Mohon tunggu...
Firman Dimas
Firman Dimas Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa aktif di Fakultas Psikologi Universitas Negeri Malang

mahasiswa yang masih menempu pendidikan S1 di fakultas universitas negeri malang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Hari Kesehatan Mental Dunia: Bahaya Self Diagnose

15 Desember 2023   15:10 Diperbarui: 15 Desember 2023   15:12 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Penulis

Momen hari kesehatan mental sedunia merupakan momen yang diperingati setiap tanggal 10 Oktober.  Yang dimana ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran akan kesehatan mental dan mendorong perubahan individu ke arah yang lebih positif, selain itu hari kesehatan mental tetap digaungkan adalah mendorong masyarakat untuk meningkatkan literasi dan semakin aware dalam menyikapi lingkungan sekitar. Kampanye untuk isu kesehatan mental ini selalu dilakukan massif di internet, karena tidak dipungkiri penyebaran informasi di internet terkesan sangat mudah untuk dilakukan. Dilansir dari Indonesia.go.id, berdasarkan survei yang dilakukan SUSENAS (survei sosial ekonomi Indonesia) pengguna internet di Indonesia mulai dari tahun 2022 sampai dengan 2023 tercatat sebanyak 215,63 juta pengguna internet di indonesia yang angkanya naik sebanyak 2,76% dari survei sebelumnya, tentu hal tersebut mengindikasikan bahwa Masyarakat Indonesia sudah semakin melek dengan internet.

Peningkatan angka pengguna internet tentu jika tidak di imbingani oleh pengetahuan maka akan mudah termakan informasi yang kadang tidak jelas sumbernya, Bagai pedang bermata dua, kemudahan internet jika tidak disikapi dengan bijaksana, alih - alih bermanfaat  tambah menyesatkan. Termasuk juga informasi tentang kesehatan, informasi tentang kesehatan banyak tersebar banyak dimana mana di internet, maka tidak sedikit orang yang penasaran dengan apa yang terjadi dengan dirinya ketimbang pergi ke tenaga yang lebih ahli. Fenomena ini disebut dengan self-diagnosis

Self diagnosis adalah suatu perilaku mendiagnosa bahwa dirinya mengidap suatu gangguan maupun penyakit hanya bermodalkan dari internet. Hal ini sebenarnya memiliki dampak positif yaitu tingkat aware terhadap lingkungan maupun dirinya sudah tinggi, tetapi berefek negatif karena bisa saja hal tersebut adalah salah, karena hanya berbekal informasi yang dimiliki diri sendiri yang kemudian berasumsi seolah olah dirinya sudah tahu dan yakin tentang apa yang alami. Tentu, hal ini berbahaya, karena menyebabkan kecemasan yang tidak perlu yang dapat menimbulkan tindakan -- tindakan kompulsif.

Misal untuk mengakui bahwa seseorang mengidap bipolar karena emosinya naik turun dan cenderung tidak stabil, atau  mengidap ADHD karena tidak fokus pada satu hal, dengan berbekal hal itu, seseorang berusaha mencari solusi  dari internet yang kemudian disarankan membeli obat obat tertentu. Jika ini diteruskan, akan berbahaya karena akan menimbulkan gejala gejala yang sebelumnya tidak muncul tetapi akibat dari perilaku kompulsif ditambah dengan panik maka, gejala gejala seperti itu menjadi ada. Padahal runtutan untuk seseorang didiagnosis suatu gejala penyakit mental harus melalui proses yang panjang dan bahkan saat mendiagnosis, antar satu tenaga ahli dengan yang lain bisa saja berbeda.

Sumber gambar: Penulis
Sumber gambar: Penulis

Atas dasar fenomena itu pada tanggal 12 oktober 2023 di rumah sakit dilakukan psikoedukasi yang berjudul "Bahaya Self-Diagnose". Psikoedukasi ini dilakukan oleh Firman Dimas , mahasiswa magang yang dari Fakultas Psikologi Universitas Negeri Malang. Psikoedukasi ini dilakukan  di dua tempat yang berbeda yang pertama dilakukan di platform sosial media Instagram dan yang kedua di lobby tunggu pasien, sasaran audiensi ini di lakukan kepada orang usia dewasa awal (25-35) tahun

Pada psikoedukasi ini selain mengedukasi mengenai dampak dan cara penanganan, juga melakukan PKRS (Promosi Kesehatan Rumah Sakit) yang dimana Rumah Sakit Unisma Malang sendiri juga memiliki poli spesialis jiwa dan poli psikologi yang dapat menjadi alternatif untuk menjawab perilaku self diagnose.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun