Mohon tunggu...
Muhammad Firman Lazuardi
Muhammad Firman Lazuardi Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar dan Pendidik

Muhammad Firman Lazuardi (14010121410015), Mahasiswa Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro Semarang 2021

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pemilu Serentak dan Bangkitnya Representasi Perempuan di Indonesia

30 Mei 2022   10:36 Diperbarui: 30 Mei 2022   10:39 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Representasi politik perempuan dipengaruhi oleh faktor desain sistem pemilihan dan sumber daya yang bisa di mobilisasi oleh kandidat perempuan. Faktor-faktor ini tentu saling berkaitan, bagaimana kandidat perempuan juga harus membuat strategi guna menarik hati para pemilih.

Pemilihan serentak yang menggabungkan antara pemilihan presiden dengan pemilihan legislatif menjadi peluang yang amat besar bagi kandidat calon legislatif perempuan.

Faktor kelembagaan dapat meningkatkan keterwakilan politik perempuan. Selama ini banyak kajian terkait keterwakilan perempuan hanya di titik beratkan pada sistem affirmative action mulai dari pencadangan kursi, sistem resleting dan kuota. Tetapi alternatif lain juga membuktikan, dilaksanakannya Pemilu serentak menghasilkan coattail effect yang dapat membantu meningkatkan jumlah keterwakilan perempuan di tingkatan legislatif nasional.

Meskipun terdapat peningkatan partisipasi politik perempuan, representasi perempuan masih cenderung rendah. Kesenjangan gender masih terjadi dalam semua bentuk sumber daya yang dibutuhkan kandidat untuk suksesi politik, termasuk keuangan dan sumber daya, akses ke jaringan elit, dan pengalaman kepemimpinan politik. 

Penerapan affirmative action juga masih berdampak pada ketidaksetaraan gender. Pengalaman Indonesia menunjukkan bahwa sikap patriarki masih menjadi masalah besar. 

Penelitian juga menunjukkan bahwa politik klientelistik cenderung merugikan perempuan mengingat dominasi laki-laki di jejaring sosial informal yang melakukan perantara peran dalam politik klientelisme. Pengalaman Indonesia juga menunjukkan pada kehadiran yang berpusat pada perempuan dan modal homososial sebagai alternatif menuju kekuasaan bahkan dalam konteks klientelistik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun