Apa kabar kawan! Judul kali ini sedikit menarik, yaitu “Apa benar daya beli masyarakat turun? Melihat dari perspektif pebisnis dan fakta di lapangan”. Mengapa menarik? Ya… karena ide inilah yang membuat Saya tergerak lagi untuk mulai menulis di Kompasiana.
Sudah hampir 2 bulan ini kebiasaan menulis di beranda akun Kompasiana Saya kosong melompong. Mungkin ada banyak pertanyaan mengapa demikian?
Ya… Selama ini selain sebagai blogger Kompasiana atau yang biasa disebut dengan Kompasianer, Saya juga menjalankan bisnis yang terus terang sudah berjalan dengan baik, hampir 9 tahun berjalan, mulai bisnis kuliner, katering hingga penyediaan bahan sesuai dengan permintaan konsumen dan pelanggan.
Namun, fakta menunjukkan hal lain yang mengharuskan Saya untuk sementara berkonsentrasi sejenak pada bisnis offline, hal ini pula yang membuat 2 bulan ini rehat sejenak dari dunia menulis.
Daya Beli Turun, Apakah Berpengaruh Pada Performance Bisnis?
Berbicara tentang bisnis memang sangat menarik, apalagi bisnis tersebut sesuai dengan passion dan hobi yang kita miliki. Namun fakta berbicara lain, sebenarnya sejak meredanya wabah Covid-19 hampir dua tahun ini, bisnis sudah mulai mengalami kenaikan dan peningkatan yang signifikan.
Namun terjadinya agresi Rusia ke Ukrania yang berjalan satu tahun ini membuat harga bahan naik secara signifikan, hal ini ditambah dengan kenaikan harga BBM bulan September 2022 yang lalu.
Disinilah yang menjadi simalakama bagi para pebisnis, menaikkan harga jual, para pembeli lari, tidak menaikkan, pebisnis dan pedagang merugi. Inilah yang terjadi saat ini “Hidup segan, mati tak mau”.
Fakta di lapangan mengacu dari informasi kumparan.com, yang menyampaikan bahwa benar banyak pedagang yang mengeluhkan jualan dan dagangannya sangat sepi, bahkan terdapat banyak pelaku UMKM yang memilih tutup.
Hal ini sejalan dengan survei Bank Indonesia per Juli 2023, penjualan eceran turun 4,6% bila dibanding Juni 2023. Bahkan Indeks penjualan Riil Juli 2023 sebesar 212,7 turun bila dibandingkan dengan Juni yang tercatat 222,9.
Bahkan ada brand besar fast food, seperti Texas Fried Chicken yang memilih tutup karena imbas kerugian besar yang dialaminya.
Beda Sudut Pandang antara Para Pembeli dan Pebisnis Melihat Bisnis
Sebenarnya ini yang menarik, mungkin kalau kita sebagai pembeli, akan bertanya-tanya mengapa tempat kuliner yang ramai itu tutup? Atau sedikit keingintahuan di benak Anda, “Kan masih banyak yang datang, ada yang beli, kok cafe atau restonya tutup?”
Ini yang membedakan, para pembeli hanya melihat dari sudut pandang, enak, tempat tersebut ramai atau masih didatangi konsumen, banyak yang nongkrong.
Tentu saja hal ini berbeda dengan yang dirasakan para pemilik bisnis atau pebisnis, pengelola tempat makan, banyak hal yang membuat mereka harus menutup tempat bisnis yang dikelolanya, antara lain sebagai contoh:
- Pembeli yang semakin berkurang, tentu hal ini akan berpengaruh pada pendapatan atau keuntungan.
- Terjadinya perubahan pola hidup masyarakat. Dengan naiknya harga barang ditambah kebutuhan yang semakin banyak membuat masyarakat mulai berhemat. Contoh yang paling banyak adalah para pelanggan mulai jarang membeli dan lebih memilih membawa bekal untuk ke kantor atau membuatkan bekal untuk anaknya di sekolah.
- Kesadaran masyarakat akan hidup sehat. Saat ini banyak masyarakat yang mulai mengurangi makan malam bahkan menghindari nasi putih dengan alasan untuk menjaga kesehatan dan agar tidak mengalami kegemukan atau obesitas.
Selain itu banyak penyebab yang membuat pelanggan mengurangi jumlah pembeliannya, selain mulai berhemat juga untuk berjaga-jaga atas kondisi yang belum pasti saat ini.
Memutuskan "Tutup Permanen" Sebuah Pilihan Sulit yang Harus Dilakukan Para Pebisnis
Berbicara tentang operasional bisnis memang banyak hal yang harus dipertimbangkan, begitu pula dengan saya sebagai pemilik bisnis, banyak hal yang harus dilakukan. Salah satunya tentu berdiskusi dengan beberapa kawan pebisnis yang ada dalam satu komunitas, atau mereka yang masih bisa bertahan selama puluhan tahun.
Apa saja yang telah dilakukan, antara lain:
- Melakukan inovasi produk. Tentu saja inovasi produk sudah dilakukan dengan segala cara, kebetulan usaha kuliner kami menjadi pertama yang berinovasi dengan berbagai pilihan produk, namun hal ini tidak mengangkat omset penjualan.
- Memaksimalkan branding. Tentu ini menjadi hal utama yang sudah dilakukan bagi semua pebisnis, apalagi branding yang telah dibangun sudah lebih dari 5 tahun, seperti milik kami yang sudah berjalan sekitar 9 tahun.
- Customer experience yang berkesan. Kualitas selalu menjadi pegangan kami, karena apa pun yang terjadi sebagai pebisnis yang bergerak di bidang kuliner, maka "taste" menjadi hal utama agar konsumen selalu mengingat kami.
- Memanfaatkan momentum. Momentum menjadi salah satu cara agar bisa mengangkat penjualan, mulai dari bekerjasama dengan instansi, dinas atau pun mengadakan promo-promo yang menarik.
- Strategi yang efektif. Strategi pasar menjadi sebuah kunci mulai dari offline sampai dengan online dijalankan.
- Riset pasar. Riset pasar menjadi hal penting bagi sebuah bisnis, termasuk menyesuaikan rasa dan harapan konsumen.
Pada dasarnya semua pebisnis sudah melakukan itu semua, namun penurunan daya beli yang dipengaruhi banyak faktor berimbas pada semua hal, entah dari suplier, kami sebagai produsen, bahkan pihak bank yang juga berimnas bila aliran keuangan tidak berjalan dengan lancar.
Jadi untuk Anda yang ingin berbisnis, sebagai saran “Ada bisa melakukannya setahap demi setahap, karena banyak yang mengatakan, khususnya para pebisnis yang masih bertahan, semua menunggu waktu”.
Tidak tahu apa yang dimaksud, namun bila Anda masih bekerja sebagai karyawan, untuk sementara tetap bertahanlah, kalau pun ingin segera membuka bisnis, lakukan dengan tenang sampai menunggu kondisi ekonomi menjadi lebih baik, dan resesi ini bisa segera berakhir.
Semoga sedikit informasi tentang “Apa benar daya beli masyarakat turun? Melihat dari perspektif pebisnis dan fakta di lapangan” ini bermanfaat, dan memberikan masukan khususnya bagi Anda yang ingin membuka bisnis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H