Mohon tunggu...
Firman Hidayat
Firman Hidayat Mohon Tunggu... -

Pernah bekerja di bank asing dan mengajar di salah satu universitas di Jakarta. Profesi terakhir sebagai peneliti ekonomi, dan merupakan alumni dari University of Illinois-USA, program Master of Science in Policy Economics. Meluangkan waktu senggang untuk menemani istri, membaca buku, dan nonton film.

Selanjutnya

Tutup

Money

Evolusi Peran Bank Sentral dan Obat Pereda Krisis ala Amerika

29 Juli 2010   07:17 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:30 822
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Selama ini kita mengenal teori evolusi sebagai istilah yang menggambarkan proses adaptasi mahluk hidup dengan lingkungannya yang berlangsung selama puluhan dan bahkan ribuan tahun lamanya. Adalah Charles Darwin orang yang pertama kali memperkenalkan teori ini dalam karyanya yang berlabel “The Origin of Species”. Terlepas dari segala kontroversinya, teori tersebut menggambarkan proses perubahan bentuk suatu spesies menjadi spesies lainnya.

Apakah teori evolusi ini hanya relevan untuk menggambarkan mahluk hidup saja? Tentu saja tidak. Proses evolusi juga dapat diterapkan dalam ilmu ekonomi. Di dalam teori ekonomi terdapat suatu pemahaman bahwa “hanya individu yang akan mati, sedangkan pemerintah (pengambil kebijakan) akan tetap hidup selamanya.” Yang menarik dan perlu dicermati disini adalah upaya yang dapat dilakukan oleh pengambil kebijakan agar dapat bertahan hidup selamanya. Supaya tetap exist, tentu saja pengambil kebijakan, sebut saja bank sentral, harus mau melakukan perubahan sehingga dapat menyesuaikan diri dengan kondisi saat ini dan tidak tertinggal oleh kemajuan zaman.

Krisis keuangan global yang telah meluluh-lantakkan sendi-sendi perekonomian dunia memaksa bank sentral untuk melakukan introspeksi atas peran dan tugas yang diembannya. Selama ini terdapat konsensus bahwa stabilitas harga (baca: inflasi yang rendah dan stabil) adalah tujuan utama bank sentral dan suku bunga adalah salah satu instrumen yang lazim digunakan oleh bank sentral. Teori ekonomi lebih lanjut menyebutkan bahwa upaya bank sentral dalam menggapai inflasi yang rendah dan stabil dilakukan dengan mempengaruhi ekspektasi suku bunga jangka pendek. Sementara itu, pembentukan suku bunga jangka panjang dan harga aset akan menyesuaikan dengan pergerakan suku bunga jangka pendek tersebut.

Bagaimana bank sentral dapat mempengaruhi Inflasi? Logika sederhananya adalah sebagai berikut, pembentukan harga merupakan pertemuan antara permintaan (demand) dan penawaran (supply) barang dan jasa. Harga akan cenderung naik ketika terjadi gangguan (distorsi) baik di sisi demand maupun supply. Sebagai contoh, katakanlah di suatu pasar tradisional terdapat seorang pedagang yang menjual 5kg cabe keriting dan 5 orang pembeli yang bersedia membayar 1kg cabe keriting dengan harga Rp100. Suatu ketika, datang 5 pembeli baru (sehingga total pembeli menjadi 10 orang) yang sangat membutuhkan cabe keriting, sedangkan jumlah cabe keriting yang tersedia tetap 5kg. Fenomena tersebut menunjukkan adanya distorsi di sisi demand dimana supply cabe keriting tetap sedangkan pembeli cabe keriting bertambah. Akibatnya, harga cabe keriting akan mengalami inflasi menjadi, let say, Rp200 atau Rp500 atau bahkan Rp1000 (10 kali lipat dari harga awal).

Sementara itu, distorsi di sisi supply dapat terjadi ketika jumlah cabe keriting yang tersedia berkurang menjadi 1kg dengan pembeli tetap 5 orang. Biasanya, distorsi di sisi supply ini sering terjadi di negara berkembang karena berbagai faktor seperti faktor alam (banjir, kemarau, dan serangan hama) dan minimnya infrastruktur. Dengan demikian, ketersediaan barang dan jasa di negara berkembang menjadi salah satu faktor utama pendorong kenaikan harga. Di sisi lain, supply barang di negara maju relatif stabil sehingga bank sentral dapat fokus kepada distorsi yang terjadi di sisi demand. Faktor lainnya yang dapat menyebabkan distorsi adalah faktor ekspektasi. Ketika terdapat ekspektasi bahwa panen cabe keriting akan mengalami kegagalan karena kemarau yang berkepanjangan, pembeli akan cenderung memborong cabe keriting dalam jumlah yang lebih banyak untuk persediaan sedangkan pedagang cenderung untuk menyimpan cabe keriting karena pasokan yang bakal berkurang. Ketiga contoh distorsi ini akan menyebakan kenaikan harga cabe keriting (inflasi).

