.
Tentu setiap gagasan yang dilepaskan oleh seorang penulis bukan hal yang begitu cukup mudah. Masing-masing gagasan punya lika-likunya sendiri untuk temukan. Ada yang di temukan ketika merasakan debur ombak ditepi pantai. Ada yang di temukan ketika dihempaskan angin saat berada di taman kota. Atau mungkin saja ketika senja beranjak pergi dari tempat kita.