Detik demi detik kian terkikis. Waktu kian mendekat, siap atau tidak hadapilah nasibmu. Naas memang,hari pengadilan datang lebih awal. Saat2 penghakiman itu kian bergegas untuk memberikan putusan bagi jiwa-jiwa payah yang baru mengenal dunia.hadapilah sekarang atau mati.
Mungkin itulah bayang-bayang bengis UAN yang tergambar di kebanyakan benak pelajar2 yang akan mengikuti UAN.demikian kelam sang UAN, para remaja ini begitu dihantui dan terteror batinnya. Tengoklah kabar demi kabar tentang mereka yang tertekan raga dan jiwanya hanya gara2 megkhawatirkan satu hal: TIDAK LULUS UAN. Mungkin kalimat ini kini sama seramnya dengan 'Komunis', 'terorisme global', 'KPK', 'hak angket' dan 'daerah operasi militer'. Saya tidak main2 sobat, dimana2 banyak siswa yang stress dan terganggu jiwanya. Lebih mengenaskan lagi, beberapa siswa memilih untuk mengakhiri hidup setelah tahu dia tak lulus UAN. Pedih memang, pikiran sempit dan mudah putus asa nyata-nyata telah menjangkiti generasi baru indonesia.
Generasi pelajar saat ini lebih tenar dengan status-status alay yang lebay sebagai cerminan mental yang dicetak mutlak dari karakter sayur nan letoy dalam sinetron dan cerpen receh di majalah2 gaul.
Dalam UAN, Lulus Matematika jadi segala-galanya, fisika yang mulus menjadi penentu nasib. Demikian pula dengan kimia, biologi dan sekutu2nya. Demikian mutlak dan sakral sebuah nilai, dimana2 lulus dengan akal bulus adalah lebih bagus daripada kejujuran dengan hati yg tulus. Jadilah sekolah menjadi tahap pertama pendidikan dalam mengatur dan mengakali sistem. Apapun halal demi titel LULUS UAN. Maka ketika sekolah 'sukses' meluluskan siswanya, sekolah juga sukses mencetak penerus barisan para koruptor. Itulah kenapa koruptor seolah tiada habisnya.
Semua ini salah satunya diakibatkan kebijakan tidak tertulis berbau tirani dan rasisme yg menyatakan bahwa mereka yang pintar adalah mereka yang mendapat nilai tinggi di sekolah. Akhirnya Pintar tidak lebih dari sebatas nilai tinggi pada pelajaran fisika atau kimia. Jika nilai sastramu bagus itu hal biasa, yang luar biasa adalah nilai A pd Matematika. Lebih parah lagi, cerdas tidaknya otakmu hanya bergantung pada hasil ujian. Inilah kenapa modus contek mencontek menjadi praktik umum di sekolah. Sepintar apapun kau sobat, jika nilai ujianmu hancur, tamat lah sudah.
Stigma cuci otak ini secara sistematis di doktrinkan pada benak para siswa dalam sistem pendidikan kita. Sekolah menjadikan isi kepala siswa yang sebenarnya luas menjadi begitu sempit sesempit nilai-nilai raport. Seolah nilai merupakan solusi tunggal mengatasi persoalan hidup. kebijakan rasis dan melanggar HAM ini jelas-jelas mengesampingkan jiwa-jiwa tercerahkan dengan bakatnya masing-masing. Demikianlah Tuhan maha pemurah dengan menciptakan jiwa-jiwa yang unggul dalam humaniora, sastra, ekonomi, budaya, sejarah,sosial, Olahraga, seni dan lainnya. Sayang semuanya digorok habis, ditumbalkan demi nilai fisika, matematika, kimia dan semua sekutunya.
Sayang seribu sayang bidang-bidang tadi dianggap tak lebih dari sekedar hiburan sebelum bertempur kembali dengan aksi-aksi hitung dan hapal. Sekolah tidak lagi berfungsi untuk memintarkan yang belum tahu dan menjeniuskan mereka yang cerdas. Sekolah tidak lebih sekedar mengasah pisau-pisau yang memang sudah tajam dari dulunya. Dengan demikian yang bodoh semakin bodoh dan yang pintar semakin pintar. Gunung selalu diuruk, sumur senantiasa digali.
Jadilah terbentuk kasta2 tersendiri untuk urusan perhatian dari guru. mereka yang bernilai tinggi adalah telur emas yang harus dijaga setengah mati, sementara anak cere dengan nilai seadanya seolah menjadi pelengkap agar kuota sekolah bisa terpenuhi. Sekolah begitu memanjakan para bintang kelas sehingga tak tahu ada jenius-jenius cemerlang yg diberkati oleh Tuhan. Aku punya teman yg biasa saja di sekolah tapi cemerlang setelah bekerja. Diriku tak lebih dari kasta sudra dalam urusan nilai saat SMU tapi alhamdulillah lulus kuliah dengan IPK yang sangat memuaskan.
Oleh karena itu, saya harap UAN dan sistem pendidikan yang penuh akal-akalan yang menyulut aksi atur mengatur bisa di hentikan segera. Prestasi bukan sekedar juara olimpiade dan membuat robot. Tak ada yang bodoh di dunia ini. Yang ada hanyalah patung mahakarya yang menanti pemahat agung untuk mengeluarkan sang patung dari penjara batu karang.
Klo ada yang marah, sori yee. Alay nan lebay mode on bow..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H