Pemerintah melalui Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) dan Bank Indonesia (BI) menerbitkan aturan tentang penggunaan kartu elektronik untuk pembayaran transaksi di jalan tol. Aturan ini akan berlaku wajib dan serentak mulai 31 Oktober 2017. Sebelum tenggat waktu tanggal itu, beberapa Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) telah secara bertahap melakukan sosialisasi di gerbang-gerbang tol dengan menambah jumlah Gardu Tol Otomatis (GTO) dan sekaligus mengurangi jumlah gardu tol yang menerima pembayaran tunai. Per 31 Oktober 2017, Jalan Tol tidak lagi menerima pembayaran tunai, artinya pengguna jalan tol wajib memiliki kartu elektronik untuk melakukan pembayaran.
Harus diakui Indonesia cukup terlambat secara teknologi dalam pengoperasian jalan tol, termasuk dalam urusan transaksi pembayaran dibandingkan dengan beberapa negara lain seperti beberapa negara Eropa atau bahkan yang masih negara tetangga seperti Malaysia, Singapura atau Philipina yang sebenarnya lebih yunior dalam hal konstruksi jalan tol. Tetapi dalam pengoperasiannya, ketika negara-negara tetangga sudah menggunakan teknologi Radio Frequency Identification (RFID) dengan perangkat semacam On Board Unit (OBU) atau In-vehicle Units (IU) yaitu semacam perangkat yang terpasang dalam mobil, Indonesia masih melakukan transisi dari transaksi tunai menjadi kartu elektronik. Jika mengarah pada modernisasi operasional jalan tol, langkah pemerintah ini sebenarnya sudah pada jalur yang benar. Tahapan ini mungkin memang harus dilalui mengingat harga OBU/IU masih jauh lebih mahal dibandingkan dengan kartu elektronikÂ
Dari sisi BUJT, elektronifikasi transaksi pembayaran di jalan tol ini tentu memberikan efek positif. Diantaranya manajemen uang kembalian yang selama ini cukup menyita perhatian BUJT sudah bisa dihilangkan, resiko penggunaan uang palsu untuk transaksi di jalan tol (walaupun selama ini prosentasenya sangat kecil) bisa dieliminir, efisensi jumlah tenaga kolektor di gardu - gardu  tol, menghilangkan distorsi pendapatan tol yang diakibatkan upaya kecurangan kolektor (walaupun kinerja kolektor terpantau oleh sistem peralatan di gerbang tol) dan diharapkan transaksi pembayaran akan lebih cepat (walaupun tidak secara signifikan) untuk mengurangi antrian di gerbang tol.
Dari sisi BI dan Perbankan, kebijakan ini mendukung program Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) yang tujuannya diantaranya untuk efisiensi biaya pencetakan uang serta memudahkan pelacakan aktifitas ekonomi karena pencatatan transaksi dilakukan secara otomatis, serta akan lebih banyak dana masyarakat yang akan terkumpul ke pihak bank.
Dari sisi publik, efek positif yang seharusnya diperoleh adalah karena tidak melibatkan uang tunai, diharapkan pengguna jalan tol lebih nyaman dan praktis menggunakan jalan tol. Selain itu dengan manajemen keuangan yang baik penggunaan uang akan lebih terkontrol. Apalagi jika kemudian penggunaan kartu eletronik ini bisa digunakan untuk multi purpose payment (misal pembelian BBM di SPBU, bayar parkir, bayar tiket transportasi publik, bayar tilang di tempat atau pembayaran atas layanan instansi pemerintah untuk publik), selain lebih praktis, pungli oleh oknum diharapkan bisa dieliminir.
Selain efek positif, kebijakan elektronifikasi pembayaran di jalan tol ini juga tidak lepas dari efek negatif, diantaranya karena adanya efisiensi jumlah kolektor di gerbang, maka berarti ada personil yang harus berhenti bekerja artinya ada yang kemudian menjadi jobless alias pengangguran . Beberapa BUJT menghentikan kontrak kerjanya, tetapi ada beberapa BUJT yang jika masih memungkinkan, akan merotasi personilnya ke unit kerja lain. Selain itu, karena perubahan gaya bertransaksi, masih dibutuhkan adaptasi baik dari sisi pengguna jalan maupun BUJT dalam hal pengelolaan sistem peralatan yang mungkin belum sepenuhnya berjalan ideal. Seiring waktu, BUJT dan pengguna jalan diharapkan akan mendapatkan efek positif yang optimal dari kebijakan ini dengan semakin minimnya gangguan pada peralatan dan semakin terampilnya pengguna jalan melakukan tapping kartu elektronik pada reader.
Penertiban administrasi kepemilikan dan operasional kendaraan oleh Pemerintah, diharapkan akan membawa ke level transaksi yang lebih modern dan cepat yaitu Multi Lane Free Flow dengan penggunaan OBU/IU. Pada level ini, di gerbang tol tidak perlu lagi ada gardu tol, cukup dipasang sensor yang akan mencatat semua transaksi kendaraan yang lewat. Pengguna jalan pun tidak perlu berhenti, tetapi cukup dengan mengurangi kecepatan. Pembayaran bisa berupa pemotongan saldo pada perangkat OBU/IU atau berupa tagihan yang dikirimkan secara periodik ke alamat pemilik kendaraan. Teknologi inilah sebenarnya yang akan secara signifikan mempercepat proses transaksi dan menghilangkan antrian di gerbang tol.Â
Semoga pro kontra yang mengiringi kebijakan baru ini dapat disikapi proporsional oleh semua pihak. Seperti saat desakan publik yang akhirnya diakomodasi oleh para penentu kebijakan dengan menghilangkan pengenaan fee saat top up asal dilakukan di ATM / bank yang sama dengan penerbit kartu elektronik. Mungkin yang perlu dipertimbangkan juga oleh BI adalah dibolehkannya refund (penarikan kembali dana sisa saldo di kartu eletronik) oleh pengguna karena beberapa negara lain hal ini diperbolehkan. Semoga BI dan Pemerintah di masa yang akan datang semakin berpihak pada publik terkait ketentuan dalam penggunaan kartu elektronik ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H