Mohon tunggu...
Pakar Sugesti
Pakar Sugesti Mohon Tunggu... -

Firman Pratama, seorang profesional trainer dan coach di bidang pengembangan bawah sadar. Program pelatihan yang sangat dahsyat adalah ALPHA MIND CONTROL dan ALPHA TELEPATI untuk info bisa klik www.firmanpratama.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Inilah Makna Mendalam dari Tradisi Mudik Lebaran

30 Juni 2016   15:49 Diperbarui: 30 Juni 2016   16:04 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

“mas firman, pamit ya pulang dulu sekalian selamat hari raya kan liburan, besok saya sudah mudik mas” kata seorang teman kantor saya barusan. Akhir ramadan seperti saat ini memang hawanya mudik, dikantor sudah hawanya liburan. Begitu juga dengan dikampus, tadi saya ke mampir ke laboratorium sudah sepi dari mahasiswa. Sudah banyak yang mudik, coba kita lihat berita di televisi sudah muncul macetnya jalan, macetnya gerbang tol. Ada gerbang tol yang menjadi treding topic di musim mudik tahun ini, gerbang tol brexit, brebes exit hehe. Mengambil istilah dari britania exit. Mudik, pergerakan orang dari kota menuju ke kampung halamannya alias kembali kerumahnya. Dan, tahukah anda kalau mudik ini hanya ada di Indonesia, sesuatu ya.

Tradisi mudik memiliki makna yang mendalam selain hanya pulang bertemu dengan keluarga lalu bersilaturahmi dan meminta maaf. Mudik biasa dilakukan setiap akhir bulan puasa ramadan untuk menyambut Hari Raya Idul Fitri, hal ini terjadi karena sudah tertanam di pikiran masyarakat Indonesia bahwa ketika merayakan hari raya Idul Fitri harus di tempat kelahiran bersama orang tua dan saudara, karena banyak orang Indonesia yang berpindah dari lingkungan pedesaan menuju perkotaan. Tapi apakah hanya sekedar itu makna yang bisa kita ambil dalam tradisi mudik?

Tradisi mudik, kembali ke tempat kelahiran, kembali mengingat asal kita lahir, kembali mengingat semua kenangan di awal kehidupan kita. Artinya, dengan mudik, seharusnya kita mengambalikan jati diri sebagai manusia, mengembalikan kondisi kita seperti saat dilahirkan, yaitu bersih dan fitrah. Tentu makna ini, berkaitan dengan ibadah puasa yang sebulan ini kita jalankan, anda bisa membaca lagi artikel saya tentang makna puasa ya. Bahwa puasa adalah ajang training untuk menjadi manusia sejati. Nah, manusia sejati itu adalah ketika kita dilahirkan, bersih dari berbagai “program-program” pikiran yang melemahkan diri anda, bukankah ketika dilahirkan semua bayi itu menangis dengan suara yang sama? apakah pernah anda mendengar tangis bayi yang baru lahir itu bernyayi lagu dangdut? Tidak ada ya.

Mudik, artinya kembali keasal kita sebagai manusia. Mudik dari kota yang penuh dengan “kebisingan”, penuh dengan “sugesti-sugesti” yang mungkin membuat anda menjadi lupa sebagai manusia, untuk kembali ke asal yang tenang, apalagi jika tujuan mudik anda di kota-kota kecil, tentu menjadi penyegar bagi pikiran anda, menjadi penenang bagi diri anda. Mudik, dengan bertemu orang tua, ataupun jika orang tua sudah meninggal maka mengunjung makamnya, membuka memori ketika dulu masih bersama dengan orang tua kita, membuka ingatan betapa sayangnya orang tua kita. Kembalilah ke fitrah anda sebagai manusia, kembalilah menjadi manusia sejati, manusia yang sadar betul bahwa dirinya adalah “manusia”.

Mudiklah ke “kampung halaman”, kalau kita memaknai kampung halaman ini hanya sebuah tempat maka mudik hanya menjadi ritual belaka. Kampung halaman, adalah semua kenangan awal kita, semua kondisi fitrah sebagai manusia. Merenunglah, sadari bahwa semua orang memiliki “kampung halaman”, yaitu kenangan saat dilahirkan sebagai makhluk yang bernama manusia dengan semua perangkat yang ada dalam diri kita. Jangan sampai, anda ketika ditanya teman anda, “kok kamu ngga mudik? ngga punya kampung halaman ya?”, lalu anda jawab, “saya punya kampung halaman, tetapi lupa nomor halamannya berapa ya?” hehe.

Bagi sahabat muslim, setelah menjalani ibadah puasa sebulan ini maka lakukan “mudik pikiran”, bisa disebut “mudik spiritual”, kembalilah “kekampung halaman” kita masing-masing sebagai manusia, sebagai insan ciptaan Tuhan yang sudah diciptakan dengan segala kebaikan Tuhan. Selamat merayakan Hari Raya Idul Fitri, mohon maaf lahir bathin dari saya sekeluarga, jadikan mudik kita kali ini sebagai media “penyadaran diri” untuk kembali ke fitrah sebagai manusia sejati.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun