Kini catatan merah Jaksa Agung semakin tak terhitung, Jaksa Agung yang selalu disibukkan dengan urusan politik, kini takluk tak berdaya. Terbukti, dari sumber yang penulis himpun, baru-baru ini Yusril Ihza Mahendra memenangkan "perseteruan" dengan Kejaksaan Agung. Bekas Menteri Sekretaris Negara itu pernah melengserkan Hendarman Supandji dari kursi orang nomor satu korps adhyaksa. Yusril membatalkan surat keputusan Jaksa Agung M Prasetyo mengenai pencopotan Mangasi Situmeang dari jabatan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Pontianak.
Yusril menjadi kuasa hukum bagi Mangasi Situmea dalam pengajuan gugatan terhadap Jaksa Agung di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Kebenaran memang akan selalu menang, sedang kesemena-menaan akan selalu terlihat memalukan.
Ketua majelis hakim PTUN Jakarta Teguh Satya Bhakti menilai, pemutasian Mangasi Situmeang oleh Jaksa Agung dari posisi Kajari Pontianak ke Penelitian dan Pengembangan Kejaksaan Agung (Kejagung) berunsur nonyuridis dan melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil. Klik Disini
Menurut kabar, Jaksa Mangasi yang menjadi korban ketidak bijaksanaan Jaksa Agung, diakibatkan karena selama kurun waktu tujuh bulan menjabat sebagai kepala Jaksa Agung di Pontianak, Mangasi Situmeang sukses membabat habis para koruptor yang bergerilya di pemerintahan daerah Pontianak. Yakni kasus korupsi Politeknik Negeri Pontianak, pengadaan jasa pengamanan DPRD Pontianak, anggaran operasional mobil dinas Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat dan korupsi pengadaan tanah Kecamatan Pontianak Utara.
Hal tersebut merupakan prestasi yang sangat luar biasa yang dilakukan oleh Mangasi. Prestasi gemilang ini bukan justru diapresiasi oleh Jaksa Agung, akan tetapi justru didzalimi, dengan mencopot jabatan Mangasi sebagai Kepala Kejari Pontianak dan dimutasi ke Pusat Penelitian dan Pengembangan Kejagung.
Akibat kejadian yang memalukan ini, Hakim PTUN Jaksarta memerintahkan kepada Jaksa Agung untuk membatalkan atau mencabut Surat Keputusan pemutasian Mangasi Situmeang dan membayar sanksi administrative senilai Rp. 300.000 (Tiga ratus ribu rupiah). Hemat penulis, sanksi di atas, sangatlah ringan bagi Jaksa Agung yang notabene adalah lembaga penegak hukum di negeri ini. lembaga hukum seperti Jaksa Agung seharusnya berhati-hati dalam memberikan Surat Keputusan kepada bawahannya. Pencopotan jabatan atau pemutasian bawahannya harus didasari dengan alasan yang jelas.
Sanksi yang menurut penulis pantas diterima oleh Jaksa Agung, yaitu dicopot dari jabatannya, mengingat selama ini, Jaksa Agung yang diketuai oleh HM Prasetyo telah gagal dalam menegakkan hukum di Indonesia. Kinerjanya selalu disibukkan dengan urusan politik. Kasus yang merugikan kelompoknya (NASDEM) akan dibiarkan berjalan mulus laksana tak ada masalah apapun, akan tetapi apabila ada kasus yang menurut perhitungan politik merugikan Partainya akan dibantai habis-habisan.
Akibat dari kekalahan telak Jaksa Agung kali ini, lembaga penegak hukum kebanggaan masyarakat yang bernama Jaksa Agung semakin tak berdaya, taringnya semakin tumpul akibat kesalahan sendiri yang selalu disibukkan dengan urusan politik. Akhir kata, kalau kata sang maestro Sastrawan Ulung Khairil Anwar “Mampus kau dikoyak-koyak sepi” tapi kali ini MAMPUS KAU JAKSA AGUNG (PRASETYO) DIKOYAK-KOYAK YUSRIL IHZA MAHENDRA.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H