Mohon tunggu...
Arief Firhanusa
Arief Firhanusa Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Pria yang sangat gentar pada ular

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ridwan Kamil Tak Perlu Menggunduli Kepalanya!

11 November 2014   00:48 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:08 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="" align="aligncenter" width="480" caption="Sumber YouTube"][/caption] Persib juara, Ridwan Kamil memlontosi kepalanya. Maka, jadilah berita. Walikota Bandung ini tampaknya hanyut dalam euforia. Wajar saja, dia 'kepala suku' sebuah kota dimana timnya juara kompetisi sepakbola level tertinggi di Tanah Air. Jujur saja, saya juga mendukung Persib. Alasannya? Biarlah Bandung yang juara setelah Jayapura beberapa kali mencicipi piala. Permainannya pun keren sejak awal kompetisi. Lagipula, ada pemain bernama M Ridwan di sana, salah satu warga Kota Semarang di mana saya tinggal. Faktor primordial sedikitlah. Tapi, untuk walikota yang menggunduli kepalanya, saya punya pendapat berbeda. Menggunduli kepala -- biarpun atas nama nazar -- saya pikir janganlah menjadi tradisi. Apa sih salahnya rambut sehingga digunduli dan potongan-potongan mahkota itu dibuang di kali? Apa dosa 'hutan lindung' di kepala sehingga menjadi pelampiasan seseorang ketika timnya juara, atau orang yang kita dukung menjadi lurah atau bupati? Tradisi memotong rambut -- termasuk menggunduli kepala -- setahu saya punya lima tujuan saja, yakni:

1. Agar tampak tidak botak. Daripada botak menggerogoti, banyak orang memilih memlontosi kepalanya. Andi F Noya dan Pep Guardiola itu di antaranya. 2. Untuk keperluan entertainmen/tampak gagah. Contohnya Deddy Corbuzier dan Husein Idol,  serta para preman agar tampak  sangar. 3. Untuk kepentingan kedisiplinan. Para tentara, terutama serdadu-serdadu baru, diwajibkan mencepaki rambutnya menjadi seinci agar mereka terikat dalam integritas militer. 4. Membuang sengkala. Ini dilakukan untuk para bayi yang berusia 40 hari. Tradisi sekaligus ritual ini bertujuan untuk menghapus rambut yang konon masih bercampur ari-ari, serta untuk membuat rambut si bayi lebih tebal di kemudian hari. Mencukur rambut juga dilakukan dalam tradisi ruwat. 5. Untuk kegemaran. Bagi orang yang merasa punya kepala bagus dan merasa tampak jelek kalau rambutnya gondrong, mereka memilih mencukur rambutnya superpendek. Ada dua tetangga saya punya hobi memendekkan rambutnya hingga kulit kepalanya tampak berkilat.

Tetapi untuk mazar, apa hubungannya dengan sepakbola? Ridwan Kamil sungguh lebay mengucap janji, dan bukannya nazar dalam bentuk-bentuk yang bermanfaat macam menyantuni fakir miskin, menyumbang panti asuhan, atau membangun sebanyak-banyaknya sekolah sepakbola agar bibit-bibit Bandung tersemai. Sebelumnya saya sempat salut pada pria yang biasa disapa Kang Emil ini, yang melakukan blusukan ke Stadion Jakabaring mendukung penuh Persib di semifinal, telanjang dada pula. Telanjang dada yang sempat menjadi ribut nasional. Dia juga memberi contoh pada khalayaknya agar tak sembarangan membuang sampah di Palembang. Bela-belain dia membawa kantong sampah ke Sumatera Selatan untuk menampung limbah yang bisa remuk saat ditanam di tanah. Namun, arsitek bergelar S2 lulusan University of California, Berkeley, ini tampaknya tidak sadar bahwa rambut itu bak hutan lindung. Tuhan pasti punya rencana tertentu mengapa kita diberi rambut. Tentu yang pertama untuk membedakan kegantengan manusia dengan alien. Rambut juga untuk melindungi kepala dari lecet  akibat benturan dengan benda lain, meski kekuatannya tak sebanding dengan helm SNI. Semestinya Ridwan paham filosofi rambut sebab dia adalah penggagas Komunitas Bandung Berkebun. Komunitas yang melecut warga Bandung untuk menanami lahan-lahan kosong dengan tanaman-tanaman berguna.  Lha ini dia sendiri kok malah memlontosi kepalanya atas nama nazar! Cukup sudah nazar menggunduli kepala karena sama sekali tak ada kaitannya dengan selamatan/syukuran dan tak ada hakekatnya. Sebaiknya nazar dialihkan untuk hal-hal berguna, baik untuk hubungan vertikal dengan Yang Maha Agung, maupun horizontal dengan sesama manusia. Misalnya menyantuni kaum papa, atau membangun SSB dan menyumbang panti asuhan. Saya yakin kemenangan Persib disumbang pula oleh doa-doa yatim piatu di Kota Kembang sana. -Arief Firhanusa-

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun