Mohon tunggu...
Firman Seponada
Firman Seponada Mohon Tunggu... -

Memegang idealisme itu laksana menggenggam bara api. Tak banyak orang mau melakukannya. Sebab, hanya sedikit yang sudi bersusah-susah mencari pelindung telapak agar tak melepuh.....

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Annisa Menulis Mimpi

22 Mei 2010   02:30 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:03 1210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

[caption id="attachment_147089" align="alignleft" width="254" caption="Dulunya introvert. (Dok. Annisa F. Rangkuti)"][/caption] Menjadi anak pemalu, pendiam, dan kurang percaya diri, membawa berkah bagi Annisa Fitri Rangkuti setelah dewasa. Sebab, sebagai pengganti kurang berani menyampaikan pendapat secara lisan, dia menemukan kesenangan membaca dan menuangkan isi hati dalam tulisan. Perempuan kelahiran Padang Sidempuan, 1 Agustus 1983 ini menulis diary sejak kelas 1 SMP. Dia mencatat apa saja yang dialaminya setiap hari. Ketika menggoreskan pena itu, perasaannya menjadi lega karena seperti memiliki “teman bicara”. Hingga sekarang, Nissa setidaknya memiliki 5 buku harian yang hampir setiap hari dia isi sejak SMP hingga kuliah. Paling rajin menulis diary ketika SMP dan SMA. Saat kuliah, kegiatan menuangkan pikiran ke dalam tulisan itu mulai jarang dia lakukan lantaran kesibukannya sebagai mahasiswa. Tamat dari SMA Negeri 1 Medan, Annisa melanjutkan kuliah ke Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara (USU). Gelar sarjana psikologi dari PTN terbesar di Sumatera itu dia raih pada Juli 2005. Sejak kuliah, rasa percaya dirinya mulai terpupuk. Sebab, sebagai mahasiswi psikologi, bungsu dari 6 bersaudara ini mampu belajar bagaimana memahami dan nyaman dengan diri sendiri. Apalagi tak lama dari lulus kuliah, pada Desember 2005 dia mulai magang di Biro Psikologi Persona. Nissa menjadi tester dan korektor di kantor milik dosennya itu. Tugasnya mengadministrasi dan memberi instruksi tes psikologi. Juga memeriksa jawaban psikotes dan mencocokkannya dengan kunci jawaban dan rumus-rumus tertentu. Kliennya kadang siswa, calon karyawan, atau siapapun yang datang ke biro itu untuk uji psikologis. Lambat laun dia dipercaya menjadi tester dan korektor di perusahaan besar seperti Indosat. Waktu itu Nissa belum boleh menjadi konseling karena belum berkompeten sebagai psikolog. [caption id="attachment_147095" align="alignright" width="246" caption="Bersama suaminya, dr. Rizka Heriansyah, usai lulus S2 Psikologi USU, 23 Juli 2008. (Dok. Annisa F. Rangkuti)"][/caption] Selain di Biro Psikologi Persona, pemilik tulang pipi menonjol seperti Sandra Bullock ini juga ikut mengurus Biro Psikologi Ray. Ini kantor milik Amiruddin Rangkuti, ayahnya, yang psikolog jebolan UGM. Di sini, Nissa juga sebagai tester dan korektor. Kecuali menerima klien di rumah, Biro Ray juga menguji psikologis di perusahaan-perusahaan, instansi pemerintah, dan sekolah-sekolah. Tahun 2006, Nissa melanjutkan kuliah ke jenjang S2. Masih di almamaternya, Fakultas Psikologi USU, dia mengambil Program Pendidikan Profesi Psikologi Jenjang Magister (P4JM) Kekhususan Psikologi Klinis Anak. Perempuan yang wajahnya mengguratkan kebaikan hatinya ini kuliah lagi agar bisa melanjutkan usaha Biro Psikologi Ray. Sebab, ayahnya sudah hendak pensiun dan beristirahat menyusul usianya yang kian sepuh. Gelar magister dia peroleh pada Juli 2008. Dua bulan dari itu Nissa diterima menjadi dosen di Fakultas Psikologi Universitas Medan Area (UMA). Ayahnya pernah menjadi dekan di kampus ini. Dia mengajar beberapa mata kuliah, seperti Psikologi Klinis, Psikologi Bermain, Penyusunan Skala Psikologi, dan Metodologi Penelitian. Atas dorongan bapak mertuanya yang dosen di Fakultas Kesehatan Masyarakat USU, Nissa juga melamar menjadi pengajar di kampus negeri ini. Pada September 2009, dia diterima. Tetapi masih berstatus asisten dosen mata kuliah Psikologi Dasar, belum PNS. Selama menjadi dosen, Nissa pernah ikut dalam tim tester dan asesor calon karyawan PLN yang seleksinya di Medan. Penyaringan pegawai ini diadakan PT Sinergi Analis, sebuah biro psikologi yang berkantor di Bandung. Kali ini, dia tidak lagi mewakili biro tempatnya bekerja. Melainkan sebagai anggota independen, maklum Nissa sudah mengantongi gelar