BELUM LAMA INI, viral di twitter curhatan seorang lulusan Sarjana Teknik Mesin Universitas Indonesia (UI) yang mengaku kalah saing dengan lulusan Sekolah Teknik Menengah.
Lulusan UI itu, berdasarkan tangkapan layar yang dibagikan pakar penerbangan Indonesia Gerry Soejatman (@GerryS), mengaku melamar di PT. PAL bersama 15 temannya.
Namun, tak seorang pun yang diterima. Ia pun menumpahkan kekesalannya yang kemudian menyebar luas di media sosial.
"Bapaknya juga hanya lulusan STM plus sertifikat welding dan pengalaman kerja di Italia Eropa tepatnya di Fincantieri katanya. Dan yang bikin nyesek, tanpa training dan langsung nego gaji aja," tulis curhatan si Sarjana Teknik Mesin UI dalam tangkapan layar yang tersebar.
Postingan ini pun ramai dikomentari warganet dengan beragam sudut pandang. Ada yang mengatakan saat ini pengalaman kompetensi lebih penting, adapula beranggapan sarjana UI itu tidak memahami kebutuhan perusahaan yang barangkali lebih membutuhkan teknisi.
Kemudian, kisah sulitnya mencari kerja juga kerap menjadi topik di media sosial. Seperti lowongan kerja bagi fresh graduate, namun diikuti embel-embel lebih mengutamakan yang berpengalaman.
Pertanyaan berikutnya tentu bagaimana fresh graduate mendapat pengalaman kerja, jika tidak diberi kesempatan bekerja?
Nah, kondisi di atas setidaknya mewakili gambaran dunia kerja Indonesia saat ini yang begitu rumit. Dibutuhkan program yang tepat sasaran untuk memperbaikinya.
Sebab, Menteri Tenaga Kerja (Menaker) RI, Ida Fauziyah, mengatakan sekitar 12 persen pengangguran di Indonesia saat ini didominasi oleh lulusan sarjana dan diploma.
Menurutnya, besarnya jumlah pengangguran dari lulusan perguruan tinggi ini disebabkan tidak adanya link and match antara perguruan tinggi dengan pasar kerja.
"Kita masih punya PR (Pekerjaan Rumah) bahwa jumlah pengangguran lulusan  sarjana dan diploma masih di angka 12 persen karena tidak adanya link and match," kata Ida mengutip ugm.ac.id, Rabu (22/2/2023).
Berangkat dari penjelasan di atas, kita sepakat untuk mendorong para mahasiswa agar lebih mempersiapkan dirinya sebelum terjun ke dunia kerja, tidak hanya softskill tetapi juga hardskill.
Juga, paradigma bahwa ijazah adalah segalanya dalam mencari kerja, mesti ditambahi dengan memiliki pengalaman.
Apalagi data menunjukkan sekitar 1,5 juta mahasiswa diwisuda setiap tahunnya. Kondisi ini membuat persaingan semakin ketat dan juga terjadi ketimpangan dengan jumlah lowongan kerja yang dibuka setiap tahunnya.
Oleh sebab itu, program Kampus Merdeka yang diluncurkan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi pada medio Januari 2020 lalu patut diapresiasi karena sesuai dengan kebutuhan bangsa saat ini.
Dimana, terdapat 9 program pilihan yang bisa dipilih mahasiswa sesuai dengan kebutuhan dan minat mereka.
Seperti Kampus Mengajar, Magang, Studi Independen, Pertukaran Mahasiswa Merdeka, Wirausaha Merdeka dan program lainnya.
Diantara program itu, Magang menjadi salah satu solusi paling tepat untuk menjawab problematika para pencari kerja yang terjadi seperti pemaparan di awal tadi.
Pasalnya, program ini akan melibatkan mahasiswa pada suatu perusahaan sehingga mengalami langsung bagaimana proses dan kondisi kerja sebenarnya.
Melalui tahapan ini, mereka juga akan mempelajari banyak hal; bagaimana proses produksi berlangsung, mengamati penerapan manajemen organisasi yang baik dan pengalaman lainnya.
Jika selama perkuliahan mereka banyak mendengar berbagai teori dari para Dosen, pada saat magang para peserta akan mendapatkan pengarahan dan nasehat dari karyawan perusahaan tentang cara kerjanya. Dengan begitu, wawasan mereka pun bertambah selama proses magang berlangsung.
Pemimpin McKinsey's Operations Practice Tony Gambell mengatakan program magang adalah strategi paling jitu dalam menciptakan pekerja-pekerja handal.
Salah satu yang paling Ia sorot bagaimana pembelajaran metode Scaffolding berjalan dengan sangat baik pada proses magang ini.
Dimana, seorang peserta akan mendapatkan pendampingan dan pengarahan secara detail terkait suatu tanggung jawab dari seniornya. Setelah paham, Ia akan diberi tugas untuk mengemban tanggung jawab tersebut.
Melalui kepercayaan dan tugas yang diberikan, peserta magang diharapkan mendapatkan pembelajaran dan pengalaman sehingga dianggap sudah mandiri dan berani kedepannya untuk menjalankan tanggung jawab tanpa harus didampingi lagi.
Lalu, setelah melewati masa magang, para peserta akan diberikan sertifikat yang nantinya diperlukan saat mendaftar suatu lowongan pekerjaan.
Adapun peserta program ini diberi kebebasan memilih tempat Ia magang berikut dengan posisi yang diinginkan.
Sebab, berbagai perusahaan lintas sektor turut serta membantu program ini. Mulai dari e-commerce, startup, fintech, industri keuangan, perusahaan Fast Moving Consumer Goods dan industri lainnya dengan membuka ratusan posisi magang.
Program magang ini memberikan hak kepada mahasiswa untuk belajar di luar program studi maksimum 3 (tiga) semester atau setara 60 sks dan dibekali dengan uang saku sesuai ketentuan yang berlaku.
Program yang sudah memiliki tiga bath ini telah diikuti 67 ribu mahasiswa dengan penempatan magang lebih di 280 mitra perusahaan. Sementara pada batch keempat, jumlah perusahaan dan instansi yang bergabung sebagai mitra sebanyak 187, dengan total kuota peserta sebanyak 31.368
Semarak Merdeka Belajar ini harus terus dilanjutkan, bahkan ditingkatkan. Sebab, praktik baik Merdeka Belajar sudah terbukti berkontribusi dalam menciptakan generasi Indonesia yang unggul dan berdaya saing. Apalagi, generasi muda adalah peyangga utama dalam terwujudnya Indonesia Emas pada tahun 2045 nanti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H