Mohon tunggu...
Firkas
Firkas Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sosiologi Agama

Tertarik pada bidang Sastra, Film, dan Topik Sosial

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perempuan Dalam Bayang-Bayang Diskriminasi

14 April 2023   12:52 Diperbarui: 18 Mei 2024   17:13 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

     Tudingan kurang mengenakkan sering sekali tertuju pada perempuan sedari dulu hingga sekarang, yang kini bisa dibilang memasuki zaman modern. Stigma dan diskriminasi terus menjadi bayang-bayang yang membuat banyak perempuan kesulitan untuk mendapat hak-hak mereka sebagai manusia. Society masih saja melihat perempuan dari zaman dulu hingga kini sebagai mahluk lemah yang tidak bisa keluar dari pekerjaan rumahan. Pandangan masyarakat terkadang mencekik perempuan-perempuan yang ingin bangkit dan mencari keadilan untuk diri mereka sendiri. Jika melihat jumlah kependudukan laki-laki dan perempuan yang tidak jauh berbeda tapi masih saja perempuan sering kali mengalami kejadian yang sangat tidak mengenakkan daripada laki-laki.

    Jumlah penduduk secara keseluruhan pada tahun 2022 berdasarkan data Kependudukan dan catatan sipil mencapai 275.361.267 jiwa, dengan jumlah laki-laki mencapai 50,48 persen, sedangkan perempuan mencapai 49,52 persen. Jumlah keduanya hampir sama, akan tetapi masih banyak sekali ketimpangan antara keduanya di masyarakat. Banyak beberapa dari masyarakat masih berpemikiran konservatif mengenai perempuan. Akan tetapi sekarang perempuan mulai bisa mengutarakan pemikiran dan keinginan mereka, hal ini dilakukan oleh perempuan karena hadirnya perubahan sosial di society.

     Dahulu perempuan tidak diperbolehkan keluar dari rumah, tidak diperbolehkan mengenyam bangku pendidikan. Kini semua bisa dilakukan oleh perempuan dengan lebih mudah dan tidak terkungkung seperti dahulu. Ada hal menarik yang bisa dilihat contohnya  dari beberapa karya film yang menceritakan perjuangan dan menonjolkan sisi berbeda dari perempuan. Pada film Kartini dan Little Woman memperlihatkan kisah perempuan terdahulu yang sering di pandang sebelah mata oleh dunia dan banyak mendapat diskriminasi. Sebenarnya  banyak sekali kegiatan yang dapat lakukan jika mereka mau, perempuan seringkali di labelkan sebagai individu emosional, namun sejatinya mereka punya jiwa dan pikiran sendiri.

     Banyak pandangan bahwa perempuan tidak boleh memimpin, tidak bisa bekerja di bidang bidang tertentu, atau sering sekali society menganggap perempuan tidak bisa menyamai laki-laki. Dalam konteks ini memang tidak bisa menyamakan seratus persen antara laki-laki dan perempuan. Secara biologis saja sudah berbeda, akan tetapi diskriminasi ini lakukan oleh pihak sebelah dengan dalih yang terkadang sering kali sengaja atau tidak sengaja merendahkan perempuan.  Ditambah banyaknya kasus kekerasan dan pelecehan seksual.

     Data dari Komnas Perempuan menunjukkan dalam waktu sepuluh tahun kasus kekerasan meningkat sebanyak 50%. Ditambah dengan dengan beberapa kekerasan terhadap perempuan sebanyak 36% menyerang psikologis, 33% kekerasan seksual, sedangkan kekerasan fisik dengan jumlah 18%, terakhir kekerasan ekonomi 13%. Di masa sekarang kekerasan tidak hanya di dunia nyata akan tetapi merambat di dunia online. Masih dari data Komnas Perempuan menyatakan bahwasannya banyak juga pelaporan kasus intimidasi secara online ( cyber harassment ), disertai dengan ancaman penyebaran foto atau video pribadi ( malicious distribution ) dan pemerasan seksual online ( sex ortion ). 

       Kekerasan pada perempuan tidak hanya dilingkungan rumah tangga saja, akan tetapi banyak juga di lingkungan pendidikan. Komnas Perempuan menuliskan selama dari tahun 2015-2021 data pelaporan mengalami naik turun, akan tetapi terdapat kasus memprihatikan ialah perguruan tinggi ada di urutan pertama sebanyak 35%, dilanjutkan pesantren atau pendidikan berbasis agama islam sebanyak 16% dan di urutan terakhir sebanyak 15% di lingkup SMA/SMK.

      Pergantian masa, perubahan zaman yang lebih modern tidak menampikkan fakta bahwa perempuan masih saja menjadi korban diskriminasi. Terkadang masih banyak melihat perempuan sebagai benda atau objek yang bisa seenaknya diperdaya. Buktinya masih saja ada  kekerasan fisik di rumah tangga, emosi yang berlebihan sampai melukai secara fisik bahkan psikis. Sekarang bayak sekali kisah beredar di media online perempuan yang menerima kekerasa fisik dan luka yang ditimbulkan tidak ringan, dan lebih parahnya lagi mereka bukan pasangan suami istri hubungan nya sebatas kekasih.  Perempuan memgalami kesulitan keluar dari lingkaran toxic itu, julukan kekiniannya saat ini disebut toxic relationship. Banyak faktor yang mempengaruhi, bisa karena terlalu takut untuk mendapat bantuan bahkan dari pihak terdekat seperti keluarga. Bahkan masih ada keluarga yang menyuruh bertahan dan sabar atas ketidakadilan yang mereka rasakan. Ada yang tertahan karena anak, dan permasalahan ekonomi. Dibayangi derta tersugesti bahwa apabila mereka meminta berpisah akan kesulitan mengatasi eknomi dan mengurus anak. Padahal jika anak ada di lingkungan yang tidak kondusif,  terjadi kekerasan kepada ibu bahkan tidak jarang anak akan mengalami tindak kekerasan yang sama. permasalahan kekerasan rumah tangga  kini  merembet ke lingkup pendidikan, tempat yang seharusnya aman untuk generasi muda ternyata sarang tindak pelecehan seksual.

       Ruang lingkup pendidikan tidak menjamin tidak adanya pelecehan seksual didalamnya.  Banyak kasus nyata di sekeliling kita, yang ternyata terjadi saat di sekolahan. Bahkan pelakunya adalah guru, dosen, yang figurnya seharusnya menjadi contoh dan mengajarkan hal baik pada anak didik mereka. Tetapi berdasarkan buktinya dan data sudah cukup jelas membuat dinas pendidikan diharapkan lebih peduli, serta perlu pengawasan lebih. Guru ataupun dosen Juga seharusnya lebih menjaga, dan wajib mempunyai batasan  tingkahlaku di sekitaran lingkungan formal. Tidak hanya itu terdapat kasus mahasiswi yang menjadi korban pelecehan oleh oknum mahasiswa yang punya jabatan di kampus. Tidak sekali dua kali kasus seperti ini hadir di berita-berita. Lebih mengagetkan lagi pelecehan ada ditengah-tengah pesantren, jelas-jelas hal itu menimbulkan tanda tanya mengenai pemahaman agama dari pelaku. Sehingga pelecehan tidak dapat terhindarkan walaupun ada di tempat atau suatu wadah dengan nuansa  islami sekali pun. Kini pelecehan seksual, diskriminasi kini berubah bentuk, dengan perkembangan teknologi membuat hal ini banyak dilihat di media-media sosial. Berupa komentar, pesan-pesan tidak senonoh, tidak hanya itu bahkan merujuk pada kecaman dan pemaksaan.

      Banyak nya diskriminasi, pemojokan, ketidak adilan membuat perempuan ingin membela hak-hak mereka, ingin dihagai sebagai sebagai manusia. Sehingga kini banyak dari perempuan bahkan ada juga laki-laki yang menyuarakan kesetaraan gender. Bukan ingin merasa lebih hebat atau ingin mengalahkan laki-laki, tetapi perempuan hanya ingin hak-hak mereka yang seharusnya  sama dan adil  antara laki-laki ataupun perempuan. Semua berhak punya kesempatan yang sama, karena sejatinya perempuan juga manusia, sepatutnya  manusia juga harus memanusiakan manusia. Tidak lagi memandang perempuan hanya objek yang hanya dinilai dari fisik, mahluk lemah yang terlalu emosional, atau hanya bisa mengurus masalah rumah tangga saja. Dengan banyaknya kasus kekerasan dan pelecehan seksual membuat perempuan tidak dapat dengan mudah merasa aman terhadap lingkungan yang ada di masyarakat. 

      Bahkan dari tempat yang harusnya menaungi dan mengayomi menjadi sarang para oknum-oknum tidak bermoral.  Seringkali perempuan selalu disalahkan, apapun kenyataannya masih ada saja pemojokan terhadapa para korban. Sejatinya sebagai manusia harus saling menjaga, menghargai dan berusaha untuk menahan diri dari hal tidak bermoral dimana dampaknya merugikan pihak lain. Sungguh memprihatinkan melihat korban pelecehan seksual yang menanggung beban dan tudingan menohok sepanjang hidup. Untuk itu masyarakat, diri sendiri, serta banyak komponen lain dalam masyarakat harus saling menjaga, dan memutus tali diskriminasi dan pelecehan terhadap perempuan di Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun