Mohon tunggu...
Firma Sutan
Firma Sutan Mohon Tunggu... wiraswasta -

Seorang ibu, pendidik dan penulis. Baru menghasilkan sekitar 40 buku, kebanyakan bertema matematika dan genre bacaan anak. Dia pun berbagi di firmasutan.blogspot.com dan pintarmatematika.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

(Dulu) Tak Pernah Manado Kebanjiran

17 Januari 2014   09:13 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:45 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dua hari ini, beberapa teman di Manado menyuarakan keprihatinan dan kondisi mereka menghadapi banjir di Manado. Tidak itu saja, teman-teman di luar Manado pun namun memiliki keluarga atau kerabat di sana, menyuarakan hal yang sama. Tak pelak, ingatan saya melayang saat berdiam di kota ini.

Manado kok bisa banjir? Itu yang pertama kali terbetik di benak saat membaca kabar tersebut. Seingat saya, dulu, tak pernah sekali pun Manado kebanjiran. Biar kata hujan besar, selalu aman. Memang ada beberapa titik yang langganan banjir, tapi lebih karena disebabkan drainase di daerah tersebut yang kurang baik.

Morfologi kota Manado itu (dulu) unik. Dalam hanya jarak kurang lebih 5 kilometer, kita sudah bisa menjangkau bibir pantai ke arah perbukitan. Kebetulan saya dulu tinggal di daerah Mahakeret yang merupakan bagian dari perbukitan Teling. Tak sampai setengah jam, saya dan teman-teman berjalan santai dari Jalan Sam Ratulangi memotong Jalan Kartini, Sarapung, dan Diponegoro untuk sampai ke rumah.

Dulu, pantai di Manado terletak bersisian dengan Jalan Sam Ratulangi. Tapi tak ada pemandangan ke arah pantai, seperti di Pantai Losari yang merupakan ikon kota Makassar. Kalau mau melihat pantai, kita harus melintasi jalan-jalan kecil yang memotong jalan utama tersebut. Saat pantai direklamasi terciptalah Boulevard. Masyarakat pun berharap, ini akan menjadi tempat andalan wisata baru. Tapi sayang, harapan tersebut tidak sepenuhnya terpenuhi. Beberapa bagian kini sudah mulai tertutupi dengan pertokoan dan mal baru.

Pengorbanan masyarakat untuk mereklamasi pantai ternyata sia-sia. Mereka kini tak mudah lagi melihat pantai, tertutup dengan rimbunnya gedung-gedung. Dan kesia-siaan itu malah membawa malapetaka baru, potensi banjir!

Banjir di Manado saat ini memang ditengarai terjadi karena perubahan bentang alam kota Manado, tidak hanya semata pengaruh cuaca. Reklamasi pantai, perataan bukit yang menghilangkan banyak tanaman, pembangunan pemukiman, sampah yang menumpuk adalah beberapa penyebab terjadinya banjir. Dan coba lihat, ternyata penyebabnya itu karena ulah manusia!

Sungguh, dulu tak pernah ada cerita Manado kebanjiran. Selama kurang lebih sepuluh tahun di Manado (lima tahun saya menghabiskan masa sekolah menengah, lima tahun kemudian saya sudah keluar meninggalkan Manado tapi masih ‘pulang kampung’ karena orangtua masih berdinas di Manado) tak pernah sekalipun ada kekhawatiran banjir. Seingatku sekolah, pekerja kantoran maupun kegiatan masyarakat lainnya tak pernah terganggu walau hujan sekalipun. Tragis, kalau sekarang keadaan tersebut tak sama lagi.

Semoga ini bisa menjadi pelajaran bagi pemerintah kota dan semua pihak untuk melakukan perbaikan. Jangan sampai kejadian sama terulang kembali hanya karena ulah manusia. Nauzubillahiminzalik.

[caption id="attachment_306475" align="aligncenter" width="320" caption="sumber : Agustina Mappadang"][/caption] [caption id="attachment_306476" align="aligncenter" width="320" caption="sumber : Febriane Paulina"]

1389924712789851285
1389924712789851285
[/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun