[caption id="attachment_41146" align="alignleft" width="300" caption="Torgamba di kandangnya"][/caption] Banyak orang tahu di Taman Nasional Way Kambas (TNWK) Lampung ada Pusat Latihan Gajah (PLG). Tetapi, pasti sedikit yang pernah mendengar di kawasan konservasi ini juga terdapat penangkaran badak sumatera. Saya akan mengajak Kompasianer bertamu ke rumah semi-alami satwa berkulit tebal itu. Penangkaran yang disebut Suaka Rhino Sumatera (SRS) ini dibangun tahun 1996. Atas prakarsa sejumlah pihak, di antaranya Departemen Kehutanan, International Rhino Foundation (IRF), dan Taman Safari Indonesia (TSI). Untuk datang ke tempat badak sumatera yang terancam punah itu coba dibiakkan, tidak gampang. Pengunjung pertama-tama harus mendapat rekomendasi dari IRF yang berkantor pusat di Bogor, Jawa Barat. Lalu, mengurus Simaksi (Surat Izin Masuk Kawasan Konservasi) ke Balai TNWK. [caption id="attachment_41148" align="alignright" width="300" caption="Plang SRS TNWK"][/caption] Kini, SRS TNWK dihuni lima ekor badak bercula dua yang dalam bahasa latin disebut Dicerorhinus sumatrensis. Dua badak jantan: Torgamba dan Andalas, ditambah tiga badak betina: Bina, Ratu, dan Rossa. Andalas adalah pendatang terakhir SRS. Dia badak jantan muda yang diterbangkan dari Kebun Binatang Cincinatti Zoo, Amerika Serikat. Dialah kelahiran pertama badak sumatera yang ditangkarkan di luar habitat aslinya, sepanjang 112 tahun penantian. Andalas masuk SRS pada Februari 2007. Dia didatangkan untuk memupuk harapan ada kelahiran badak di penangkaran semi alami yang sudah dikelola lebih dari 10 tahun ini. [caption id="attachment_41151" align="alignleft" width="300" caption="Rumah badak berpagar setrum"][/caption] Tempat hidup Torgamba, Bina, Ratu, Rossa, dan Andalas berupa hutan lebat seluas 100 hektare. Arealnya dikelilingi pagar berpenyengat listrik sepanjang 4 kilometer yang dipasang melingkari penangkaran. Pagar ini gunanya menjamin badak-badak tidak keluar areal penangkaran. Juga untuk menghindari satwa-satwa lain masuk dan mengganggu habitat semi alami satwa berkulit tebal yang senang menyendiri itu. Areal SRS berada dalam kawasan hutan TNWK yang masih asli. Sehingga di dekat mess tamu biasa dijumpai babi hutan dan rusa berkeliaran. [caption id="attachment_41153" align="alignright" width="300" caption="Dedi Chandra (dokter hewan) dan Yuhadi (keeper)"][/caption] Penangkaran badak SRS diurus dua dokter hewan, Dedi Chandra dan Andriansah. Sedangkan setiap ekor badak dirawat dua penjaga yang disebut keeper. Berarti sekarang ada 10 keeper di SRS. Mereka semuanya warga dekat kawasan TNWK. Ini salah satu cara menjaga kawasan konservasi dengan memberdayakan masyarakat sekitar hutan. Penjaga badak ini bertugas memandikan, memberi makan dan mencari pakan tambahan untuk badak yang mereka rawat. Keeper juga bertanggung-jawab terhadap keamanan pagar penangkaran. Badak sumatera memang sudah terancam punah. Sekarang masih hidup sekitar 275 ekor yang tersebar di hutan-hutan Sumatera dan penangkaran di seluruh dunia. Di hutan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS), satwa yang sulit berbiak ini jumlahnya sudah tidak sampai 60 ekor. Sedangkan di hutan TNWK, termasuk yang ditangkarkan di SRS, tinggal sekitar 27 ekor. [caption id="attachment_41154" align="alignleft" width="300" caption="Rossa mencari makan di luar kandang"][/caption] Ada beberapa penyebab hewan langka yang dikenal pemalu ini terancam punah. Satwa solitair (senang menyendiri) ini hanya punya usia harapan hidup 45 tahun. Sementara, kemampuannya berbiak rendah sekali. Ancaman paling serius tentu saja aksi perburuan liar. Di masyarakat masih beredar mitos, cula badak mampu menambah keperkasaan lelaki. Ini yang mendorong pemburu liar masuk hutan dan membunuhi satwa dari kelompok lima mamalia besar dilindungi itu. Berbagai upaya terus dilakukan untuk memperbanyak populasi hewan langka yang dikenal bermata dan bertelinga tajam ini. Maka dari itu, semua upaya pelestarian satwa yang beratnya bisa mencapai 700 kilogram ini wajib diapresiasi dan didukung. Termasuk apa yang dilakukan beberapa pihak di Taman Nasional Way Kambas sekarang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H