Mohon tunggu...
Firman Seponada
Firman Seponada Mohon Tunggu... -

Memegang idealisme itu laksana menggenggam bara api. Tak banyak orang mau melakukannya. Sebab, hanya sedikit yang sudi bersusah-susah mencari pelindung telapak agar tak melepuh.....

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Semua Gara-gara Tambak!

25 Maret 2010   14:46 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:12 470
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

[caption id="attachment_102332" align="alignleft" width="300" caption="Jadi tambak dan permukiman. Tak ada lagi benteng alam itu... (Dok: Pribadi)"][/caption] Kawasan pesisir Kabupaten Pesawaran, Lampung, mulai merana. Tambak-tambak udang, baik yang dikelola secara intensif maupun tradisional, menghampar di bibir-bibir pantainya. Petak-petak itu menggantikan apa yang dulunya hutan mangrove. Pembukaan tambak-tambak udang yang berlanjut sejak tahun 1985 hingga sekarang secara cepat menghabisi vegetasi pantai yang melindungi daratan itu. Kini, kawasan yang biasa disebut sabuk hijau itu tinggal bersisa sekitar 40 persen. Pesawaran sesungguhnya kawasan penting di Lampung. Kabupaten ini memiliki garis pantai sepanjang 96 kilometer, termasuk pantai di pulau-pulau kecilnya. Secara total, daerah ini memiliki 1.200 hektare hutan mangrove, semuanya membentang di Kecamatan Padangcermin dan Punduh Pidada. Sekarang, sabuk hijau di bekas wilayah Kabupaten Lampung Selatan itu 500 hektare di antaranya berubah menjadi lahan budidaya udang. Semua tambak di sana diketahui beroperasi secara liar. Belakangan mereka baru sibuk mengurus legalitas setelah didatangi aparat pemerintah. Namun, Pemkab Pesawaran tak berani menghentikan aktivitas budidaya tak ramah lingkungan itu. Sebab, ada manfaat ekonomi di sana. Minimal sebagai lapangan kerja. [caption id="attachment_102333" align="alignright" width="300" caption="Tambak intensif, merobek sabuk hijau... (Dok: Pribadi)"][/caption] Sudahlah tak berizin, para petambak di Pesawaran juga tidak mengindahkan kelestarian alam. Pohon-pohon bakau ditebangi demi memperoleh lahan budi-daya seluas-luasnya. Tidak ada satupun petambak yang mematuhi ketentuan bahwa hutan mangrove selebar 200 meter dari bibir pantai tidak boleh digarap. Kini, hutan mangrove Pesawaran yang rusak berat itu memunculkan hirau warga dan sejumlah aktivis lingkungan hidup. Mereka mulai merapatkan barisan untuk memulihkan yang rusak dan melestarikan yang masih tersisa. Adalah Mitra Bentala yang pertama-tama mengetuk kesadaran warga itu. Berbekal pengalaman mempersuasi masyarakat Pulau Pohawang dalam melestarikan mangrove, LSM yang fokus pada isu pesisir itu mendatangi tokoh-tokoh warga Pesawaran. Mereka mendiskusikan dengan masyarakat betapa pentingnya mangrove bagi masyarakat pesisir. Dari sejumlah pertemuan diskusi, dukungan warga kepada Mitra Bentala terus membesar. Sehingga, warga desa-desa di Padangcermin dan Punduh Pidada sepakat membentuk kelompok masyarakat penyelamat hutan mangrove. [caption id="attachment_102334" align="alignleft" width="300" caption="Kelompok Masyarakat Penyelamat Hutan Mangrove Desa Gebang, dikukuhkan dan segera berjuang. (Dok: Pribadi)"][/caption] Kamis, 25 Maret siang, giliran Kelompok Masyarakat Penyelamat Hutan Mangrove Desa Gebang, Padangcermin, dikukuhkan. Mereka segera melakukan pembibitan, penanaman bakau, dan mengawasi hutan mangrove dari kerusakan. Pelantikan di Kantor Kepala Desa Gebang, Kecamatan Padangcermin, Kabupaten Pesawaran itu juga diisi lokakarya Penyelamatan Hutan Mangrove. Tampil sebagai pembicara, Asisten II Pemkab Pesawaran Zailani Bura dan Kepala Disbunhut Pesawaran Djamaluddin Yusuf. Juga Sekretaris Dinas Perikanan dan Kelautan Pesawaran Suyanto dan Wakil Ketua Badan Legislasi DPRD Pesawaran Johny Corne. Lokakarya dipandu Sekretaris AJI Bandarlampung Adian Saputra. [caption id="attachment_102335" align="alignright" width="300" caption="Di balik hutan mangrove yang tipis itu laut. Tidak lagi sampai 200 meter dari bibir pantai... (Dok Pribadi)"][/caption] Peserta lokakarya sepakat, laju kerusakan hutan mangrove itu harus distop. Di antaranya dengan memberi sanksi kepada setiap perusak hutan mangrove. Pemerintah, menurut Zailani, juga risau atas rusak parahnya hutan mangrove di Pesawaran. Maka, sejumlah langkah mulai dilakukan demi mengerem laju kerusakan perisai daratan dari ombak, abrasi, dan intrusi itu. Di antaranya dengan membentuk Tim Monitoring Tambak Udang Pesawaran yang beranggotakan lintas satuan kerja itu. Sebagai Asisten II yang membidangi ekonomi dan pembangunan, Zailani Bura menjadi ketua tim tersebut. Zailani mengaku, sudah meminta semua petambak menanam bakau di lahan mereka yang paling dekat pantai. Tetapi sejauh ini banyak petambak tidak menggubris rekomendasi tersebut. [caption id="attachment_102336" align="alignleft" width="300" caption="Di sinilah organisme dan biota air hidup, menjadi rantai makanan, juga tempat berpijah ikan (Dok: Pribadi)"][/caption] Direktur Eksekutif Mitra Bentala Herza Yulianto menegaskan, penyelamatan hutan mangrove itu mutlak dilakukan demi terjaminnya masa depan generasi mendatang. Sebab, kawasan hijau tumbuhan pantai ini punya fungsi sangat penting bagi mahluk hidup, terutama manusia. Hutan bakau merupakan habitat bagi organisme biota laut. Dia menjadi sub-sistem rantai makanan. Di bawah-bawah akar bakaulah ikan-ikan berpijah dan mengasuh anak-anak mereka. Kerusakan hutan mangrove, karena itu, segera mengurangi populasi dan jenis ikan yang selama ini menjadi sumber gizi bagi manusia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun