Mohon tunggu...
R Firkan Maulana
R Firkan Maulana Mohon Tunggu... Konsultan - Pembelajar kehidupan

| Penjelajah | Pemotret | Sedang belajar menulis | Penikmat alam bebas | email: sadakawani@gmail.com | http://www.instagram.com/firkanmaulana

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Mengelola Hidup di Negeri Bencana

29 September 2018   11:41 Diperbarui: 29 September 2018   12:47 761
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gunung-gunung berapi di Indonesia ini dikenal dengan nama "the Ring of Fire (sabuk cincin berapi) yang mengelilingi Samudera Pasifik.  Sejarah mencatat letusan-letusan gunung di Indonesia sangat dahsyat yang telah mempengaruhi kehidupan iklim global di bumi pada saat itu. Letusan Gunung Krakatau pada tahun 1883 telah menciptakan gempa dan tsunami yang menewaskan 36.000 orang. 

Makna Bencana

Bencana yang terjadi sudah pasti menghancurkan hal-hal bercirikan fisik seperti rumah, jembatan, jalan dan sebagainya. Namun bencana juga melumpuhkan tatatan kehidupan masyarakat. Banyaknya korban jiwa dan luka dan kerusakan rumah dan infrastruktur tentunya akan membuat lumpuh pula aktivitas masyarakat di berbagai bidang seperti pendidikan perekonomian.

Dengan terjadinya bencana yang terjadi, maka seyognya penanganan bencana bisa menjadi momentum untuk kembali menata ulang model pembangunan yang selama ini terjadi menjadi pembangunan berkelanjutan yang berwawasan bencana.

Dari pengalaman bencana gempa bumi dan tsunami Aceh-Nias tahun 2004 dan gempa bumi Yogya tahun 2006 telah menghentak pemerintah untuk membuat berbagai kebijakan dan peraturan pembangunan berwawasan bencana. Namun sayangnya sejauh ini, upaya pelaksanaan dan penegakkan kebijakan dan peraturan tersebut belum berjalan optimal di lapangan. 

Sesungguhnya bencana yang terjadi bisa dimaknai mendalam sebagai kesempatan untuk menata kembali pembangunan yang akrab dan hidup beradaptasi dengan wilayah yang penuh bencana. Dalam proses pembangunan selama ini, faktor kondisi fisik geologis wilayah Indonesia yang rawan bencana seringkali dianggap sepele.

Misalnya, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang dibuat hanya sekedar "rencana di atas meja saja", bahkan masih banyak RTRW yang sesungguhnya "tak merencanakan" sesuatu di suatu wilayah yang rawan bencana. Dalam perspektif penanggulangan bencana, maka proses pembangunan harus saling terintegrasi antar bidang.

Selama ini, keterkaitan itu tidak ada. Contohnya, membangun hotel dan apartemen atau perumahan mewah namun lokasinya berada di lereng pebukitan yang asalnya berupa kawasan hutan untuk menyerap air. Tentu akibatnya nanti bisa menyebabkan terjadinya banjir di kawasan bawah karena berkurangnya serapan air di bagian atas.

Dalam kehidupan masyarakat di kita saat ini yang semakin modern (terutama di kota-kota), kehidupan yang akrab dengan kondisi alam lingkungan sepertinya sudah tidak ada lagi. Tak heran bencana yang terjadi adalah sebagai akibat penyingkiran kehidupan masyarakat yang sengaja "memisahkan diri" dari lingkungan sekitar.

Kita menjadi tidak peka terhadap kondisi fisik lingkungan sekitar kita hidup. Lingkungan yang kita tinggali sekarang akan selalu berubah dan tidak akan sama dengan hari kemarin. Sesungguhnya kita harus belajar pada masyarakat yang tinggal di wilayah-wilayah tertentu yang hidupnya masih akrab dengan lingkungan sekitarnya.

Masyarakat tersebut mempunyai pengalaman dan pengetahuan dalam mengelola bencana sebagai warisan dari nenek moyangnya. Sebagai contoh, rumah-rumah kayu dan bambu adalah sebagai upaya refleksi dan tindakan masyarakat di beberapa lokasi di Indonesia untuk mengurangi terjadinya bencana oleh gempa. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun