Disinilah yang menjadi sebuah peluang dan juga tantangan dalam meciptakan cashless society dalam rangka menerapkan Rupiah Digital. Bahkan menurut Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNKLK) tahun 2022 oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), indeks literasi keuangan di Indonesia baru mencapai 50%, meskipun inklusi keuangannya sudah mencapai 85%.
Dengan adanya pemahaman atas literasi digital dan keuangan menjadi sebuah kunci terciptanya masyarakat nontunai. Begitu pula dengan aplikasi pengggunaan Rupiah Digital yang bertujuan untuk digunakan sebagai transaksi digital tentu membutuhkan literasi yang baik dari masyarakat.
Yang menjadi pertanyaan besar tentu bagaimana aplikasi Rupiah Digital ke depannya nanti?
Bila melihat semua program yang dilakukan oleh Bank Indoensia, masyarakat Indonesia sebenarnya sudah siap, tentang sebagian masyarakat yang awam tentu hal tersebut tinggal menunggu waktu saja. Bila dilihat beberapa program yang sudah dilakukan Bank Indoensia, sebagai berikut:
- Pada tahun 2014 Pemerintah melalui Bank Indonesia sudah menggalakkan transaksi non tunai dengan adanya Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT), yang bertujuan untuk menciptakan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar untuk mendorong efektivitas dan efisinesi dalam sistem keuangan nasional, bahkan program ini disebut dengan program pembentukan ekosistem cashless society.
- Dalam digitalisasi pembayaran, Bank Indonesia sudah meluncurkan QRIS ( (Quick Response Code Indonesian Standard), yaitu standarisasi pembayaran berbasis QR Code, pada tahun 2022 sudah digunakan oleh 12,6 juta dan sebanyak 2,1 juta merchant QRIS.
Melihat penggunaan dan penerapan transaksi cashless tersebut di atas, penerapan atau aplikasi Rupiah Digital tinggal menunggu waktu saja, karena pada dasarnya transaksi ini dengan mudah dilaksanakan, Sambil menunggu program ini benar-benar bisa diterapkan, tentu bisa dilakukan transaksi secara hibrida, antara transaksi tunai dan nontunai, yang sampai saat ini masih relevan dilakukan oleh masyarakat Indonesia.
Dapat diakui dengan melihat berbagai referensi dan berbagai pernyataan dari pembuat kebijakan, penerapan Rupiah Digital masih sebatas sebuah pilihan, dan hal ini bisa dikatakan wajar, karena tingkat pendidikan masyarakat yang tidak sama, sehinggga tetap diperlukan transaksi berbasis cash, karena mungkin transaksi tersebut masih sangat mikro atau masyarakat tersebut yang memang masih belum bisa melakukan transaksi cashless.
Itu dia sedikit informasi tentang "Rupiah Digital vs kesiapan masyarakat dalam aplikasinya". Semoga informasi tersebut bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H