psikolog. [caption id="attachment_147099" align="alignleft" width="300" caption="Diapit ayahnya Amiruddin Rangkuti dan ibundanya Rosliana Harahap, usai lulus ujian S2 di USU, 23 Juli 2008. (Dok. Annisa F. Rangkuti)"][/caption] Pada awal Desember 2009 Nissa terpaksa mengundurkan diri dari UMA karena harus ikut suaminya dokter Rizka Heriansyah. Pujaan hatinya itu ditugaskan ke Panyabungan, Mandailing Natal, selama 6 bulan. Ini sebagai syarat pendidikan bagi suaminya yang calon dokter spesialis kebidanan & kandungan (obstetric & gynecologist). Sekarang Nissa mendampingi suaminya tugas belajar di kota yang lebih dekat ditempuh dari Padang ketimbang dari Medan itu. Tetapi dia masih menjalani profesi psikolog dan dosen. Mengajar di USU dia lakukan hanya pada semester ganjil. Nissa juga berpraktek psikolog di Biro Psikologi Ray peninggalan ayahnya. Perempuan berjilbab ini tidak lagi introvert. Terbukti dia sudah terampil menjadi pembicara seminar psikologi. Juga sering menjadi narasumber di harian Waspada, harian Medan Bisnis, dan harian Global. Di Panyabungan, Nissa sering dilanda jemu karena tidak punya aktivitas kecuali ibu rumah tangga. Apalagi Nissa dan Rizka juga belum punya momongan. Untuk membunuh rasa bosan itu, dia aktif berinternet. Sebetulnya perempuan yang usianya hampir 27 tahun ini sudah lama keranjingan fesbuk. Tetapi situs jejaring sosial paling banyak penggunanya itu tidak membuatnya betah. [caption id="attachment_147101" align="alignright" width="300" caption="Sudah ekstrovert. Bersama dua karibnya, Icut dan Dina. (Dok. Annisa F. Rangkuti)"][/caption] Perempuan yang hobi membaca, nonton film, dan jalan-jalan ini kemudian iseng-iseng membaca Kompas.com lalu berjumpa dengan Kompasiana. Hari itu juga, 23 Desember 2009, dia meregister diri menjadi kompasianer. Nissa seperti menemukan wadah menulis yang cocok. Dalam hatinya yakin, Kompasiana bisa menjadi ajang latihan menulis. Blog sosial ini seperti menghidupkan kembali mimpinya menjadi penulis yang sempat terpenjara kesibukannya kuliah. Anak Medan asli—dia cuma sampai usia 4 tahun tinggal di tanah kelahirannya Padang Sidempuan—ini merasa beruntung kenal Kompasiana. Sebab, lewat blog ini kemampuan menulisnya kian terasah. Dia sudah mendapatkan reward atas kegemarannya menulis itu. Annisa baru saja menjadi satu dari 10 penerima handphone dari blogdetik. Dia memenangkan Writing Contest "Inspiring Wowen" dalam merayakan Hari Kartini yang diselenggarakan blogdetik.com. Lomba ini diikuti ratusan blogger dari sejumlah blog di Indonesia. Nissa mengirimkan tulisannya “Menelusuri Jejak Rohana Kuddus, Sang Kartini dari Ranah Minang” yang tayang di Kompasiana. Kompasianer lain yang memenangkan lomba tersebut adalah Rahmi Hafizah. Gadis berjilbab ini mengikutkan karyanya “Ibuku, Guruku dan Inspirasiku”. Kompasianawati satu ini mendapatkan satu dari 10 merchandise hadiah blogdetik. [caption id="attachment_147102" align="alignleft" width="300" caption="Blitz kamera yang over tak mampu memudarkan wajah teduhnya. (Annisa F. Rangkuti)"][/caption] Nissa seperti mendapat berkah yang besar atas keberhasilannya memenangkan lomba menulis itu. Tentu saja bukan karena mendapatkan telepon genggam yang bisa dipakai chatting. Melainkan karena penghargaan tersebut melecut semangatnya untuk menggapai mimpinya menjadi penulis. Menilik tulisan-tulisannya, Nissa tidaklah menggantang asap dalam meraih cita-citanya itu. Cerpen-cerpen karyanya selalu enak dibaca. Tinggal lagi meneguhkan tekad untuk menjadikannya buku. Kehadiran Annisa Fitri Rangkuti dalam jagad fiksi di Kompasiana makin meneguhkan keyakinan bahwa era Chairil Anwar sudah perlahan menghilang. Pada beberapa dekade silam, penggiat sastra selalu digambarkan sebagai dekil, gondrong, dan nyentrik. Tetapi sekarang sedang bersinar era sastra wangi. Penulisnya datang dari kalangan menengah mapan. Mereka dari kelompok yang lebih kinclong, terpelajar, dan harum. Annisa F. Rangkuti potensial menjadi bagian dari generasi sastra wangi itu, mengikuti jejak Dewi Lestari, Fira Basuki, atau Vivi Diani Savitri. Catatan: Profil ini piagam untuk kawanku Annisa Fitri Rangkuti atas ketekunannya mencoret diary. Maju terus Mbak Nissa, jangan pernah berhenti menulis mimpi…..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun