Mohon tunggu...
Firman Hadi
Firman Hadi Mohon Tunggu... profesional -

Tukang jual kecap keliling secara freelance di berbagai terminal

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Nikmatnya Mie Kocok Gantiang Tapaktuan

3 Juni 2014   06:43 Diperbarui: 23 Juni 2015   21:46 397
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_327118" align="alignleft" width="640" caption="Mie Kocok. Fotonya cuma terambil satu. foto by : firmanhadi"][/caption]

Mie. Siapa yang tidak mengenal jenis makanan model ini. kiranya, hampir setengah penduduk Plenet Bumi pernah menikmatinya, menjadi sajian di ruang keluarga mereka dan sajian ruang makan publik, seperti restoran, warung dll.

Mi atau biasa ditulis Mie, adalah adonan tipis berbentuk bulat dan panjang. Panjangnya tergantung selera pembuatnya. Kemudian dimasak dalam rebusan air mendidih, lalu disajikan dengan aneka model, sesuai latar belakang budaya dan daerah. Bahan baku adonannya, bisa dari tepung terigu, tepung beras, tepung tapioka dan lain-lain, sesuai peruntukannya.

Asal usul sejarah Mie. Menurut wikipedia, orang Italia, Tionghoa dan Arab telah mengklaim bahwa bangsa merekalah sebagai pencipta Mie, meskipun tulisan tertua mengenai mie ini berasal dari Dinasti Han Timur, antara tahun 25 dan 220 Masehi. Pada Oktober 2005, mie tertua yang diperkirakan berusia 4.000 ribu tahun ditemukan di Qinghai, Tiongkok (China).

Orang Italia, menyajikan mie disebut dengan “Spagetti”. Orang Tiongkok menyajikan mie dengan beraneka ragam macam. Orang Jepang, menyebut olahan mie mereka dengan Soba. Tidak kalah, di Indonesia, juga banyak jenis variasi olahan mie. Khusus di Aceh, dikenal adanya mie Goreng, yang populer, biasanya dijual berbarengan di warung-warung kopi. Juga ada Mie Kocok, dan Mie Caluk.

Baik, lupakan dulu sekilas tentang Mie, sejarah dan aneka jenis olahannya.

Oktober tahun 2013 lalu, saya kembali mengunjungi ke kota asal saya. Karena ada kegiatan bersama-sama kawan disana, salama seminggu. Tapaktuan, Aceh selatan.

Walau saya mengenal baik kota ini, baik dari warganya dan lika-liku gang kecil tempat saya “berkeliaran”. Karena saya pernah menghabiskan masa sekolah dan remaja di kota kecil nan “rancak” ini.

Namun setelah sekian waktu, jarang mengunjungi kota dengan Icon “Naga” ini. Hanya numpang lewat saja. Perubahan-perubahan baru, tidak ter “update” oleh saya. Termasuk “tempat makan” baru. Tumbuh beberapa yang saya sebut “tempat makan” baru yang sangat layak dikunjungi, dinikmati menunya. Serta diingat sensasi masakannya.

Salah satu yang membuat teringat adalah “Mie Kocok Simpang Gantiang”. Saya sebut demikian karena saya tak ingat dan tidak tahu nama sebutan warung itu. Pampletnya seingat saya tidak ada.

Lokasinya tepat berhadapan dengan tempat Pengisian Minyak kenderaa bermotor atau SPBU Tapaktuan, di seberang jalan. Tempatnya sederhana, yakni sebuah ruko tua, sebagiannya masih berbahan kayu dan papan. Mie kocok yang menjadi menu utamanya juga sederhana, tetapi tidak sesederhana sensasi ketika menikmatinya.

Suatu siang di Bulan Oktober 2013, bersama kawan-kawan, mengikut saran ketua rombongan kami, menyinggahi salah satu warung mie di Kelurahan Genting, kota Tapaktuan. “ada mie enak disana”, kata kepala rombongan, yang memang penyuka masakan aneka jenis mie, termasuk olahan mie instan.

Tidak ada kesan mewah di warung ini. dilihat jumlah kursi yang tertata di dalam warung dan di halaman samping. Tampaknya “warung” ini sering dikunjungi. Meja kursinya tidak hanya didalam, juga berjejer sampai ke halaman depan. Mungkin disaat pengunjung lagi ramai, meja kursi di dalam tidak bisa menampung pengunjung, maka ditambah sampai kedepan dan samping. Pikir saya.

Setelah sepuluh menit, mie pesanan “Mie Kocok” itu hadir. Disuguhkan oleh seorang wanita setangah baya, saya sebut dengan “ibu”, karena memang sudah berumur. Namun tidak terlalu tua.

Disebut “Mie Kocok”, setahu saya, mungkin dari cara memasaknya yang direbus air panas yang telah dibumbui bumbu tertentu, lalu dikocok-kocok dengan saringan. Entar benar atau tidak, saya kira demikian. Lupa pula saya tanya cara membuatnya kepada “ibu” si pemilik warung.

Tapi pokoknya, mie yang kali itu saya makan disebut “mie kocok’.

Hhmmm.. dari baunya, selera makan saya sudah tergugah, hendak langsung “menerkam” hidangan yang baru saja datang. Mie kocok ini sangat cocok sebagai makan siang. Sedikit malu-malu untuk mendahului kawan yang belum kebagian, saya ambil gambar dulu mie yang telah dihidangkan diatas meja.

Sederhana, disajikan dalam piring rumahan. Mie olahan rumah tangga, dengan kuah bening, siap tersaji di meja. Dicampur dengan toge dan kacang goreng didalamnya, sangat menggoda indera rasa. Ditambah telur rebus, rasanya menawan. Indah.

Terhasut oleh nafsu makan, saya langsung coba mencicipi. Ketika masuk ke mulut, rasanya mie itu langsung mencair. Teksturnya lembut di lidah, pas sangat untuk kategori mie. Rasa bumbu serasi dengan mie. Ada rasa gurih yang menantang, ketika dimakan dengan kuahnya. Sedap. Suap demi suap saya hantarkan mie tersebut kedalam mulut. Bagi yang suka pedas, disediakan cabe rawit di dalam piring kecil, diatas meja. Nikmat.

Itu terbukti, ada kawan saya yang sangat setuju sajian ini enak dan nikmat. Ketika rata-rata kawan lain baru setengah menghabiskan hidangan, ternyata sudah ada yang finish duluan. “oww cepatnya” kata saya dalam hati. Sepiring sudah dihabiskan oleh si ketua rombongan, lalu minta tambah lagi. Porsi kedua. Dahsyat!

Kata orang, makanan yang enak itu adalah, makan makanan yang tampa kita sadari kita sudah menghabiskan isi piring. Benar saja, kiranya baru saja saya mulai memakannya, lalu siisi piring sudah tidak ada isi. Rasanya pingin lagi dan lagi. Walau perut sudah berasa terisi.

Habis isi, kuahnya pun jadi untuk dinikmati sebagai penutup. Maksud hati ingin nambah lagi, malu diri, bahwa saya orang yang sedang dibayari saat itu. Tidak berani mimta tambah lagi. Ketika ditanya ketua rombongan “ada yang mau nambah lagi..?”, semuanya ragu-ragu untuk menjawab. Termasuk saya. Akhirnya si ketua rombongan pesan tiga porsi lagi, untuk dibawa pulang.

Mie Kocok Simpang Gantiang, memang sedap. Itu sudah diakui. Setidaknya oleh saya dan teman-teman saya.Indahnya sensasi rasa ketika itu terus terngiang dibenak hingga sekarang. Bagi anda penyuka makan dan “ragam kuliner”. Saya sarankan untuk mencobanya. Satu hal yang bisa saya jamin, rasa itu pasti ada dan tidak pernah bohong.

Nah, Jikalau anda sedang  berkunjung ke kota indah di pesisir pantai selatan Aceh, tepatnya di “Tapaktuan”. Jangan lupa menyinggahi Warung Mie Kocok Simpang Gantiang. Salam.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun