Mohon tunggu...
Firman Seponada
Firman Seponada Mohon Tunggu... -

Memegang idealisme itu laksana menggenggam bara api. Tak banyak orang mau melakukannya. Sebab, hanya sedikit yang sudi bersusah-susah mencari pelindung telapak agar tak melepuh.....

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Melatih Gajah Menjadi Serba Guna

6 Februari 2010   03:48 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:04 862
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_69102" align="alignleft" width="300" caption="Ini pasti jantan, lihat ada gadingnya"][/caption] Ketika mendengar kata Way Kambas, boleh jadi yang pertamakali terbayang adalah gajah pintar. Di taman nasional ini memang terdapat Pusat Latihan Gajah (PLG). Di sini pengunjung bisa menyaksikan atraksi gajah yang luar biasa. Seperti bermain bola, menari, berjabat tangan, memberi hormat, mengalungkan bunga, tarik tambang, dan berenang. PLG Way Kambas didirikan tahun 1985 dan merupakan sekolah gajah pertama di Indonesia. Hingga sekarang PLG ini telah melatih sekitar 290 ekor gajah yang sudah disebar ke seluruh penjuru Tanah Air. Gajah yang dilatih di sini berasal dari gajah liar penghuni Taman Nasional Way Kambas. Satwa berbelalai panjang ini ditangkap karena sering mengganggu kebun dan ladang warga, lalu dilatih. Selain atraksi hiburan, hewan yang dilindungi karena terancam punah ini juga dimanfaatkan untuk patroli di hutan dan menghalau gajah liar. [caption id="attachment_69104" align="alignright" width="300" caption="Pawang sedang memandikan gajah binaannya"][/caption] Bicara gajah jinak tentu saja kita tidak boleh melupakan sosok pawangnya. Di Indonesia sudah ada ratusan pawang gajah atau yang juga biasa disebut mahout. Mereka sudah membentuk Forum Komunikasi Mahout Sumatera atau Fokmas. Inilah wadah para pawang saling berkomunikasi, bertukar pengalaman dan keahlian. Forum ini juga dapat menjadi corong para mahout dalam mengampanyekan pentingnya gajah jinak sebagai alternatif strategi konservasi gajah di Indonesia. Saat ini FOKMAS diketuai Nazaruddin. Dia staf Balai Taman Nasional Way Kambas yang cukup senior dan lama bergelut di bidang pergajahan. Khususnya gajah tangkap dan gajah jinak. Mahout merupakan bagian yang tak terpisahkan dari upaya pelestarian konservasi gajah di luar habitat. Oleh sebab itu tidak sembarang orang bisa menjadi pawang gajah. Ada sejumlah syarat untuk menjadi mahout. Dia wajib memahami tingkah laku gajah. Lalu, mampu  mengembangkan hubungan yang erat dengan gajah yang diasuhnya. [caption id="attachment_69105" align="alignleft" width="300" caption="Usai dimandikan, gajah digembalakan di padang rumput"][/caption] Setiap pawang PLG Way Kambas mengurus seekor gajah. Bisa saja pawang bertukar gajah binaan. Tetapi, ini dihindari sebisa mungkin. Sebab, seorang pawang harus memiliki hubungan emosional yang erat dengan gajah binaannya sepanjang hidup gajah itu. Karena mengurus gajah tidak gampang, maka seorang pawang wajib mendapat berbagai pelatihan. Misalnya, dalam soal merawat kulit dan kuku, pengetahuan tentang nutrisi beberapa pakan, juga prosedur pengobatan gajah. Bagi pawang yang berpengalaman, menjinakkan gajah tidaklah sulit. Yang dibutuhkan hanyalah telaten, sabar, dan penuh kasih sayang. Secara administratif Taman Nasional Way Kambas membentang di Kabupaten Lampung Timur. Sekitar 120 kilometer dari Bandar Lampung, Ibu Kota Provinsi Lampung. kawasan konservasi alam seluas sekitar 130 ribu hektare ini ditetapkan sebagai Taman Nasional pada tahun 1989. PLG terhampar di daerah terbuka Karangsari sekitar 9 kilometer dari pintu gerbang Resort Plang Ijo. Kawasan pelestarian alam ini dapat dicapai dengan berbagai cara. Wisatawan dari Jakarta bisa datang lewat Pelabuhan Merak-Banten ke Bakauheni-Lampung. Atau melalui Bandar Udara Raden Intan II, Branti. Dari Bandar Lampung, Way Kambas bisa dituju dengan dua cara. Alternatif pertama, jalan darat melewati Kota Metro dengan lama perjalanan sekitar 2 jam. Jalur kedua lewat Sribawono–Way Jepara. Waktu tempuhnya hampir sama, 2 jam. [caption id="attachment_69108" align="alignright" width="300" caption="Aria Puteri, presenter Lampung TV sedang melobi pawang Rohman, supaya diizinkan naik gajah"][/caption] Gajah adalah daya tarik utama Taman Nasional Way Kambas. Di sini hewan bertubuh tambun ini dijinakkan dan dilatih menari, bermain bola, dan ditunggangi manusia. Satwa berbelalai bernama latin Elephas maximus sumatranus ini, terancam punah. Yang masih liar dan hidup di kawasan hutan Taman Nasional Way Kambas tersisa sekitar 300 ekor. Sedangkan yang sudah dijinakkan di PLG Way Kambas ada 61 ekor. PLG sebetulnya dibentuk bukan untuk menghasilkan gajah atraksi. Lebih dari itu ia diikhtiarkan guna melestarikan satwa yang mempunyai umur hidup rata-rata 70 tahun ini. Ada dua penyebab mengapa satwa bertubuh tambun ini terancam punah. Yang paling utama tentu saja akibat perburuan. Penjahat lingkungan tergiur gading satwa dilindungi ini. Tetapi, yang memiliki gading hanyalah gajah jantan. Sedangkan yang betina cuma punya caling. Kemudian, dengan usia harapan hidup hampir sama dengan manusia, gajah mempunyai kemampuan berbiak yang tergolong rendah. Yang betina, seumur hidupnya hanya mampu empat kali melahirkan. Dengan jarak antar kelahiran rata-rata 9 tahun. Kini, satwa yang bisa berbobot hingga 3 ton itu terancam punah. Maka setiap upaya pelestariannya patut dihargai dan didukung. Termasuk apa yang dilakukan Pusat Latihan Gajah Way Kambas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun