Mohon tunggu...
Firman Sepriansyah
Firman Sepriansyah Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Halo! Saya adalah pelajar yang budiman

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tradisi Perayaan Dugderan di Semarang

12 Maret 2023   20:20 Diperbarui: 12 Maret 2023   20:46 326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Tidak terasa bulan Suci Ramadhan akan tiba, para umat muslim diberbagai daerah ramai menyambutnya dengan tradisi yang telah biasa dilakukan. Salah satu nya adalah perayaan Dugderan di Kota Semarang.

Tradisi ini seperti memiliki percampuran tiga tradisi yaitu Jawa, Tionghoa dan Arab. Hal tersebut dilakulan sebagai simbolisasi/cerminan etnis yang mendominasi di masyarakat Semarang. Dugderan juga berasal dari kata "Dug" yang diambil dari bunyi bedug yang ditabuh, dan "Der" diambil dari bunyi tembakan meriam petasan. 

Tradisi Dugderan ini telah dilaksanakan pada tahun 1882 pada masa Kebupatian Semarang dibawah kepemimpinan R.M. Tumenggung Ario Purbaningrat. Perayaan yang dimulai sejak zaman kolonial ini dahulu di pusatkan di kawasan Masjid Agung Semarang atau Masjid Besar Semarang (Masjid Kauman) di pusat Kota Lama Semarang dekat Pasar Johar.

Biasanya Dugderan dilaksanakan seminggu sebelum bulan Suci Ramadhan tiba dan berlangsung seminggu sampai H-1 puasa pertama. 

Karena sebelumnya tradisi ini tidak dilakukan akibat adanya bencana corona, kini warga semarang sudah bisa melaksanakan lagi tradisi tersebut.

Ramadhan 1444 H 2023 M tahun ini, Semarang melaksanakan dugderan di kawasan Masjid Agung Semarang tepat nya di Aloon Aloon Masjid Agung Semarang. Acara ini telah berlangsung pada Jum'at 10 Maret 2023.

Saat kegiatan berlangsung, banyak para pedagang menjajakan dagangan nya di pinggir jalan yang beraneka ragam seperti makan, minuman, mainan anak-anak dan sebagainya.

Tidak lupa juga Dugderan memiliki ikon yang unik, yaitu "warak ngendhog" yang berwujudkan badan seperti unta, kaki seperti kambing dan kepala seperti naga. Hal tersebut dipengaruhi oleh 3 etnis yang telah disebutkan tadi. Warak ngendhog diibaratkan sebagai badak bertelor. Sejatinya, terdapat pesan di balik eksistensi warak ngendhog. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun