Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga sudah 17 tahun berjalan terkatung-katung. Kondisi ini sangat jauh berbeda jika dibandingkan dengan Undang-Undang Cipta Kerja yang hanya memerlukan waktu sekejap untuk disahkan. Hal ini menunjukkan keberadaan pekerja rumah tangga di Indonesia masih dipandang sebelah mata.Â
Penyebutan pekerja rumah tangga dengan istilah "pembantu" juga menjadi indikasi masyarakat kita masih menganggap sebelah mata para pekerja rumah tangga.Â
Undang-Undang Cipta Kerja yang telah disahkan belum mengatur mengenai perlindungan PRT karena hingga saat ini PRT belum disebut sebagai pekerja. Ketiadaan payung hukum bagi perlindungan PRT membuat para pekerja rumah tangga belum dapat diakomodasi hak dan kepentingannya sebagai tenaga kerja.Â
Padahal, pekerja rumah tangga selama ini sangat rentan mendapatkan perlakuan yang tidak adil di masyarakat. Berdasarkan data yang dihimpun oleh Litbang Kompas, pada tahun 2020 terjadi sebayak 842 kasus kekerasan terhadap PRT. Angka itu melonjak jika dibandingkan dengan tahun 2019 dengan jumlah kasus 467 dan pada tahun 2018 sebanyak 434 kasus (Kompas, 2021).
Lantas mengapa RUU PPRT ini mendesak untuk disahkan? Tidak lain karena PRT memerlukan jaminan dan perlindungan hukum sebagai tenaga kerja. Beberapa pasal dalam RUU PPRT mengatur tentang jaminan perlindungan PPRT, yakni dengan pengakuan PRT sebagai tenaga kerja, perlindungan,Â
dan keseimbangan antara pemberi kerja dengan PRT, juga pengaturan kategori, lingkup kerja, serta syarat dan kondisi kerja. Dalam RUU PPRT diatur juga mengenai hak dan kewajiban serta sanksi bagi pemberi kerja dan PRT, hak PRT untuk bergabung dengan serikat pekerja, serta penghapusan PRT usia anak.
Kondisi PRT saat ini yang jauh dari kata aman dan terlindungi, menjadikan pengesahan regulasi bagi perlindungan PRT amat krusial. Bukan hanya tentang hak, melainkan juga kewajiban PRT harus diatur sejelas mungkin sehingga tidak akan terjadi bias. Solusi yang dapat dilakukan adalahÂ
dengan segera mengesahkan regulasi yang mengatur mengenai hal-hal tersebut secara komprehensif yakni dalam RUU PPRT yang per hari ini sudah 17 tahun perjalanannya dan belum dapat menjadi payung hukum yang sah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H