Mohon tunggu...
Arief Firhanusa
Arief Firhanusa Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Pria yang sangat gentar pada ular

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sudahlah Eko Patrio, Sampeyan Jadi Pelawak Saja!

16 April 2014   02:40 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:38 5254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Setelah hilang dari ingar bingar dunia tivi, Eko Hendro Purnomo alias Eko Patrio mendadak muncul di sebuah episode Pesbukers Antv, dan menjadi salah satu juri Comedy Academy Indosiar, sebangku dengan Julia Perez, Rina Nose, Narji, dan Ivan Gunawan.

Comedy Academy Indosiar -- sebuah program pencarian bakat pelawak, mirip API TPI, namun kemasannya lebih seperti D'Academy, alias akademi dangdut Indosiar -- tayang perdana pada Senin (14/4) malam silam. Eko memberi komentar di beberapa sesi, saling sahut dengan juri lain. Masih lucu? Tetap lucu, meski lima tahun belakangan wakil rakyat dari Partai PAN ini duduk di kursi Komisi X DPR.

Eko tampaknya mengisi waktu luang seraya menunggu pengumuman hasil Pemilu 2014, dengan menjadi juri ajang ini. Namun, dalam hitungan masa kerja periode 2009-2014, sebenarnya Eko masih anggota DPR hingga 1 Oktober 2014 sebelum anggota dewan yang baru (dari tingkat kota/kabupaten hingga tingkat pusat) dilantik, termasuk bila ia kembali terpilih untuk 'menghuni' Senayan dari Pemilu tahun ini.

Maka, ketika ia kembali bermain-main di tabung televisi, sebenarnya ada dua hal yang patut digarisbawahi: pertama, ia tidak boleh 'meninggalkan rakyat' ketika ia masih berbaju DPR alias wakil rakyat dengan cekakak cekikik di pentas lawak; kedua, Eko sebenarnya telah gatal untuk kembali melawak di televisi setelah bertahun-tahun 'mewakili rakyat' seraya berbinis productions house (PH) dan berjualan makanan di kawasan Tebet, Jakarta Selatan. Dua bisnis itu menggunakan unsur Komando, "Warung Komando" dan "E-Komando".

Namun, bila merujuk komentarnya di Tempo, Senin (14/4) lalu bahwa ia amat yakin bakal kembali ke Senayan dari kemenangannya di dapil Jatim 8, maka terjadi absurditas idealisme:  ingin kembali menghibur pemirsa TV, ataukah 'menghibur' rakyat jelata melalui kursi DPR?

Pria kelahiran Nganjuk, Jatim, 30 Desember 1970 ini agaknya telah dirasuki gila kekuasaan seperti termaktub dalam sajak Peter Meinke yang mencerminkan karakter manusia Indonesia awal abad ke-21, yang salah satu kutipannya berbunyi: "libido ergo sum, aku punya nafsu, maka aku ada". Eko telah kehilangan jiwa kesenimanan, lebih-lebih pada Rakernas PAN 2013 dia sempat dininabobokkan fakta bahwa dia dipilih publik (dalam sebuah surve) sebagai calon presiden alternatif dari Partai PAN, meski akhirnya PAN tetap memilih Hatta Rajasa. Belakangan, seperti dimuat di Tempo hari ini, Selasa (15/4), Eko justru mendukung Jowoki menjadi presiden. Tidak jelas apakah itu panggilan hati nuraninya, atau untuk kepentingan politik semata.

Merindukan Kritik Sosial Ala "Ngelaba"

Menyaksikan Eko berada di televisi dengan lawakannya yang khas Patrio dan ketawanya yang jika kita tutup kuping maka kita tahu itu Eko yang tertawa, adalah kerinduan yang terobati. Selama 13 tahun, ia menjadi bagian dari sukses acara "Ngelaba" di TPI (sekarang MNCTV), bersama Akri dan Parto. Hampir tak ada yang mampu menyalip sukses program ini, meski sekarang bertebaran acara-acara komedi asal banyol di televisi. Itu sebabnya Museum Rekor Indonessia (MURI) mencatatnya sebagai program komedi terpanjang di televisi.

Jujur saja saya berdoa agar Eko tak terpilih lagi menjadi anggota DPR, semata untuk memenuhi harapan agar dunia lawak Indonesia lebih cerdas dengan program-program lucu-bernas-bermutu produk E-Komando, setelah Miing Bagito agaknya sudah tak punya lagi niat kembali ke dunia TV sebagai pelawak.

"Ngelaba" di masa kejayaanya adalah program komedi yang tak hanya lucu, tapi menjadi mercusuar grup lawak modern, setelah Bagito. Mereka tidak melawak secara slapstick seperti di TV-TV sekarang ini yang gebuk-gebukan styrofoam atau tabur bedak dan poles bubur di wajah, namun memilih memakai mulut untuk 'mengejek'.

Sudahlah, Eko, Sampeyan jadi pelawak saja.

-Arief Firhanusa-

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun