Bukan, ini bukan mau meniru iklan ,”Apapun makanannya, yang penting minumannya ....,” tapi plesetan yang saya lakukan untuk memberi judul di atas. Dalam bahasa Manado kurang lebih artinya apapun makanannya yang penting pakai sambal.
Ya betul, dabu-dabu di Manado itu artinya sambal. Jenis kuliner dengan bahan utama cabe untuk memberikan sensasi rasa pedas. Sambal apa saja, tapi biasanya lebih ke sambal mentah yang diulek maupun diiris.
Manado memang identik dengan rasa masakan pedas. Coba tengok daftar berikut ini rica-rica (baik ayam maupun ikan), woku (sejenis pepes), pampis (sejenis suwiran ikan) semuanya bisa dipastikan menggunakan banyak cabe.
Seperti masakan padang, masakan Manado juga cenderung pedas. Persamaan lainnya keduanya menggunakan beragam jenis bumbu. Perbedaannya masakan Manado biasanya lebih ringan terasa karena tidak menggunakan santan. Kalaupun ada, tidak sekental atau sebanyak masakan Padang.
Karena suka pedas, bisa dipastikan orang Manado akan panik kalau harga cabe meningkat. Cabe atau lombok memang harus tersedia di dapur seorang mama di Manado. Kalau Anda mungkin membeli cabe cukup seraupan tukang jualnya atau paling banter 1 ons sampai ¼ kg. Maka di Manado, orang beli cabe itu hitungannya liter. Dan tidak cukup kalau hanya beli seliter atau dua liter.
Sepertinya tak ada penjelasan khusus yang menerangkan mengapa orang Manado suka makanan pedas. Tapi saya teringat satu perbincangan ringan dengan teman. Katanya,” Kalo nyanda makan rica atau dabu-dabu, gargantang nyanda tabuka.” Artinya kurang lebih kalau tidak makan yang pedas, kerongkongan orang Manado tidak terbuka alias tidak berselera. Jadi sensasi rasa pedas itu dipercaya mampu membangkitkan selera makanan.
Sekarang kembali ke dabu-dabu dan slogan iklan di atas. Nah dabu-dabu ini dipastikan harus selalu ada saat makan. Tidak peduli makan nasi atau makan ‘berat’. Bahkan makanan ringan (camilan) pun bisa di’colo’ dabu-dabu. Sebutlah misalnya pisang goreng, pisang rebus, perkedel jagung maupun jagung rebus.
Bagaimana Anda mengudap pisang goreng? Mungkin kebanyakan kita hanya polos begitu saja. Paling banter ada yang menambahkan lelehan coklat, taburan gula, kinca gula merah, pokoknya segala sesuatu yang manis. Atau kalaupun yang gurih, paling banter taburan keju parut. Betul kan?
Nah kalau di Manado, kudapan populer itu ya pisang goreng colo dabu-dabu. Jadi di warung makan, sepiring pisang goreng (umumnya menggunakan jenis pisang kepok yang disana dinamakan pisang capatu/sepatu) pasti akan didampingi sepiring kecil dabu-dabu. Rasanya? Ya enak. Mantap menggoda. Rasa pisang yang gurih dengan sececap rasa manis (pisang yang dipilih setengah matang) terasa komplit dengan gurih dan pedasnya dabu-dabu.
[caption id="attachment_304574" align="aligncenter" width="960" caption="Pisang goreng dilengkapi dabu-dabu. Koleksi foto : Erna Fitrini"][/caption]
Kalau jagung rebus, lain lagi cara menikmatinya. Dabu-dabu biasanya akan disiramkan diatas parutan kelapa bercampur irisan daun pepaya yang sudah diberi bumbu tertentu lalu ditetesi lemon cui. Sedap sekali. Rasa jagung akan tumpang tindih dengan gurihnya kelapa, pedasnya cabe dan pahitnya daun pepaya dengan sensasi wangi lemon.
Seperti saya bilang di depan, bahan dabu-dabu juga bisa diiris. Semua bahan seperti cabe rawit, cabe merah, tomat (merah maupun hijau) dan bawang merah cukup diiris saja. Praktis karena tidak perlu mengulek. Setelah itu cukup disiram dengan minyak goreng yang masih cukup hangat (biasanya lebih enak kalau menggunakan minyak bekas menggoreng ayam atau ikan) dan diberi tetesan lemon cui. Karena diiris, namanya dabu-dabu iris. Paling enak dimakan bersama ikan bakar, disertai nasi hangat dan lalapan segar. Mmm....
[caption id="attachment_304575" align="aligncenter" width="960" caption="Ikan bakar yang disajikan bersama dabu-dabu. Koleksi foto : Erna Fitrini"]
Selain itu ada lagi yang dinamakan dabu-dabu bakasang. Dinamakan seperti itu karena dabu-dabu ini menggunakan campuran bakasang. Bakasang sebenarnya adalah hasil fermentasi ikan. Jadi kurang lebih seperti terasi. Hanya saja bakasang berupa cairan, tidak padat seperti terasi. Aromanya juga lebih tajam dibanding terasi.
Jadi kalau Anda suatu ketika ke Manado, apalagi kalau diundang karena menang di Daihatsu Blog Competition, ingatlah ‘Apapun makanannya, jangan lupa colo di dabu-dabu’.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H