Kembali ke peran bank sentral, suatu bank sentral dapat mempengaruhi pembentukan harga dengan memainkan tingkat suku bunga (di Indonesia dikenal dengan istilah BI Rate). Namun, bank sentral hanya dapat mempengaruhi pembentukan harga melalui sisi demand. Sebagai contoh, ketika terdapat kecenderungan kenaikan harga karena adanya kenaikan demand, bank sentral akan menaikkan suku bunga sehingga masyarakat akan lebih memilih menyimpan uangnya di sistem perbankan daripada menggunakannya untuk membeli barang, yang pada akhirnya dapat mencegah kenaikan harga yang berlebihan. Sebaliknya, ketika inflasi bukan merupakan suatu ancaman dan demand barang relatif rendah, bank sentral dapat menurunkan suku bunga sehingga masyarakat lebih suka untuk memegang uang cash dan terdorong untuk menggunakannya untuk membeli barang. Singkatnya, inflasi yang rendah dan stabil dapat dicapai oleh bank sentral dengan menerapkan kebijakan suku bunga yang efektif. Dengan kebijakan suku bunga yang efektif tersebut, bank sentral dapat mempengaruhi suku bunga jangka panjang dan harga aset.

Obat Pereda krisis ala Amerika Serikat

Ketika krisis menghantam perekonomian Amerika Serikat, daya beli masyarakat AS langsung turun drastis karena investasi mereka hanyut terbawa kegagalan investasi subprime mortgage. Untuk mendorong kegiatan ekonomi, the Fed menurunkan suku bunga hingga mendekati nol persen. Celakanya, apa yang dilakukan the Fed tidak cukup dan suku bunga tidak bisa diturunkan lagi. Inilah awal mula terjadinya evolusi bank sentral AS. Untuk menyelamatkan perekonomian AS, the Fed menerapkan kebijakan non konvensional, yaitu melakukan intervensi langsung di pasar keuangan dengan memberikan bantuan keuangan kepada perusahaan-perusahaan besar dan membeli aset subprime mortgage yang bermasalah. Kebijakan ini merupakan kebijakan baru yang “out of the box” dan belum pernah dilakukan sebelumnya oleh the Fed.

Upaya yang dilakukan oleh the Fed sedikit banyak mulai menunjukkan hasil. Dalam laporan yang disampaikan ke kongres AS pada 22 Juli 2010 lalu the Fed memperkirakan ekonomi AS tumbuh sekitar 3%-3,5% pada 2010 dan 3,5%-4,5% pada 2011 dan 2012. Ada sedikit catatan atas proyeksi tersebut dimana tingkat pengangguran AS masih relatif tinggi, yaitu mencapai sekitar 7%-7,5% pada 2012. Meskipun demikian, kebijakan yang diambil the Fed dianggap telah menyelamatkan perekonomian AS dari krisis yang berkepanjangan dan mengembalikan kepercayaan investor untuk tetap melakukan investasi di wall street.

Untuk menghindari terulangnya krisis di AS, kongres AS telah menyetujui undang-undang reformasi keuangan yang diyakini dapat menjadi obat pereda krisis di masa mendatang. Mandat yang lebih besar pun telah diberikan kepada pengemban kebijakan fiskal dan moneter (the Fed dan the Treasury Department) untuk menjaga stabilitas sistem keuangan AS. The Fed dan Treasury Department akan bersama-sama mengawasi dengan seksama dan berupaya membatasi ruang gerak investor yang mencoba untuk melakukan transaksi spekulatif.

Dengan adanya undang-undang ini, peran institusi fiskal dan moneter akan mengalami evolusi dengan lebih memberikan perhatian kepada perlindungan konsumen dan berupaya mencegah perilaku investor yang akan mencari keuntungan sesaat. Alhasil, sebuah biro perlindungan konsumen akan didirikan dibawah the Fed yang bertugas untuk mengawasi kemungkinan penyalahgunaan transaksi morgage, kartu kredit, dan pinjaman lainnya. Selain itu, sebuah terobosan penting telah dilakukan dengan akan dibentuknya sebuah lembaga pengawasan stabilitas keuangan (Financial Stability Oversight Council) yang bertugas untuk memonitor perusahaan-perusahaan besar yang berdampak sistemik dan memantau kemungkinan asset bubbles yang terjadi di pasar saham maupun properti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun